Home | Looking for something? Sign In | New here? Sign Up | Log out

Halaman

Selasa, 01 November 2011

Sapaan Imam Sapaan Allah

Selasa, 01 November 2011
Suatu hari putriku memintaku membelikan keperluan sekolahnya. Saat itu aku sangat sibuk. Tapi dengan bersusah payah aku meluangkan waktu untuk membelikannya. Namun, ia lupa mengucapkan terimakasih. Aku merasa sedih, kenapa ya putriku tidak berterimakasih, padahal untuk mencari keperluan sekolahnya aku harus berpanas-panas ria, meluangkan waktu dan tenagaku.

Cerita yang kedua adalah, saat anakku memenangkan suatu perlombaan. Ketika aku mengucapkan selamat padanya, terlihat ia begitu bahagia.Sementara gurunya mungkin menganggap itu hal yang biasa, terdengar dia menggerutu, “uh sudah capek-capek kerja keras buat nama baik sekolah tapi gak ada penghargaan, ucapan terimakasih saja, tidak.”

Ya! Betapa ucapan terimakasih dan penghargaan sangat berarti buat seseorang yang telah bekerja keras untuk suatu hal. Kejadian tersebut diatas adalah suatu perbandingan akan hal yang menjadi ganjalan hatiku akhir-akhir ini.

Di paroki tempat aku tinggal baru saja terjadi mutasi pastor besar-besaran. Tentu hal ini berimbas pada kebijakan-kebijakannya. Kalau dulu sebelum mutasi seringkali terdengar ungkapan sederhana yang menyejukkan dan membuat hati ini bangga yang akhirnya membuat kami (para petugas liturgi) berusaha lebih dan lebih baik lagi. Tapi sekarang cukuplah kami mengikuti misa, mendengar sabda Tuhan dan mendapat berkat saja.

Hal ini pernah saya ungkapkan di suatu Grup Katolik di Facebook. Dan ternyata cukup mendapat banyak  tanggapan yang beragam. Dan itu semua memperkaya iman dan peziarahan saya sebagai pengembara yang mencari Sang Pencipta.

Saat itu kira-kira saya menulis yang intinya demikian :
“Mengapa imam pelit ucapan terimakasih dan penghargaan pada para petugas misa?”

Beberapa komentar menarik yang sempat saya ingat adalah :
1. Umat terlalu manja, mintanya selalu diperhatikan
2. Gereja bukanlah tempat pertunjukan
3. Misa adalah saat hening, bertemu dan bercakap-cakap dengan Allah secara pribadi
4. Imam mempunyai gaya kepemimpinan sendiri – sendiri
5. dll

Sungguh saya sangat menyadari bahwa tujuan datang misa adalah memberikan diri dan waktu pribadi kita pada Allah. Saya pun menyadari bahwa perayaan Ekaristi adalah mengenang Misteri Paska Kristus, yang olehnya Kristus menggenapi karya keselamatan bagi kita manusia (lihat KGK 1067). Sehingga fokus utama dari perayaan Ekaristi sebenarnya adalah Allah Tritunggal Maha Kudus.

Pernah Romo Frans Magnis Suseno menulis secara tajam di sebuah Majalah Katolik: seandainya dia yang memimpin misa, dan umat bertepuk tangan memberikan aplaus maka beliau akan menghentikan dan meminta umat melakukan Doa Tobat bersama.

Bagi saya pribadi ucapan terimakasih imam atas jerih payah umat bukanlah hal yang tabu. Seperti halnya seorang Ayah yang memberikan penghargaan pada anaknya yang telah berusaha sebaik-baiknya, saya kira demikian pun Allah lewat para Imamnya. Hal ini juga sudah saya check di situs Gereja Katolik. Tepuk tangan diperbolehkan saat misa berakhir. Dalam pemahaman saya, ketika imam memberikan penghargaan serasa Allah pun menyapa saya, mengucapkan terimakasih pada saya. Oh Betapa indahnya.

Gereja Katolik, seringkali, menurut saya mengabaikan hal-hal yang manusiawi. Memang iman adalah hal pribadi hubungan manusia dengan Tuhan. Tapi bolehkan kami sebagai umat, merindukan pujian dan ucapan terimakasih Allah melalui imamnya. Saya kira ini permintaan sangat sederhana tapi mempunyai arti yang luar biasa.

Semarang 29 Oktober 2011

0 komentar:

Posting Komentar