Home | Looking for something? Sign In | New here? Sign Up | Log out

Halaman

Rabu, 12 Oktober 2011

Kemarahan Dalam Keserakahan

Rabu, 12 Oktober 2011

Note : Tulisan ini sudah ku tulis ulang sampai 3 kali, untuk mendapat kalimat – kalimat yang benar – benar tepat. Ini dikarenakan saat menulis aku dipenuhi rasa marah dan jengkel yang luar biasa. Semoga setelah membaca tulisanku ini, anda pun akan memikirkan apa yang akan kita lakukan agar tidak berhenti menjadi suatu wacana saja. Terimakasih.

Whuihhhhh…begitulah ucapku sambil bergidik jijik menonton tayangan investigasi di sebuah stasiun televisi yang menampilkan acara  penelusuran berbagai trik dan kecurangan yang dilakukan para pedagang demi mendapatkan keuntungan besar tanpa mempedulikan keselamatan dan kesehatan pembelinya.  Aku merasa ini sudah bukan lagi sekedar masalah kemiskinan tapi juga menyangkut keserakahan dan tindak kriminal. Kompleks sekali memang!

Bagaimana perasaan ini tidak serasa diaduk – aduk, jika berbagai zat adiktif berbahaya ternyata menjadi unsur bahan makanan/jajanan anak – anak kita sehari-hari. Bakso dan mie berbahan boraks dan formalin yang merupakan pengawet jenasah yang dapat mengakibatkan kerusakan organ tubuh ternyata kita konsumsi (mungkin) hampir setiap hari. Juga kaporit dan pewarna cat dalam susu kedelai. Kaporit ternyata selain berfungsi sebagai pemutih, juga berfungsi sebagai pengawet. Sehingga susu kedelai yang seharusnya hanya tahan satu hari saja, mampu bertahan berhari – hari dengan proses daur ulang dan peningkatan konsentrat kaporitnya. Belum lagi ditambah zat pewarna cat tembok. Entahlah apa jadinya tubuh kita jika zat – zat yang semestinya tidak diperuntukkan untuk tubuh kita ternyata kita konsumsi sehari – hari. Masih banyak lagi zat berbahaya seperti Rhodamin untuk pewarna permen atau makanan ringan lainnya. Memang sebenarnya pemerintah sudah melarang penggunaan bahan – bahan tersebut sebagai bahan makanan dalam suatu peraturan pemerintah dan SK menteri kesehatan. Tapi kupikir itu belum cukup jika tidak ada pantauan terpadu dengan dinas terkait, kepolisian misalnya.

Dan yang paling mencengangkan dan sangat membuatku marah adalah tayangan berikut ini :
Anak – anak kita tentu sangat gemar dengan sajian ayam goreng krispy. Dalam tayangan hari itu kita diajak melihat bagaimana proses pengolahan ayam goreng krispy (yang mungkin saja juga bukan berasal dari ayam segar alias tiren - mati kemaren, dibasuh dengan kaporit dan pewarna serta bumbu yang tidak semestinya, kalo ini sih cuma asumsi aku saja, karena sudah terlanjur paranoid)  setelah dibumbui lalu dicelupkan tepung. Saat membuat tepung itulah dimulai adegan yang mencengangkan, karena ternyata untuk mendapatkan rasa yang krispy maka tepung di campur plastik. Dan tahukah anda darimana plastik itu berasal? Si penulusur diajak ke suatu tempat, yang ternyata adalah tempat pembuangan akhir (TPA). Cukup sampai disitukah adegan dramatisnya??? Tidakkkk!!!! Karena ternyata plastik yang diambil dari TPA itu tidak dicuci, hanya dikumpulkan sebelum akhirnya digoreng untuk mendapatkan tepung ayam yang krispy.

Segera saja perut dan perasaanku campur aduk. Mual marah bercampur jadi satu. Berkali – kali aku berteriak, Ya Tuhan, ya Tuhan, oh My God, no!!!!!! Hal inilah yang menggerakkan aku untuk berbagi perasaan marah dan mencari solusi, agar anak – anak kita dan juga orang yang tidak mengerti tidak menjadi korban. Karena menurutku, tayangan ini sudah berlangsung bertahun-tahun. Jika dalam 1 tahun ada 52 minggu, dan kita anggap tayangan ini sudah berlangsung selama 3 tahun, maka kurang lebih sudah ada kira-kira 150 trik kecurangan yang tidak berperikeprodusenan ini di tayangkan. Dan mengapa pemerintah seolah tutup mata dengan hal yang sudah kuanggap sebagai tindak kriminal? Bahkan mungkin lebih tepat lagi kuanggap sebagai pembunuhan berencana tanpa punya target korban yang jelas. Ekstrem memang mungkin, pernyataanku itu. Tapi apakah kata yang tepat untuk tindakan yang dilakukan para pedagang serakah itu??????

Sudahkah pemerintah merancang sanksi untuk pelaku tindak kejahatan ini, juga bagi mereka yang mengetahui tindak kejahatan ini tapi tidak melaporkan pada polisi. Apa bedanya para pedagang serakah ini dengan pengedar narkoba yang sudah mengorbankan kesehatan orang lain demi keuntungan diri sendiri? Hufffffffffffffftttt sesak nafasku jika mengingat ini. Yang lebih mengerikan lagi, jangan – jangan tayangan ini seperti kursus gratis buat para pedagang yang belum tahu. Lalu, apakah larangan untuk tidak jajan sembarangan pada anak – anak kita cukup menjadi solusi? Bagaimana nasib mereka yang hanya punya uang pas-pasan dan tidak ada waktu untuk memasak karena sibuk mencari uang?????

Untuk itu marilah kita pikirkan bersama, semoga tulisanku ini menggerakkan orang – orang pandai dan punya akses, agar lebih memperhatikan Higienitas dan kelayakan konsumsi makanan, juga hak kita sebagai konsumen untuk mendapatkan perlindungan makanan yang aman dan layak untuk dikonsumsi. Paling tidak, anda yang membaca tulisanku waspada untuk tidak membeli makanan sembarangan. Semoga!

Semarang 11.10.2011

0 komentar:

Posting Komentar