Home | Looking for something? Sign In | New here? Sign Up | Log out

Halaman

Minggu, 20 November 2011

Embun Pagi - Hujan

Minggu, 20 November 2011
0 komentar
Semangat pagi embun pagiku,
Hujan semalam menurunkanmu di telapak tanganku, pagi ini
Lembut dan sejuk

Sebenarnya,
Aku ingin menunjukkan padamu indahnya pelangi,
Tapi mendung pagi ini menghalangi...

Tak apa datanglah esok lagi
Kutunggu engkau di sini ...


Kutunggu engkau disini ...




read more

Aku Ingin Bermain Bersama Pelangi

0 komentar
Aku ingin bermain bersama pelangi
Memetik satu persatu warna dan memadunya
Hingga tercipta warna baru

Aku ingin bercanda bersama pelangi
Mengambil satu persatu warna dan memasangnya
Di tempat yang kusuka untuk kemudian tertawa memandangnya

Aku ingin menagis bersama pelangi
Menghapus warna demi warna bersama matahari
Dan menunggu hujan datang lagi melukiskan warnaku lagi bersamanya



read more

Embun Pagi - Beningmu

0 komentar
Hai Embun pagiku
Selamat pagi.....
Kilaumu sejukkan jiwa yang memandangmu
Beningmu putihkan hati yang berjelaga disapu malam sepi

Ahhhh embun pagiku
Kuingin selalu menyentuhmu.....






read more

Embun Pagi - Enggan ?

0 komentar
Selamat pagi, embun pagiku....

Entahlah aku merasa kilaumu tak seindah pagi-pagi sebelumnya...

Mungkinkah karena mentari enggan memantulkan sinar emasnya untukmu?

Tapi tak apa, tanpa kilau mu pun, engkau tetap menyejukkan ku....






read more

Embun Pagi

0 komentar
Smangat pagi embun pagiku,
Ah cerah mentari pagi ini sapaku genit...

Bisakah kita bercanda hingga senja bertahta diatas kepala? 

Aku ingin menadah dan menyimpanmu untuk membasuhkannya ke wajahku
Agar kesejukanmu bisa kurasa di sepanjang hariku...

Ah... Embun pagiku...
Berkilaulah dan pantulkan kebeninganmu....

read more

Kamis, 03 November 2011

Potret Kemiskinan - Sebuah Jepretan Nurani

Kamis, 03 November 2011
0 komentar
Kemiskinan selalu saja membuat orang yang melihat atau mengalaminya merasa pilu sembilu. Begitu juga saat aku megambil potret kemiskinan ini dengan jepretan nurani. Suatu kisah sedih dari kisah abadi yang berjudul : KEMISKINAN.

Dalam berbagai media dikabarkan , Ilham seorang balita berumur 6 tahun  menderita luka bakar di sekujur tubuhnya setelah kebakaran melanda rumahnya di Desa Sukosari, Kecamatan Gondanglegi, Kabupaten Malang. Ilham tak sempat menyelamatkan diri karena kakinya terikat rantai.  Kaki kiri llham kaku karena hangus terbakar, sementara tubuh bagian punggung hingga kaki kanan melepuh. Lebih tragis lagi  tim medis kesulitan melakukan perawatan, karena kunci hilang sehingga rantai tidak dapat lepas. Dikabarkan kebakaran terjadi karena korban membakar obat nyamuk di dalam kamar rumahnya.
Berita terakhir mengatakan bahwa Ilham akhirnya meninggal dunia.

Ilham : sebuah potret kemiskinan yang membuat nuraniku menggugat. Bagaimana tidak! Ditengah riuhnya pemberitaan yang membuka borok keserakahan para elit petinggi negri ini, (yang merampok uang rakyat) Ilham seorang bocah dari keluarga miskin, akhirnya harus tewas mengenaskan akibat tidak dapat menyelamatkan diri dari kebakaran di rumahnya.

Ibu Ilham bekerja sebagai TKW di luar negeri, ayahnya seorang tukang becak. Kedua kakaknya masih bersekolah. Kebetulan Ilham adalah anak yang hiperaktif. Keluarganya kewalahan mengurus Ilham, hingga akhirnya sang ayah memutuskan untuk merantai Ilham saat mencari nafkah. Beberapa kali Ilham hampir celaka, dari nyaris tertabrak mobil sampai kereta, sampai akhirnya Ilham harus celaka di rumahnya sendiri.

Ironis! Demikian aku cuma bisa bergumam. Saat para maling uang rakyat bebas berkelana, Ilham harus terpenjara kebebasannya, bahkan kebebasan untuk menyelamatkan diri pun tidak bisa ia dapatkan.

Ah Ilham…. Betapa malangnya dirimu, nak. Betapa kemiskinan begitu kejam membelenggumu. Sepeninggalmu pun, masih saja kemiskinan membelenggu keluargamu. Dari keluarga yang kehilangan tempat tinggal, ayah yang terancam hukuman dan menyandang gelar terpidana…………

Dimanakah Engkau Tuhan ????

Jika Engkau mampir di sini, di rumah Ilham….
Janganlah pergi dulu, Tuhan….
 Berikan hati dan ulurkan tanganMu

Jangan beranjak dulu dari rumah Ilham Tuhanku…..
Tengoklah anak-anakMu yang menangis pilu……..
Kehilangan tempat berteduh,
Juga ancaman kehilangan kasih sayang seorang ayah sang pelindung
Terjerat jeruji penjara akibat terbelenggu rantai kemiskinan dan ketidakberdayaan

Tuhanku…..
Utuslah malaikatMu menyambut Ilham,
Agar ia boleh menikmati kemewahan surgaMu
Setelah kemiskinan menjadi nafas hingga akhir hayatnya

Semarang 3 November 2011






read more

Selasa, 01 November 2011

Sapaan Imam Sapaan Allah

Selasa, 01 November 2011
0 komentar
Suatu hari putriku memintaku membelikan keperluan sekolahnya. Saat itu aku sangat sibuk. Tapi dengan bersusah payah aku meluangkan waktu untuk membelikannya. Namun, ia lupa mengucapkan terimakasih. Aku merasa sedih, kenapa ya putriku tidak berterimakasih, padahal untuk mencari keperluan sekolahnya aku harus berpanas-panas ria, meluangkan waktu dan tenagaku.

Cerita yang kedua adalah, saat anakku memenangkan suatu perlombaan. Ketika aku mengucapkan selamat padanya, terlihat ia begitu bahagia.Sementara gurunya mungkin menganggap itu hal yang biasa, terdengar dia menggerutu, “uh sudah capek-capek kerja keras buat nama baik sekolah tapi gak ada penghargaan, ucapan terimakasih saja, tidak.”

Ya! Betapa ucapan terimakasih dan penghargaan sangat berarti buat seseorang yang telah bekerja keras untuk suatu hal. Kejadian tersebut diatas adalah suatu perbandingan akan hal yang menjadi ganjalan hatiku akhir-akhir ini.

Di paroki tempat aku tinggal baru saja terjadi mutasi pastor besar-besaran. Tentu hal ini berimbas pada kebijakan-kebijakannya. Kalau dulu sebelum mutasi seringkali terdengar ungkapan sederhana yang menyejukkan dan membuat hati ini bangga yang akhirnya membuat kami (para petugas liturgi) berusaha lebih dan lebih baik lagi. Tapi sekarang cukuplah kami mengikuti misa, mendengar sabda Tuhan dan mendapat berkat saja.

Hal ini pernah saya ungkapkan di suatu Grup Katolik di Facebook. Dan ternyata cukup mendapat banyak  tanggapan yang beragam. Dan itu semua memperkaya iman dan peziarahan saya sebagai pengembara yang mencari Sang Pencipta.

Saat itu kira-kira saya menulis yang intinya demikian :
“Mengapa imam pelit ucapan terimakasih dan penghargaan pada para petugas misa?”

Beberapa komentar menarik yang sempat saya ingat adalah :
1. Umat terlalu manja, mintanya selalu diperhatikan
2. Gereja bukanlah tempat pertunjukan
3. Misa adalah saat hening, bertemu dan bercakap-cakap dengan Allah secara pribadi
4. Imam mempunyai gaya kepemimpinan sendiri – sendiri
5. dll

Sungguh saya sangat menyadari bahwa tujuan datang misa adalah memberikan diri dan waktu pribadi kita pada Allah. Saya pun menyadari bahwa perayaan Ekaristi adalah mengenang Misteri Paska Kristus, yang olehnya Kristus menggenapi karya keselamatan bagi kita manusia (lihat KGK 1067). Sehingga fokus utama dari perayaan Ekaristi sebenarnya adalah Allah Tritunggal Maha Kudus.

Pernah Romo Frans Magnis Suseno menulis secara tajam di sebuah Majalah Katolik: seandainya dia yang memimpin misa, dan umat bertepuk tangan memberikan aplaus maka beliau akan menghentikan dan meminta umat melakukan Doa Tobat bersama.

Bagi saya pribadi ucapan terimakasih imam atas jerih payah umat bukanlah hal yang tabu. Seperti halnya seorang Ayah yang memberikan penghargaan pada anaknya yang telah berusaha sebaik-baiknya, saya kira demikian pun Allah lewat para Imamnya. Hal ini juga sudah saya check di situs Gereja Katolik. Tepuk tangan diperbolehkan saat misa berakhir. Dalam pemahaman saya, ketika imam memberikan penghargaan serasa Allah pun menyapa saya, mengucapkan terimakasih pada saya. Oh Betapa indahnya.

Gereja Katolik, seringkali, menurut saya mengabaikan hal-hal yang manusiawi. Memang iman adalah hal pribadi hubungan manusia dengan Tuhan. Tapi bolehkan kami sebagai umat, merindukan pujian dan ucapan terimakasih Allah melalui imamnya. Saya kira ini permintaan sangat sederhana tapi mempunyai arti yang luar biasa.

Semarang 29 Oktober 2011

read more

Rabu, 26 Oktober 2011

Dongeng Sebelum Tidur - Perjalanan Mencari Uk Bo

Rabu, 26 Oktober 2011
0 komentar
Sementara Ki Joko sedang berkelana mencari Uk Bo, sebagai syarat mengakurkan serta memisahkan si Kembar Dampit, di rumah Ki Joko, Dimas Buto dan Cik Lani selalu saja terlibat pertempuran sengit. Dimas Buto yang tinggi kekar luar biasa, tak pernah mau mengalah pada Cik Lani yang bersuara melengking memekakkan telinga. Ada saja masalah yang membuat mereka bertengkar. Bukan Cuma adu kata, adu mulut, bahkan adu fisik, tapi juga adu panci dan dingklik.

Om Han tetangga mereka, sampai geleng-geleng sakaw sambil mengelus dada. Bertahun – tahun ia mengeluh dalam hati, terganggu suara bising si Kembar Dampit itu. Tiada hari tanpa keributan di rumah Ki Joko. Hal ini membuat Om Han tergerak hatinya untuk membantu sahabatnya itu. Maka Om Han pun bertekad membantu Ki Joko mencari Uk Bo.

Om Han pernah mendengar nama seorang tabib mashur. Kalau tidak salah namanya adalah Mpek Dul Rambute Modal-Madul Dandanane Model Jadul. Walau bukan dukun cabul, tapi Mpek Dul tak pernah lupa memanjakan matanya, untuk sekedar curi-curi pandang atau melirik wanita cantik macam bom sex Tumpuk Artati yang top dan tercemar di jagad Baltyra. Kelihaian Mpek Dul meramu obat seperti ramuan sate kalajengking dan cem-ceman orok kuda binal atau tikus sawah sudah mendunia. Tempat tinggal Mpek Dul ini di Pulau Manis dan Lutuna (alias Wallis et Futuna).

Maka dengan semangat 45, Om Han berjalan kaki ceria menuju rumah Mpek Dul.Namun ia tak ingin sendiri saja melewatkan perjalanannya ke rumah Mpek. Maka diajaknyalah kedua sahabat Om Han yaitu Itsmi Sang Atheis Sejati dan juga Kang Iwan Satriya Doyan Lumah-Lumah. Lumayan bisa sambil meneruskan diskusi yang seru dan tak pernah selesai itu pikir Om Han. Kedua sohib si Om ini setuju menemani Om Han. Dan sudah bisa di duga sepanjang jalan mereka beradu argumen. Dari masalah pengeboman gereja sampai makanan/berkat, yang selalu menggelitik Itsmi berpendapat bahwa masalah itu tak ada kaitannya dengan Tuhan, tapi, Kang Iwan dengan berapi – api beropini sebaliknya. Om Han pun hanya bisa senyam-senyum sambil sesekali menengahi dengan bijaksana agar kedua sahabatnya menghormati pendapat masing-masing.

Diskusi yang menghamburkan ludah itu , membuat kerongkongan ketiganya kering. Om Han melihat gelagat kedua sahabatnya yang sudah bermandi peluh dan wajahmereka pun sudah mangar-mangar tersengat matahari. Belum lagi orchestra perut yang sudah menggelar atraksinya. Dari suara kricik-kricik, krucuk-krucuk, ecek-ecek sampai suara babi glegekan sudah diperdengarkan. Akhirnya mereka berhenti disebuah warung. Warung itu milik Dyah Ayu Soka Memberi Tanpa Pernah Mengurangi. Ia berkongsi dengan Akang Reca Suka Makan Rica-rica, membuka usaha WARTAK, alias Warung Batak. Tapi yang dijual bukanlah masakan khas Batak, melainkan makanan gilo-gilo (bukan gila-gila) yang menjual sego kucing dan camilan sejenisnya.

Sayangnya, WARTAK kongsi ini ndak bisa bathi alias merugi, karena kabotan jeneng (=terlalu berat nama yang disandang) pemiliknya. Maka,Kang Reca yang sudah hampir habis kesabarannya karena rugi terus, menganjurkan Dyah Ayu Soka meruwat namanya. Omong punya omong, dan dengar tanya pada para tamunya itu, Kang Reca bermaksud ikut ke rumah mpek Dul. Dia sudah bosan usahanya tekor melulu. Kang Reca menyampaikan maksudnya pada Dyah Ayu Soka yang ternyata juga setuju dengan rencana Kang Reca. WARTAKnya akan ditutup sementara. Mereka berdua akan bergabung dengan rombongan Om Han dan kawan-kawan ke Pulau Manis dan Lutuna. Mereka pun bersiap-siap berangkat.

read more

Ikrar Kaum Narsis

0 komentar
Draft ikrar kaum narsis indonesia

Kami kaum narsis Indonesia
Mengaku terlahir sebagai narsis sejati.

Kami kaum narsis Indonesia
Berbangga pada kenarsisan yang kami miliki

Kami kaum narsis Indonesia
Sepakat mempertahankan kenarsisan hingga akhir menutup mata

28 Oktober 2011
atas nama kaum narsis Indonesia



Kami kaum narsis Indonesia
Setia dan patuh pada UU kenarsisan

Kami kaum narsis Indonesia
Menjunjung tinggi nilai-nilai kenarsisan

Kami kaum narsis Indonesia
Sekali narsis tetap narsis.

uyeeeeee........VIVA NARSIS!!!

read more

Hilangnya Kearifan

0 komentar
Kepergok Mencuri Digebuki Warga dan Ditelanjangi.

Begitulah judul sebuah berita di sebuah Koran yang kubaca pagi itu. Aku termangu usai membaca judul tersebut. Inikah wajah bangsaku yang kian tergerus oleh arus jaman? Kearifan yang dulu sangat dibanggakan, keramahan yang menjadi ciri rakyat Indonesia serta keramahtamahannya sirna sudah. Tayangan televisi import yang mengusung kekerasan sukses dicekokkan kepada generasi penerus kita juga pada masyarakat, terutama pecinta televisi saat ini. Setiap saat, setiap hari kita disuguhi kekerasan dan kesadisan. Pernahkah anda menghitung jumlah berita yang berbau kekerasan di sebuah Koran dalam sehari? Belum lagi tayangan kekerasan di televisi. Lengkap sudah sepertinya setiap hari, kita, keluarga kita, anak – anak kita dijejali oleh kekerasan dan kekerasan. Hal itu seperti suatu indoktrinasi pada alam bawah sadar kita. Tak heranlah perilaku kita lebih sadis dari para penjahat .

Saya jadi bertanya-tanya mana hasil penataran P4 (jaman saya dahulu), pendidikan karakter, serta agama yang selama ini menjadi menu dalam kurikulum pendidikan kita? Sungguh memprihatinkan peradaban mutakhir bangsa ini. Lalu, apa bedanya kita dengan penjahat atau pencuri itu ?

Si pencuri melakukan tindak kejahatannya mungkin dilandasi suatu kebutuhan, bisa juga karena memang tak ada pekerjaan lain atau juga malas. Tetapi bukankah bagi korban pencurian, harta masih bisa dicari dengan usaha sedikit lebih keras. Di pihak lain, bagaimana dengan harga diri yang sudah ditelanjangi dan juga jika ia digebuki akhirnya mati, apakah semua itu bisa kembali???????? Siapakah yang lebih sadis menurut anda?

Sepertinya masyarakat kita sedang sakit. Tapi saya sendiri tak berani menggurui dan bercerita panjang lebar bagaimana cara mengobatinya. Saya tak punya kapasitas untuk itu, pun, saya tidak punya tips-tipsnya. Yang saya punya hanya hati nurani.

Dalam satu kisah kitab suci, ada cerita tentang murid-murid Yesus yang memprotes guru mereka karena lebih berpihak pada seorang pelacur yang dianggap pendosa, yang ingin sekedar menyentuh jubah Yesus. Tapi dengan cerdik Yesus menjawab, barang siapa tidak pernah berbuat dosa ia boleh melempar pelacur itu untuk yang pertama.

Sebagai refleksi : Apakah kita orang pertama yang melempar batu pada pelacur atau penjahat itu.

Tapi bagaimanapun, kejahatan adalah kejahatan, kita serahkan saja pada yang berwenang untuk menanganinya bukan mengadilinya sesuai dengan hukum kita sendiri-sendiri.

Semoga kita menjadi pribadi yang semakin arif…..

Semarang 22 Oktober 2011

read more

Dongeng Sebelum Tidur - Kelahiran Si Kembar Dampit

0 komentar

Dahulu kala, diatas bukit yang hijau, hidup seorang pertapa bernama Ki Jokondo-kondo Senengane Mangku Wanito (Ki jangan bilang – bilang suka memangku wanita), yang sakti mandraguna. Seluruh hidupnya ia baktikan untuk bertapa agar alam semesta ini damai adanya.

Suatu hari, hatinya merasa sepi. Ia berpikir, bahwa ia membutuhkan seorang generasi penerus, yang akan menjadi pewaris kesaktiannya. Maka mulailah ia memohon kepada Sang Penguasa Jagad agar diperbolehkan memiliki seorang anak. Ia memohon secara khusyuk agar kabul khajad e. Tepat 9 bulan bulan 10 hari, ia membuka matanya mendengar suara tangis yang keras dan berisik. Ternyata di depan pondok pertapaannya ada sepasang bayi kembar dampit. Bayi yang satu, seorang bayi laki – laki besar, kekar luar biasa. Sedangkan bayi satunya seorang bayi wanita putih bermata sipit dan mungil. Dalam hatinya, Ki Joko merasa bahwa kelak bayi wanita ini akan cerewet luar biasa, karena tangisnya saja sekarang sudah memekakkan telinga.

Ki Jokondo-kondo Senengane Mangku Wanito, girang bukan kepalang. Permohonannya dikabulkan. Diambilnya bayi kembar dampit itu penuh kasih sayang. Katanya,
“Hai, selamat datang anakku. Engkau akan menjadi pewarisku kelak. Jadikanlah bukit ini suatu sekolah yang besar. Sekolah ini akan mencetak orang – orang yang cerdas dan hebat.”  Ki Joko bahagia sekali. Dipandanginya bayi kembar dampitnya itu. Lalu ia berkata lagi,
“ Baiklah, aku akan menamaimu Dimas Buto Senengane Ngligo (Dimas Buto yang suka gak pake baju kepanasan) dan Cik Lani Senengange Menek Dingklik (Cik Lani yang suka naik dingklik-kursi kecil). Hiduplah rukun dan damai, penuh kasih sayang agar dunia sentosa. Kelak jika waktunya tiba seluruh ilmuku akan kuwariskan pada kalian.

Hari berganti hari, bulan berganti bulan, tahun berganti tahun. Sang kembar dampit ini bertambah besar. Tapi hal ini tidak membuat ki Joko bahagia. Hatinya gundah gulana merana nelangsa, karena si kembar suka bertengkar. Mereka selalu saja berebut. Dimas Buto yang tinggi besar sering tidak mau mengalah dengan Cik Lani yang mungil. Mereka sering terlihat seperti tarik menarik dan saling pukul. Bukit tempat ki Joko tinggal, yang dulunya tenang damai, sekarang menjadi berisik riuh ramai.

Dalam kegundahannya, Ki Joko duduk dibawah pohon durian di sebelah rumah milik sahabatnya Om Handoko Doyan Mlaku-mlaku Mlebu Metu Alas Duku (Om Handoko suka jalan – jalan keluar masuk hutan duku).  Saking asiknya melamun, Ki Joko tertidur. Dia bermimpi dan mendapat wangsit. Dalam wangsitnya itu, dikatakan bahwa Dimas Buto dan Cik Lani akan hidup rukun dan akan terpisah (tidak dampit lagi) setelah mereka makan UK BO.

Tiba – tiba gubrakkkkkkkkkkkkkkkk. Ternyata ada durian jatuh. Om Han sampai keluar pondoknya melihat asal suara. Ki Joko pun kaget bukan kepalang. Dia terbangun dari mimpinya. Om Han menemui sahabatnya itu dan menanyakan keadaannya. Ia khawatir Ki Joko babak belur kejatuhan durian. Ternyata Ki Joko baik – baik saja. Hanya sedikit kaget. Ki Joko malah bercerita ngalor ngidul tentang wangsit yang diterimanya. Om Han mengangguk – angguk sambil menikmati durian kesukaannya yang jatuh dari pohon di pekarangannya itu. Om Han berkata,
"Wah maaf Ki, aku tak tahu apa itu UK BO."

Ki Joko akhirnya pulang ke rumahnya, setelah menikmati durian bersama sahabatnya tadi. Ia berpikir keras dan bertekad untuk mendapatkan UK BO untuk kembar dampitnya itu.  Mulailah ia berjalan mencari UK Bo ke seluruh bukit dan sekitarnya. Dia tak peduli panas matahari menyengat dirinya. Sampai ia tiba di sebuah sawah yang hijau. Dilihatnya disana, seorang wanita tengah berfoto – ria bersama suaminya. Narsis benar wanita ini, batinnya. Lalu didekatinya wanita itu dan suaminya. Sayang si suami kelihatan terburu – buru pergi. Tak apalah, biar kutemui wanita itu saja.

“Selamat siang Diajeng,” sapa Ki Joko ramah. Wanita itu berpaling mencari suara yang menyapanya.
“Selamat siang, Aki, ada yang bisa saya bantu” tanya wanita itu.
“Kenalkan nama saya Ayla Suka Berfotoria di Mayapada. Kalau Bapak, siapa?” lanjut wanita itu.
Ki Joko memperkenalkan dirinya.

Entah mengapa Diajeng Ayla dan Ki Joko cepat menjadi akrab. Lalu Ki Joko menceritakan maksud dan tujuannya, dan hingga kakinya sampai mempertemukan mereka di sawah itu. Lalu lanjut Ki Joko,
“Diajeng, tahu apa itu UK BO?” Diajeng Ayla tertawa terbahak – bahak sampai keluar airmata.
“Oh ya, saya tahu Ki. Ibu saya pernah bercerita, kalau saudara suka bertengkar diberi UK BO akan rukun kembali,” sahutnya.

Ki Joko menjawab,”Tapi UK BO itu apa to, Jeng?”

“UK BO itu adalah bagian rahasia milik kerbau, Ki,” jawab Diajeng Ayla masih tertawa geli. “Baiklah nanti Ki Joko saya antar ke pasar, ke tempat teman saya yang jual daging ya,” lanjut Diajeng Ayla sambil menyeka airmata. “Mari Ki, saya antar,” ajak Ayla.

Berdua mereka menuju ke  pasar yang jaraknya cukup lumayan. Di jalan mereka bercerita ngalor ngidul, sampai tiba – tiba ada jip berhenti. Ternyata itu teman Diajeng Ayla, Kang Anoewnya Panjang Bukan Kepalang Bisa Untuk Dibuat Talang. Diajeng Ayla menyetop Jip itu, lalu katanya, ”He Kang Anoew, antar saya ke pasar ya. Tapi sebelumnya saya mbok di poto didepan jip ini buat kenang-kenangan.” Seperti mendapat durian runtuh ternyata kang Anoew bukan cuma setuju menjepret Diajeng Ayla yang narsis abis ini, tapi dia juga ngajak Jeng Ayla off road sebentar, sebelum ke pasar. Ki Joko Cuma bisa plonga plongo.

Akhirnya sampailah mereka di pasar. Di pasar, Jeng Ayla langsung menuju ke tukang daging langganannnya. Namanya Yu Dewi Cilik Methikil Penjual Kikil. Diajeng Ayla menyampaikan maksud kedatangannya bersama ki Joko. Yu Dewi malah ngowoh (=ternganga)  mendengar maksud dan tujuan Diajeng Ayla dan Ki Joko. Pikiran ngeresnya berkelana. Lalu kata Yu Dewi,
“Jeng Ayla, saya memang punya kebo, tapi saya tidak jual daging kebo, je. Kebo saya Cuma buat mbajak sawah. Lha nanti kalau diambil itunya doang, apa ngga kasihan, terus motongnya pake apa? Melas men, keboku. Mengko njur pipis e piye? “ tanya Yu Dewi dengan logat Jawanya yang medhok.

Ki Joko dan Diajeng Ayla saling berpandangan. Terlihat wajah Ki Joko sedih dan putus asa. Terbayang di matanya, Dimas Buto dan Cik Lani sedang saling lempar dingklik dan bertabuh panci. Diajeng Ayla tak tega melihat wajah Ki Joko yang memel. Lalu ia menghibur Ki Joko,
“Nanti kita cari lagi ke tempat lain ya Ki, jangan sedih.”

Bersambung
Cerita ini adalah cerita nyata. Semua tokoh ada di rumah Baltyra yang penduduknya hampir kenthir semua. Yang waras bisa dihitung dengan jari….

21 Oktober 2011

read more

Rabu, 19 Oktober 2011

Kemandulan di Mata Gereja - Sebuah Kegelisahan

Rabu, 19 Oktober 2011
0 komentar

Tulisan ini berawal dari status Romo Apolonius Basuki yang sambil bercanda beliau bercerita seorang kakek yang ingin menikah, tetapi terganjal oleh aturan gereja karena burungnya sudah tak bisa terbang lagi. Dan secara iseng pula saya menanggapinya dengan sedikit serius.
“Romo, berarti gereja sudah melanggar HAM,” demikian tulisku. Romo Apolonius Basuki pun secara berkelakar menjawab, “Ia meita biar si kakek mengasuh cucunya saja.”

Ternyata tanggapan isengku itu menjadi sebuah kegelisahan, yang ujung-ujungnya menggerakkan jariku untuk menuliskannya menjadi sebuah catatan.

Tanpa berniat mengguggat suatu ketaatan, aku terus bertanya-tanya dalam hati, mengapa gereja menurutku melanggar hak asasi manusia yang saling mencintai dengan dalih suatu aturan yang sudah berlangsung berabad-abad. Cukup dimengerti bahwa Gereja cukup dipusingkan dengan angka perceraian dan permasalahan rumah tangga yang disebabkan oleh masalah ranjang. Rumit memang!

Masalah ranjang seringkali menjadi keluhan sepanjang segala abad. Walaupun saya bicara tanpa data, tetapi membaca cerita, berita juga kolom konsultasi seks di media, cukuplah bagi saya mengerti bahwa ranjang adalah faktor penting walau bukan yang terpenting. Berawal dari ranjang mampu membuat manusia kehilangan kata, harta, saudara sampai hati nuraninya. Namun, buat saya itu bukan berarti kita bisa mengabaikan hak asasi manusia yang saling mencinta. Cinta yang tak bisa diukur di ranjang saja.

Banyak sekali contoh kehidupan yang bahagia dengan cinta tanpa direcoki urusan ranjang. Dan mereka berhak untuk itu. Apakah jika seseorang mandul berarti kehilangan hak nya untuk membangun rumah tangga? Mencintai dan dicintai. Bukankah ada banyak solusi dan komitmen yang bisa dibuat? Bagi saya mencintai adalah hak setiap manusia, dan berumah tangga adalah kerinduan setiap insan yang saling mencinta. Bukankah dengan menghalangi hak mereka membangun rumah tangga berarti justru member peluang bagi mereka untuk berzina? Toh tak ada siapa pun yang terluka dan dirugikan oleh sepasang kekasih yang mungkin salah satunya terkendala masalah kemandulan.

Semoga gereja mau terbuka dan memahami sebuah rasa dan kebutuhan orang yang saling mencinta dalam kendala mereka masing – masing.

Semoga…..
17 Oktober 2011


read more

Rabu, 12 Oktober 2011

Kemarahan Dalam Keserakahan

Rabu, 12 Oktober 2011
0 komentar

Note : Tulisan ini sudah ku tulis ulang sampai 3 kali, untuk mendapat kalimat – kalimat yang benar – benar tepat. Ini dikarenakan saat menulis aku dipenuhi rasa marah dan jengkel yang luar biasa. Semoga setelah membaca tulisanku ini, anda pun akan memikirkan apa yang akan kita lakukan agar tidak berhenti menjadi suatu wacana saja. Terimakasih.

Whuihhhhh…begitulah ucapku sambil bergidik jijik menonton tayangan investigasi di sebuah stasiun televisi yang menampilkan acara  penelusuran berbagai trik dan kecurangan yang dilakukan para pedagang demi mendapatkan keuntungan besar tanpa mempedulikan keselamatan dan kesehatan pembelinya.  Aku merasa ini sudah bukan lagi sekedar masalah kemiskinan tapi juga menyangkut keserakahan dan tindak kriminal. Kompleks sekali memang!

Bagaimana perasaan ini tidak serasa diaduk – aduk, jika berbagai zat adiktif berbahaya ternyata menjadi unsur bahan makanan/jajanan anak – anak kita sehari-hari. Bakso dan mie berbahan boraks dan formalin yang merupakan pengawet jenasah yang dapat mengakibatkan kerusakan organ tubuh ternyata kita konsumsi (mungkin) hampir setiap hari. Juga kaporit dan pewarna cat dalam susu kedelai. Kaporit ternyata selain berfungsi sebagai pemutih, juga berfungsi sebagai pengawet. Sehingga susu kedelai yang seharusnya hanya tahan satu hari saja, mampu bertahan berhari – hari dengan proses daur ulang dan peningkatan konsentrat kaporitnya. Belum lagi ditambah zat pewarna cat tembok. Entahlah apa jadinya tubuh kita jika zat – zat yang semestinya tidak diperuntukkan untuk tubuh kita ternyata kita konsumsi sehari – hari. Masih banyak lagi zat berbahaya seperti Rhodamin untuk pewarna permen atau makanan ringan lainnya. Memang sebenarnya pemerintah sudah melarang penggunaan bahan – bahan tersebut sebagai bahan makanan dalam suatu peraturan pemerintah dan SK menteri kesehatan. Tapi kupikir itu belum cukup jika tidak ada pantauan terpadu dengan dinas terkait, kepolisian misalnya.

Dan yang paling mencengangkan dan sangat membuatku marah adalah tayangan berikut ini :
Anak – anak kita tentu sangat gemar dengan sajian ayam goreng krispy. Dalam tayangan hari itu kita diajak melihat bagaimana proses pengolahan ayam goreng krispy (yang mungkin saja juga bukan berasal dari ayam segar alias tiren - mati kemaren, dibasuh dengan kaporit dan pewarna serta bumbu yang tidak semestinya, kalo ini sih cuma asumsi aku saja, karena sudah terlanjur paranoid)  setelah dibumbui lalu dicelupkan tepung. Saat membuat tepung itulah dimulai adegan yang mencengangkan, karena ternyata untuk mendapatkan rasa yang krispy maka tepung di campur plastik. Dan tahukah anda darimana plastik itu berasal? Si penulusur diajak ke suatu tempat, yang ternyata adalah tempat pembuangan akhir (TPA). Cukup sampai disitukah adegan dramatisnya??? Tidakkkk!!!! Karena ternyata plastik yang diambil dari TPA itu tidak dicuci, hanya dikumpulkan sebelum akhirnya digoreng untuk mendapatkan tepung ayam yang krispy.

Segera saja perut dan perasaanku campur aduk. Mual marah bercampur jadi satu. Berkali – kali aku berteriak, Ya Tuhan, ya Tuhan, oh My God, no!!!!!! Hal inilah yang menggerakkan aku untuk berbagi perasaan marah dan mencari solusi, agar anak – anak kita dan juga orang yang tidak mengerti tidak menjadi korban. Karena menurutku, tayangan ini sudah berlangsung bertahun-tahun. Jika dalam 1 tahun ada 52 minggu, dan kita anggap tayangan ini sudah berlangsung selama 3 tahun, maka kurang lebih sudah ada kira-kira 150 trik kecurangan yang tidak berperikeprodusenan ini di tayangkan. Dan mengapa pemerintah seolah tutup mata dengan hal yang sudah kuanggap sebagai tindak kriminal? Bahkan mungkin lebih tepat lagi kuanggap sebagai pembunuhan berencana tanpa punya target korban yang jelas. Ekstrem memang mungkin, pernyataanku itu. Tapi apakah kata yang tepat untuk tindakan yang dilakukan para pedagang serakah itu??????

Sudahkah pemerintah merancang sanksi untuk pelaku tindak kejahatan ini, juga bagi mereka yang mengetahui tindak kejahatan ini tapi tidak melaporkan pada polisi. Apa bedanya para pedagang serakah ini dengan pengedar narkoba yang sudah mengorbankan kesehatan orang lain demi keuntungan diri sendiri? Hufffffffffffffftttt sesak nafasku jika mengingat ini. Yang lebih mengerikan lagi, jangan – jangan tayangan ini seperti kursus gratis buat para pedagang yang belum tahu. Lalu, apakah larangan untuk tidak jajan sembarangan pada anak – anak kita cukup menjadi solusi? Bagaimana nasib mereka yang hanya punya uang pas-pasan dan tidak ada waktu untuk memasak karena sibuk mencari uang?????

Untuk itu marilah kita pikirkan bersama, semoga tulisanku ini menggerakkan orang – orang pandai dan punya akses, agar lebih memperhatikan Higienitas dan kelayakan konsumsi makanan, juga hak kita sebagai konsumen untuk mendapatkan perlindungan makanan yang aman dan layak untuk dikonsumsi. Paling tidak, anda yang membaca tulisanku waspada untuk tidak membeli makanan sembarangan. Semoga!

Semarang 11.10.2011


read more

Rabu, 05 Oktober 2011

Aku Malu

Rabu, 05 Oktober 2011
0 komentar


Aku malu….
.....Karena aku selalu bercerita tentang cinta
Tapi aku selalu gagal memaafkan bahkan orang yang pernah kucinta

Aku Malu
…..Karena aku selalu berceloteh tentang keadilan
Tetapi aku tak ingin berbagi sekalipun itu pada saudara sedaging

Aku malu
…..Karena aku selalu berdiskusi tentang  carut marut dunia
Tetapi aku tak mampu memberi solusi

Aku malu
…..Karena ternyata aku cuma bisa berteriak
Tapi enggan mendengar dan berpikir menelaah yang terjadi

Aku malu…
…..Karena malaikat itu mengikutiku sambil membawa cermin di mukaku

Ingin kuusir dia agar aku leluasa bicara dan menuntut,
tapi ia hanya tersenyum terbang meninggalkan ku
Untuk kembali esok ketika aku bertingkah lagi
Ah…..

read more

Perubahan Muatan Kurikulum Di Indonesia (Sebuah Harapan)

0 komentar

Mataku menelusuri kalimat demi kalimat dalam sebuah berita tentang Pendidikan. Hal yang pernah dan mungkin bisa dikatakan sampai saat ini masih kugeluti. Carut marut pendidikan di Indonesia yang sungguh menjadi keprihatinanku dalam ketidakberdayaanku harus melakukan apa. Jikapun aku protes aku tak bisa memberikan solusi dan menuntut apa karena keterbatasan pengetahuanku tentang pendidikan dan kurikulumnya.

Kubaca lagi berulang – ulang judul berita itu. “Dinas Pendidikan Melarang PAUD dan TK mengajar Calistung”. Dalam benakku dan mungkin benak para ibu dan juga pelaku pendidikan lainnya bertanya-tanya, bagaimana mungkin CALISTUNG tidak boleh diajarkan di pendidikan pra sekolah, sementara kurikulum SD kelas satu sudah begitu gemuk dan penuh dengan hapalan sampah????

Lalu kuletakkan Koran itu dan kubuka laptop ku untuk sekedar mencari referensi tentang pendidikan. Aku berselancar ke website Ayah Edi yang juga menggeluti dunia pendidikan. Dalam salah satu artikelnya yang berjudul Sekolah Beo, Ayah Edi mengatakan bahwa di Negara – Negara maju Calistung baru diajarkan di kelas tiga SD. Artinya di tingkat sebelumnya siswa hanya bermain dan mengasah kreatifitas dan motoriknya saja. Lalu aku teringat sebuah tayangan televisi tentang suatu perlombaan ketrampilan ala Jepang. Saat host memberikan pertanyaan perkalian, para peserta yang sudah berumur sekalipun terlihat kesulitan menjawab dengan cepat. Ini tentu sangat berbeda dengan siswa Indonesia yang dituntut hafal perkalian mulai kelas 2 SD. Simak jawaban sang peserta saat ditanya mengapa sulit menjawab soal perkalian, “Buat apa ada kalkulator kalau kita harus menghafal perkalian saja.” Hemmmmm betul juga ya! Kalau bisa dipermudah mengapa dipersulit?

Kulanjutkan membaca artikel Ayah Edi dengan seksama. Dikatakan dalam artikel tersebut, menurut penelitian ilmiah anak usia dini baru bisa memfokuskan organ visualnya pada obyek tiga dimensi. Dan jika dipaksakan untuk belajar CALISTUNG, maka ia akan mengalami gangguan visual lebih dini. Masih dalam artikel itu dikatakan, kemampuan seseorang dibagi menjadi tiga, yaitu kemampuan kreatif, nalar dan terakhir adalah mengingat. Kemampuan mengingata adalah merupakan pelengkap dan alami. Sisanya adalah merupakan kemampuan yang utama yang akan membantu seseorang untuk mencapai sukses di kehidupannya kelak. Kesuksesan seseorang sangat dipengaruhi oleh kreatifitas dan nalarnya daripada daya ingat saja.

Seringkali saya merasa dongkol, menghadapi guru yang mematikan kreatifitas anak. Ketika memberi ulangan anak, jawaban harus sama dengan catatan yang diberikan. Jika anak menjawab benar sesuai dengan bahasa anak  - anak dan kreatifitasnya, tapi tidak sama dengan catatan, maka, tiada ampun disalahkan, dengan dalih tidak sesuai catatan. Sungguh ironis dan menyedihkan.

Saya jadi teringat celotehan seorang teman, bahwa sekolah adalah justru merupakan institusi yang paling tidak mendidik. Tak heran jika mentalitas bangsa kita ini semakin merosot. Bagaimana tidak jika untuk berpakaian dan menjawab soal pun kita sudah diseragamkan. Juga pelajaran agama/religiusitas dan bidang studi yang mengasah ketrampilan justru mendapat jam paling sedikit. Dan sebaliknya, mata pelajaran penuh hafalan sampah mendapatkan jam yang banyak.  Saya cukup terkejut menyadari pelajaran yang saya pelajari dulu di kelas lima ternyatasekarang sudah diterima anak kelas 3 SD. Huffffftttt mengerikan! Lalu untuk apa dan kepentingannya apa anak SD kelas 3 sudah diajari hal – hal yang cukup berat itu.

Sedih rasanya melihat anak – anak sekarang kehilangan waktu bermain. Jam belajar mereka seperti jam kerja orang tua mereka bahkan lebih. Tak heran anak – anak sekarang kehilangan kreatifitas dan keceriaan mereka. Banyak anak mudah stress, manja dan tidak tangguh.
Dari seluruh keluhan saya diatas, saya hanya bisa berharap adanya perombakan muatan kurikulum di Indonesia. Saya kira pengutamaan kreatifitas sangat penting agar jumlah pengangguran dapat dikurangi.  Diharapkan dengan kreatifitas yang terus menerus diasah kita dapat menciptakan lapangan kerja sendiri.

Selain itu penanaman  religiusitas yang memadai agar angka korupsi dan terorisme dapat ditekan kalau memang tidak bisa dihilangkan. Hafalan – hafalan sampah tak perlu diajarkan dan masih banyak lagi harapan – harapan yang tak bisa diungkapkan dengan kata – kata.

Semoga ada ahli pendidikan yang mau menyumbangkan pikirannya dan kita juga mau belajar dari negara – negara maju atas keberhasilan pendidikan di Negara mereka. Saya juga berharap pemerintah merubah Kurikulum yang ada menjadi suatu kurikulum yang cerdas dan berkesinambungan, bukan kurikulum yang setiap ganti kabinet juga mengganti kurikulumnya. Cukuplah sudah rakyat menjadi korban dari sebuah kepentingan…..Semoga!!!!

Semarang 4 Oktober 2011

read more

Jumat, 30 September 2011

Memilih - Renungan Sebungkus Roti

Jumat, 30 September 2011
0 komentar

Sering aku mendengar kata bijak : Hidup adalah pilihan. Kalimat bijak itu menjadi nafas bagi peziarahan kita. Dalam setiap langkah dan perbuatan sehari - hari, kita selalu dihadapkan pada suatu pilihan. Kadang - kadang pilihan bukan cuma menyangkut benar atau salah, tetapi juga tentang berbagai macam pertimbangan, dari keuntungan pribadi, kepraktisan, kenyamanan dan egoisme, sampai pada berbagi/kerelaan menderita untuk kepentingan yang lebih besar. (Daftar ini bisa anda tambahkan sendiri sesuai dengan pengalaman hidup masing-masing). Bukan cuma itu saja, tapi juga menyangkut pandangan hidup dan doktrin yang masuk dalam jiwa. Doktrin dan pandangan hidup ini bisa menjadi racun, garam, pemanis ataupun penyedap rasa dalam hidup kita masing-masing



Renungan ini muncul, minggu kemarin, saat usai acara misa mendoakan kedua orang tuaku di rumahku. Saat beberes, aku melihat sebuah bungkusan hitam. Curiga isinya, kubuka saja bungkusan itu. Ternyata ada sebungkus roti panggang. Melihat roti panggang yang menggiurkan, terjadi perang batin di hatiku. Di satu sisi, sejak kecil aku diajar oleh kedua orang tuaku, juga dari etika yang kupelajari, mengambil barang yang bukan miliknya adalah tindakan yang tidak terpuji. Tapi roti panggang itu sungguh menggodaku, lagipula, pikirku, tak mungkinlah orang yang meninggalkan roti itu, kembali hanya untuk mengambilnya. Pasti dia malu.



Peperangan dua kubu terus berkecamuk di benakku. Alam bawah sadarku yang telah dipenuhi doktrin dan ajaran- ajaran kebaikan bertabrakan dengan akal sehatku. Kupikir kalau kubiarkan roti panggang itu diambil oleh pemiliknya, pasti nasibnya akan sia - sia dan tak berguna karena aku yakin si pemilik tak mungkin kembali. Tetapi kalau roti itu kumakan, dia sangat berguna bagiku dan pasti membuatku kenyang.



Ya moralitas dan etika, bertabrakan dengan kepentingan he he he....Ternyata berat juga menentukan suatu pilihan. Pikiran ini membawaku pada peristiwa berbagai pengeboman akhir - akhir ini. (Ha ha ha.. dari roti panggang sampai ke bom, sungguh pikiran yang sangat liar, tapi memang itulah yang ada di benakku). Di berbagai tayangan televisi juga berita-berita di koran, dilukiskan betapa para pelaku pengeboman itu dilanda kegelisahan yang sangat, saat menentukan akhir pilihan hidupnya. Terlihat mondar - mandir, gelisah dan masih banyak ciri orang yang kebingungan menentukan pilihan.



Salahkah mereka, karena akhirnya memilih melakukan apa yang mereka yakini benar? Entahlah aku tak berani menghakimi, karena urusan salah benar, dosa dan suci, adalah otoritas Sang Hakim yang adil. Tapi sebagai orang beriman dari agama apapun, membuat orang lain menderita bukan hal yang bijak, itu pasti.



Lalu aku sampai pada kesimpulan yang mungkin salah menurut anda, tak apa karena saya juga masih belajar merefleksikan suatu peristiwa.



Pertama, seringkali kita menghakimi seseorang karena pilihan hidupnya. Padahal dibalik sebuah pilihan ada berbagai faktor yang ternyata cukup rumit untuk dimengerti. Dan kemungkinan jika kita berada dalam situasi, kondisi dan posisi yang sama kita juga akan melakukan hal yang sama. Who knows?????



Kedua, Berdasarkan pengalaman sebungkus roti panggangku, ternyata untuk memilih, kita harus punya suatu wawasan, kecerdikan, hati yang tulus dan pikiran yang jernih ( yang mau nambah daftar nya lagi boleh juga). Ha ha ha ha... benar kan. Kalau tidak pasti roti panggangku sudah membusuk tersimpan tanpa tersentuh. Padahal saat kumakan..... wow rasanya sungguh leker dan yang pasti membuat perutku kenyang.



Pengeboman dan sebungkus roti panggang adalah dua hal yang berbeda tentu. Pengeboman jelas merugikan orang lain, membuat orang lain menderita dan masih banyak lagi daftar dosa para pengebom itu. Sedangkan roti panggang yang akhirnya kumakan itu hanya membuat pemiliknya kecewa karena sudah pasti masuk ke perutku.... he he he.



Tapi aku cuma mau berkata pada diriku sendiri supaya tidak mudah menghakimi orang lain, walau juga tidak membenarkan tindakan yang dipilih sang bomber.



Ideologi dan doktrin yang ditanamkan kepada kita seringkali menyesatkan. Tapi, Tuhan sudah menitipkan alarm kebaikanNya di hati kita masing - masing.



Untuk itu selamat memilih........









Terimakasih sudah membaca renungan dan tulisanku yang norak ini..... salam cerdas dan tulus!

Terimakasih juga buat sebungkus roti panggang yang membawaku supaya tidak mudah menghakimi orang lain

read more

Rabu, 28 September 2011

Berisikkkkk!!!!!

Rabu, 28 September 2011
0 komentar
Berisikkkkk!!!!!

Suaramu sungguh berisik

Menggumam bagai lebah terusik



Berisikkkkk!!!!!

Tak bisakah kau jeda

Renungkan peristiwa dalam ketenangan jiwa????



Berisikkkkk!!!!!

Mengapa tak lelah berbantah

Mencari celah salah?????



Berisikkkkk!!!!

Diamlah....biarkan hening damaikan rasa

.............biarkan waktu menjawab tanya

.............biarkan bening pikir sucikan duga



Dan akhirnya .....

Biarkan cinta satukan kita

Jembatani beda

Ikatkan bhineka menjadi Ika.....

INDONESIA





Saat menonton tayangan penuh caci, iri dan dengki

Yang mengasah kebencian menjadi sebuah kejahatan

28 September 2011

read more

Doa Untuk Para Imam (Sahabat - Sahabatku)

0 komentar
Tuhanku,
Pandanglah hamba - hambaMu
Yang telah bersujud di altar suci
Mempersembahkan diri dalam kudus hadiratMu

Dengarlah nyayian sepi jiwa mereka
Timbanglah kelemahan yang merana
Dalam peziarahan sunyi nan gulita

Dekaplah mereka dalam rindu Sang Kekasih
.................... dalam rasa yang merintih
.................... dalam getir cibir yang kian perih
.................... dalam asa yang terpenggal pedih

Janganlah biarkan mereka tersungkur
Dalam kelemahan dosa
Jangan pula biarkan tangan berkat mereka
Menjamah domba - domba dalam noda
Jangan! Jangan! Jangan biarkan iblis tertawa bahagia

Biarlah.....
Kurban sungguh menjadi sempurna
Didalam kelemahan dan remuknya jiwa mereka

Tuhanku....
Kuatkan mereka selalu....



Dalam sebuah renungan
Pengorbanan para gembala tercinta dalam peziarahan di dunia
Semarang 27.09.11  23:24

read more

Selasa, 27 September 2011

Menangislah Bersamaku Tuhan

Selasa, 27 September 2011
0 komentar

Menangislah bersamaku, Tuhan
Karena tangisku tak cukup buat mereka mengerti
Akan jahatnya sebuah kebencian
Menangislah bersamaku, Tuhan
Karena airmata ini tak cukup buat mereka tahu
Betapa bodohnya sebuah keangkuhan semu
Menangislah bersamaku, Tuhan
Karena dendam laknat tak pernah mati
Walau korban telah dipersembahkan di altar suci
Menangislah bersamaku Tuhan
Untuk kematian HATI NURANI
Tangis tanpa suara buat korban bom Gereja GBIS Kepunton Solo
27.09.11

read more

Selasa, 20 September 2011

Menikmati Secangkir Teh Rindu

Selasa, 20 September 2011
0 komentar
Cintaaaa ...

Pagi tadi aku hidangkan secangkir teh dan capuccino di meja kita...



Meski engkau sedang tak berada di sisiku.

Tapi seperti biasa tetap kusajikan disana...



Berharap hati kita tetap saling bicara

Tentang segala keluh dan canda

Tentang sepi dan rindu yg membara



Cintaaaa..,

Cepatlah pulang....

Disini ada cerita yang ingin kubagikan untukmu...

Ada senyum dan tawa yang menanti untuk kita sunggingkan bersama.,



Aku mau esok, capuccino yang terhidang disana sudah di hirup pemiliknya



Cintaaaa...

Secangkir teh

yang kunikmati bersama tatapan rindumu dalam angan ini

Makin membuat tehku terasa nikmat dan hangat saja....



Ah....

Teh bertabur rindu ternyata nikmat juga..

read more

Sabtu, 17 September 2011

Tragedi Kemiskinan

Sabtu, 17 September 2011
0 komentar
Membaca koran seperti menelusuri jejak kemiskinan harta, juga iman.

Seperti halnya pagi ini. Setelah anak - anak berangkat sekolah, aku membaca koran. Mataku tertuju pada sebuah judul. "Seorang napi bunuh diri, gara - gara hutang."

Segera saja pikiranku berimajinasi. Aku membayangkan diriku berada pada posisi napi tersebut. Ia tersangkut beberapa kasus penipuan, bukan saja saat ia berada diluar penjara, tapi juga saat dia sudah berada dalam penjara. Ya, kasus penipuan selalu saja erat kaitan nya dengan kemiskinan.

Aku masuk ke dalam pikiran napi itu. Kubayangkan saat aku ingin menyenangkan hati orang yang kucintai, tapi apa daya tak ada biaya. Ditambah lagi iman yg tak pernah diajarkan dan diteladankan orangtua. Salah siapakah? Entahlah, tak berani aku menghakimi.

Kulanjutkan lagi membaca berita yang lain. "Seorang Ibu penderita kista tak bisa operasi karena biaya."

Padahal tumor nya seberat +/- 20kg. Ditambah lagi ia juga merawat suaminya yang sakit stroke. Untuk mencukupi kebutuhan hidupnya ia hanya berjualan di rumahnya. Itu pun para pembeli mengambil sendiri kebutuhan mereka karena keterbatasan gerak si ibu. Dia pun hanya mengandalkan tetangga yang baik hati untuk membeli barang yang hendak dijualnya.

Aku terpekur...
Ah kemiskinan...
Mengapa aku tak berbuat apa - apa. ?
Apa yang bisa kulakukan?
Benarkah Tuhan itu kejam?
Ataukah kita saja yang tak memahami kehendakNya?
Kubiarkan hati kecilku bertarung.

Kututup koranku dan kuhela nafas panjang .
Ah ....

Smg 12.09.11
Suka · · Bagikan · Hapus

read more

Simfoni Luka Berbalut Ha Ha Ha Ha

0 komentar
Cintaaaa ....
Simfoni musim semi kita telah lewat
Dan hari - hari belakangan ini sudah menjadi simfoni luka berbalut ha ha ha ha

Mengertikah engkau Cintaaaa
Dalam ketidakmengertianku memyenandungkan simfoni baru kita.,
Dalam kebingunganku melagukan nya sambil menahan perihnya luka,
Aku tetap mampu tertawa ha ha ha ha....

Tak apa, karena aku selalu berusaha,
Berdiri di bawah payung merah kita,
Menanti tanganmu menggamitku
Lalu kita akan berlari lagi ke pematang
Menunggu hujan datang

Dan kemudian di bawah daun pisang,
Kita akan bercengkerama
Menyamakan nada - nada simfoni luka ini,
Lalu kita dendangkan bersama sambil saling bertukar rindu dalam tatapan mata,
Juga dalam serpihan luka ...

Ah....
Simfoni luka berbalut ha ha ha ha
Semoga aku masih mampu menyenandungkannya ...
Dengan ria ...

Semarang 13.09.11

read more

Arti Sebuah Pengorbanan

0 komentar
Dalam sebuah koran beberapa hari yang lalu, aku membaca berita tentang seorang tukang becak yg berhasil menyekolahkan anaknya hingga menjadi seorang dokter dari UGM.

Di balik kesuksesan itu pasti ada pengorbanan yang mengharukan. Simak saja ketiga kakak sang dokter yang rela tidak meneruskan sekolah demi kesuksesan adiknya. Kakak yang pertama seorang pemulung, yg ke dua, tukang parkir dan yang ketiga bertransmigrasi keluar jawa.

Pengorbanan selalu berbuah manis. Walau diawal selalu terasa pahit tetapi dampak dari pengorbanan itu sungguh luar biasa.

Seringkali aku mengagumi tayangan televisi yang mengangkat tentang perjuangan orang - orang kecil. Tak terbayangkan seandainya para nelayan merasa bahwa ia sudah bertaruh nyawa, lalu menjual tangkapan nya dengan harga mahal. Oh ., bisa-bisa aku tak bisa menikmati enaknya udang n kepiting.

Juga jika melihat proses pembuatan permata. Dari mencari batu, dimana para pencarinya selalu di intai maut, sampai diolah menjadi permata yang indah dan dijual dengan harga fantastis! Ah., sedihnya ketika mengetahui bahwa hasil yg diperoleh pencari batu itu tak cukup buat makan keluarga sehari. Hmmm padahal harga permata jika diberikan pada pencari batu itu cukup untuk makan mereka berbulan - bulan.

Ya! Ironis memang. Tapi itulah harga sebuah pengorbanan. Menjadi kecil/miskin untuk kemuliaan/kebahagiaan orang lain.

Pesta salib suci, kemenangan sebuah pengorbanan.
Secara khusus aku berterimakasih untuk semua saja yang pernah berkorban untuk ku. Doaku untuk kalian
14.09.11

read more

Lima Belas September

0 komentar
Lima belas September 52 tahun yang lalu, saat Tuhan mengukir dan memahatmu, untuk menghadiahkannya padaku 31 tahun kemudian.

Hadiah terindah yang kuterima sepanjang hidupku.
Hadiah yang hidup dan menghidupkan bagi peziarahanku.

Terimakasih sudah menemaniku dalam perjalanan kita,
Dalam terik matahari atau dalam semilir angin
Mari kita bergandengan tangan dengan senyum ceria
Meski kadang langkah terasa berat
dan senyum terasa getir

Tapi Dia yang mengasihi kita
Telah menyediakan nirwana bahagia...

Selamat ulang tahun sayang,
sehat, sejahtera dan bahagia
Doa dan cintaku menyertaimu ... Selalu

read more

Kenikmatan dalam sepiring nasi, sesendok sambal dan segenggam kerupuk

0 komentar
Pagi ini seperti biasa setelah anak - anak berangkat sekolah dan suami berangkat kerja kulewatkan pagi dengan membaca koran, membuka facebook membaca, dari kisah dan renungan inspiratif sampai celoteh dan canda riang bersama teman-teman. Atau sekedar berselancar informasi dan bertamasya imajinatif. Tak ada satu pekerjaan rumah tangga yang kukerjakan, karena itu telah menjadi daerah kekuasaan bibi yang sudah mengabdi padaku 20 tahun. Jika aku berusaha mengerjakan pekerjaan rumah tangga, tak urung dia selalu mengulanginya. Misal ku sapu kamarku, maka beberapa jam kemudian akan disapunya kembali kamar itu.

Kunikmati saja kemalasanku. Mungkin ini waktuku beristirahat dan bersantai setelah dulu semasa anak - anak masih kecil, aku banting tulang, kerja lembur bahkan pernah hingga jam 12 malam baru pulang dan setir sendiri dalam kegelapan malam.

Hufttt ... Malas juga keluar rumah, sekedar berkunjung ke rumah teman atau mejeng di mall. Aku tak suka melakukan kegiatan-kegiatan itu.

Sambil menunggu waktu siang, sebelum berangkat ke tempat kerjaku, aku hanya menulis, membaca atau sekedar merawat tubuh. Ha ha ha ku pikir nikmat sekali hidupku saat ini.

Sampai tiba alarm di perutku berbunyi. Kubuka tudung saji di meja makan. Tak ada apa - apa. Hanya ada nasi di magic jar dan kerupuk di stoples. Lalu kubuka lemari es. Ada banyak lauk disana. Tapi aku malas mengolahnya, karena aku tak pandai memasak (kalo ini sih alasan saja memelihara kemalasan he he)

Mungkin bibi tahu gelagatku yang lapar. Lalu dia membuat sambal. Kemudian bertanya apakah aku mau di gorengkan telur. Kujawab tak perlu.

Mungkin banyak orang yang merasa nelangsa karena makan tanpa sayur dan lauk. Tapi kali ini aku mau merasakan seperti apakah mereka yang miskin itu makan seadanya.

Kuambil nasi yang panas tersimpan di magic jar, asap dan aromanya yang khas menggoda hidungku, lalu ku sendok sambal secukupnya, juga kuambil kerupuk segenggam yang pasti akan menambah nikmat sarapan siangku. Kunaikkan syukur atas berkat pagi ini sebelum akhirnya kunikmati sarapan siangku.

Suap demi suap nasi kunikmati sambil sesekali mencolek krupuk dengan sambal. Whuah nikmat betul....

Sesekali pikiranku menerawang pada mereka yang sulit makan karena miskin, juga mereka yang makan seadanya seperti aku kali ini. Dan aku mengerti kini. ternyata kenikmatan itu ada di hati. Bukan pada sajian yang menggoda mata dan selera.

Terimakasih buat mereka orang papa yang telah mengajarku bersyukur hari ini.

Jadi makin menghayati bunyi sebuah doa :
....Berilah kami rejeki hari ini ...
Maturnuwun Gusti ...

15.09.11

read more

Doa Untuk Bapak dan Mama

0 komentar
Tuhan,

Jika sekiranya waktu boleh diputar kembali,

Akui ingin bersujud di kaki Bapak dan Mama

Untuk sekedar menatap mata dan bicara

Tentang rasa serta hal yang tak pernah terungkap.

Tapi, jika hal itu tak memungkinkan

Tolong bisikkan ini pada mereka :

Bapak, Mama, ini airmata dan darahku,

Semoga bisa menghapus luka dan menyucikan hati kita

Dan jika bunga tak bisa kukirim ke surga

Biarlah asap lilin ini membumbung ke angkasa

Membawa doa yang mungkin tak terucap sempurna



Tuhan, janganlah mengingat dosa mereka ...

Dekap saja mereka bersama Bunda dibawah Salib Sang Putera ..

Karena kutahu Engkaulah Sang Cinta ...



17.09.11

saat mempersiapkan misa buat Bapak dan Mama

read more

Jumat, 26 Agustus 2011

Menapaki Jalan Kehidupan

Jumat, 26 Agustus 2011
0 komentar
Aku sedang menapaki jalan kehidupanku dengan hela nafas, keluh dan jenuh. Sunggguh terasa berat kaki ini melangkah. Raga ini terasa lemah tertatih. Kubawa saja kaki ini melangkah tanpa arah sebelum akhirnya terhenti sejenak di sebuah tempat pembuangan sampah akhir.

Kupandangi seorang pemulung tua yang dengan tekun memungut gelas – gelas air serta plastik – plastik bekas. Kulihat wajahnya basah penuh peluh. Tak sedikitpun ada rasa jijik terpancar dari wajahnya, apalagi lelah dan jengah.Padahal matahari dia atas sana sedang marah pada manusia yang hendak menguras habis sinarnya. Kuhampiri Bapak tua itu dan kutanya,

“Pak, tidak kah Bapak lelah di tengah terik surya yang murka ini?”
Bapak tua itu memalingkan wajahnya sejenak padaku dan bergumam,
“Hmmmm, bagaimana mungkin aku merasa lelah sedang Tuhan Sang Penguasa tak pernah letih menghitung tiap tetes peluh yang jatuh dari wajah dan tubuhku.”

Terpana aku mendengar jawaban yang luar biasa dari bibir lugu penuh kerut termakan usia. Kutinggalkan ia kembali pada kesibukannya sambil merenungkan jawaban penuh makna. Lalu kuteruskan langkahku, menapaki jalan kehidupan yang makin terik dan tak bersahabat hari itu.

Aku terhenti di sebuah pasar. Kuamati para kuli panggul menurunkan karung – karung beras dari atas truk untuk ditaruh di pundak kawan mereka. Mataku terpaku pada seorang ibu renta yang sedang mengumpulkan remah bulir beras yang tercecer dari karung-karung yang diturunkan para kuli panggul.

Tak paham apa yang dilakukan si ibu renta ini, kuhampiri dia,

“Ibu, apa yang sedang ibu lakukan?” tanyaku. Si ibu renta ini menatapku yang sedang keheranan, lalu jawabnya,
“Mbak saya sedang memungut satu persatu rejeki kehidupan.”
Kurang paham maksud si ibu renta ini, kubertanya lagi padanya,
“Ibu, apa maksudnya? Mengapa ibu memungut bulir beras yang sudah jatuh dan kotor itu?”

Dengan sabar si ibu renta ini menjelaskanku,
“Mbak, jika seorang renta macam aku, yang tak berpendidikan dan punya ketrampilan, maka cukuplah bagiku memungut satu persatu remah bulir beras yang Tuhan jatuhkan untukku.”
“Tapi, apakah itu cukup bagi ibu?” sergahku yang mulai mengerti apa yang dilakukannya.

Ibu renta ini tersenyum penuh arti padaku, dan berkata,
“Mbak, aku percaya Tuhan telah mencukupkan rejekiku untuk hari ini. Dia menghitung kerut di wajah juga airmata kepedihan yang jatuh dari mataku. Tak kan mungkin dibiarkanNya aku kekurangan,” lanjutnya.

Tercekat hatiku, mendengar jawaban ibu renta yang penuh optimisme ini. Aku mengagumi imannya yang luar biasa akan kebaikan Tuhan. Aku malu pada diriku sendiri, yang selalu meragukan kasihNya yang tak pernah berkesudahan.

Kulanjutkan lagi langkah kakiku di jalan kehidupanku. Kali ini dengan rasa dan semangat yang berbeda…..

Semarang 25 Agustus 2011
23.00 saat jalan kehidupan terasa panas, kering dan berdebu menyesak raga dan semangatku


read more

Rabu, 24 Agustus 2011

Mendidik Bukanlah Hal Mudah

Rabu, 24 Agustus 2011
0 komentar
Mendidik bukanlah hal mudah. Hari ini aku belajar banyak hal tentang mendidik anak.

 Sulungku kuliah di sebuah perguruan tinggi di Kota Pelajar. Ini adalah tahun kedua. Tahun lalu ia kost. Dan tahun ini dia memutuskan mengontrak sebuah rumah. Kupikir semua berjalan baik-baik saja tak ada masalah, karena aku menganggap sulungku sudah dewasa. Sampai suatu hari terdengar telepon berdering.

“Selamat malam, bu. Saya pak Heri. Bapak kos putra ibu” terdengar suara diseberang telepon.
 “Oh ya, selamat malam, pak. Ada yang bisa saya bantu?” tanyaku berdebar-debar. Ada apa gerangan si Bapak kos menelpon. Padahal sulungku sedang berada di Jakarta. Dia sedang kugembleng untuk belajar menghadapi hidup yang keras dan penuh tantangan ini.

 “Begini bu, putra ibu ini pindah kos, tapi kok ada barang yang bukan miliknya dibawa,” kata Bapak kos ini dengan suara yang mulai terdengar emosional.
 Aku tercengang mendengar berita itu. Lalu kataku sambil manata hati,
” Baik pak, coba saya tanyakan dulu pada putra saya. Nanti bapak saya kabari.”

Bergegas aku menelpon sulungku, mencari kejelasan permasalahan yang ada. Dia menerangkan bahwa memang dia membawa kasur itu karena di rumah kontrakan yang baru tidak ada fasilitas itu. Aku tahu bahwa sulungku tidak bermaksud mencuri atau melakukan tindak kriminal. Dia hanya bertindak praktis saja. Tapi tidak demikian dengan pemikiran si bapak kos. Kupikir ini juga salahku karena aku sering kali meminta sulungku untuk berhemat masalah keuangan, sehingga ia takut untuk membeli barang dengan nilai yang cukup besar.

 “TVku saja masih kutinggal disana kok, bu,” lanjut sulungku.
Tapi aku menjawabnya dengan keras,
” Kak, tahu nggak bahwa kamu itu sudah melakukan pencurian, tindak kriminal! Mengambil barang yang bukan milikmu!”, sahutku dengan nada tinggi.

Sulungku diam saja. Mungkin dia baru menyadari kesalahannya. Aku yakin dia tidak berpikir sejauh itu. Lalu aku meminta dia menelpon si bapak kos dan menyelesaikan segala permasalahan saat dia pulang ke Semarang nanti.

Setelah berbicara dengan sulungku, segera aku menghubungi kembali si bapak kos dan menerangkan permasalahan seperti apa yang diceritakan sulungku. Tapi sepertinya si bapak kos ini tidak terima dan masih saja terus mengejar. Ia seolah menyatakan aku sedang menyembunyikan seorang tersangka. Weleh weleh. Desakan dia membuat aku sedikit emosi dan aku berkata,

“Pak, jika bapak tidak sabar, sulung saya menitipkan TV pada temannya, silahkan bapak jual sebagai ganti kasur bapak itu. Jika masih kurang bilang saja dan beri saya nomor rekening bapak, kataku jengkel.”
Aku tak mengerti apa mau si bapak kos ini. Akhirnya telepon ia tutup dengan suara keras. Hah! Sabar….sabar…..

Seminggu kemudian si Bapak kos ini menelpon kembali dan menanyakan keberadaan sulungku. Untung saja yang menerima pembantuku. Kalau tidak, sudah pasti ia kudamprat. Ha ha ha….Sekembalinya sulungku dari Jakarta, aku segera menyuruh ia kembali ke Yogya untuk menyelesaikan segala masalah yang ada. Tapi ia menjawab bahwa ia akan ke Yogya sekalian mengikuti remidi. Dan kemarin adalah saat remidi itu. Aku berpesan padanya agar menyempatkan diri ke kos. Dan pesan itu kuulangi berkali-kali, sampai sulungku sedikit emosi.

Kupikir semua permasalahan tentang kos sudah beres. Sulungku sudah menyelesaikan masalahnya dengan ksatria dan mengakui kesalahannya.
Tapi……
Kringgggggggggggggggggggg. Terdengar telepon berdering.

”Selamat pagi, bu. Bagaimana dengan putra ibu. Mengapa belum datang kesini?, terdengar suara di ujung telepon.
Aku menjawab dengan tenang,
“Oh ya, pak. Kemarin dia baru berangkat dan mungkin baru hari ini. Karena kemarin ia harus mengikuti remidi di kampus”
“Baik bu, saya tunggu putra ibu,”  jawab si bapak kos bergegas menutup telponnya, mungkin takut ku damprat. Ha ha ha….

Aku segera mengecek apakah sulungku sudah menyelesaikan permasalahan ini. Ternyata aku dibuat kaget dengan jawabannya.
“Bu, ini aku sudah dalam perjalanan pulang Semarang, kasurku di pinjam teman dan akan dikembalikan besok. Hari ini dia sedang repot. Neneknya meninggal, Aku sudah bilang, temanku yang lain untuk bicara pada bapak kos” katanya.

Plakkkkkkkkkkkkkkk! Seperti ada tamparan keras di pipiku. Ah….mengapa, anakku jadi pengecut begini. Mengapa dia tidak berani menghadapi kenyataan bahwa dia telah berbuat salah.


 Kembali emosiku memuncak mendengar jawaban yang terdengar menyepelekan ini. Aku sungguh – sungguh tak mengerti dengan cara berpikirnya. Ku ambil nafas panjang. Dan aku merunut kembali. Mungkin aku yang salah. Aku tak mengajarinya bagaimana seharusnya seorang lelaki. Aku tak memberikan ruang baginya untuk menjadi seorang ksatria. Aku tak mengajarinya bahwa melakukan sebuah kesalahan bukanlah suatu dosa. Aku tak mengajarinya bahwa mengakui kesalahan lebih baik dari pada melarikan diri dari sebuah kesalahan.

Ya ! Ini semua salahku. Segera kuambil HP ku dan menelponnya kembali.
“Kak, ibu tak mau tahu. Kamu kembali ke Yogya, temui bapak kos, mengaku salah dan kembalikan kasurmu itu. Ibu tak punya anak seorang pengecut!. Ibu tak segan menyetujui bapak kos mu yang mengancam akan melaporkanmu ke polisi karena telah melakukan tindak kriminal, mengerti?”

Aku yakin bahwa setelah itu sulungku telah belajar banyak hal dari kesalahan yang mungkin ia tidak bermaksud untuk melakukannya. Terbukti si bapak kos tidak lagi menelponku. Semoga semuanya sudah beres. Dan yang terpenting bagiku aku sudah menanamkan pada sulungku, pelajaran hidup yang tidak ia dapatkan di teori - teori sekolah.

Membentuk karakter seorang anak tidaklah mudah. Segala yang kita pikirkan telah berjalan dengan baik ternyata tidak selalu demikian. Sebaiknya kita mawas diri dan belajar terus untuk semakin baik…..

Kutulis catatan ini sebagai pelajaran buatmu nak, bukan untuk menyudutkanmu. Agar menjadi pelajaran buat banyak orang juga.

Semarang 6 Agustus 2011




read more

Tuhan Selalu Mengirim Penolong Untukku

0 komentar
Hari belakangan ini aku sedang berlatih menulis. Setelah aku mengundurkan diri dari pekerjaan yang cukup menguras pikiran dan emosiku. Sasaran pertama yang ingin kutulis tentu saja orang-orang yang aku cintai. Sudah habis mereka semua kutulis, sekarang aku mencari siapakah sasaran berikutnya yang akan kujadikan korban untuk proyek latihan menulisku, menuangkan segala macam ide dan perasaan syukur karena aku dicintaiNya.

Tak jauh – jauh proyekku berikutnya adalah pembantuku. Namanya, Sumiati. Ia sudah mengabdi padaku seumur anakku yang pertama. Jadi kurang lebih sudah 20 tahun ia ikut aku. Sumiati, sosok yang sederhana. Kalau aku tidak salah, umurnya kurang lebih 50 tahun. Tapi ia tidak suka dipanggil bu. Ia suka dipanggil mbak. Anak – anakku memanggil dia mbak UU. Ia tak pernah bercerita apakah ia sudah menikah atau belum. Tapi yang kutahu ia dulu pernah didatangi pacarnya. Hanya beberapa kali saja. Setelah itu tak terdengar kabarnya. Pernah suatu ketika aku melihat KTPnya. Disana sih tertulis ‘menikah’, tapi entahlah. Kupikir itu bukan urusanku. Aku takut itu menyinggung perasaannya.

Seringkali kalau melihat Sumiati bekerja tak kenal lelah, seperti melihat cinta Tuhan padaku. Tuhan yang berjanji akan mengirim penolong untukku. Memang demikian. Tak kubayangkan jika rumahku tanpa dia.

Sumiati merawat anak-anakku dengan tulus. Ia mencintai mereka seperti anaknya sendiri. Pulang pun hanya sekali saja tiap tahunnya, yaitu saat lebaran. Selebihnya tak pernah ia ijin pulang, kecuali jika ada urusan keluarga yang sangt penting.

Para tetangga dan saudara selalu mengatakan, betapa beruntungnya aku mempunyai dia. Hmmmm, ya aku memang beruntung karena Tuhan selalu mengirimkan orang-orang yang terbaik dalam hidupku.Terimakasih Tuhan....


Ungkapan syukurku padaMu, yang selalu mengirimkan penolong untukku
Smg, 3 Agustus 2011



read more