Home | Looking for something? Sign In | New here? Sign Up | Log out

Halaman

Rabu, 26 Oktober 2011

Dongeng Sebelum Tidur - Kelahiran Si Kembar Dampit

Rabu, 26 Oktober 2011

Dahulu kala, diatas bukit yang hijau, hidup seorang pertapa bernama Ki Jokondo-kondo Senengane Mangku Wanito (Ki jangan bilang – bilang suka memangku wanita), yang sakti mandraguna. Seluruh hidupnya ia baktikan untuk bertapa agar alam semesta ini damai adanya.

Suatu hari, hatinya merasa sepi. Ia berpikir, bahwa ia membutuhkan seorang generasi penerus, yang akan menjadi pewaris kesaktiannya. Maka mulailah ia memohon kepada Sang Penguasa Jagad agar diperbolehkan memiliki seorang anak. Ia memohon secara khusyuk agar kabul khajad e. Tepat 9 bulan bulan 10 hari, ia membuka matanya mendengar suara tangis yang keras dan berisik. Ternyata di depan pondok pertapaannya ada sepasang bayi kembar dampit. Bayi yang satu, seorang bayi laki – laki besar, kekar luar biasa. Sedangkan bayi satunya seorang bayi wanita putih bermata sipit dan mungil. Dalam hatinya, Ki Joko merasa bahwa kelak bayi wanita ini akan cerewet luar biasa, karena tangisnya saja sekarang sudah memekakkan telinga.

Ki Jokondo-kondo Senengane Mangku Wanito, girang bukan kepalang. Permohonannya dikabulkan. Diambilnya bayi kembar dampit itu penuh kasih sayang. Katanya,
“Hai, selamat datang anakku. Engkau akan menjadi pewarisku kelak. Jadikanlah bukit ini suatu sekolah yang besar. Sekolah ini akan mencetak orang – orang yang cerdas dan hebat.”  Ki Joko bahagia sekali. Dipandanginya bayi kembar dampitnya itu. Lalu ia berkata lagi,
“ Baiklah, aku akan menamaimu Dimas Buto Senengane Ngligo (Dimas Buto yang suka gak pake baju kepanasan) dan Cik Lani Senengange Menek Dingklik (Cik Lani yang suka naik dingklik-kursi kecil). Hiduplah rukun dan damai, penuh kasih sayang agar dunia sentosa. Kelak jika waktunya tiba seluruh ilmuku akan kuwariskan pada kalian.

Hari berganti hari, bulan berganti bulan, tahun berganti tahun. Sang kembar dampit ini bertambah besar. Tapi hal ini tidak membuat ki Joko bahagia. Hatinya gundah gulana merana nelangsa, karena si kembar suka bertengkar. Mereka selalu saja berebut. Dimas Buto yang tinggi besar sering tidak mau mengalah dengan Cik Lani yang mungil. Mereka sering terlihat seperti tarik menarik dan saling pukul. Bukit tempat ki Joko tinggal, yang dulunya tenang damai, sekarang menjadi berisik riuh ramai.

Dalam kegundahannya, Ki Joko duduk dibawah pohon durian di sebelah rumah milik sahabatnya Om Handoko Doyan Mlaku-mlaku Mlebu Metu Alas Duku (Om Handoko suka jalan – jalan keluar masuk hutan duku).  Saking asiknya melamun, Ki Joko tertidur. Dia bermimpi dan mendapat wangsit. Dalam wangsitnya itu, dikatakan bahwa Dimas Buto dan Cik Lani akan hidup rukun dan akan terpisah (tidak dampit lagi) setelah mereka makan UK BO.

Tiba – tiba gubrakkkkkkkkkkkkkkkk. Ternyata ada durian jatuh. Om Han sampai keluar pondoknya melihat asal suara. Ki Joko pun kaget bukan kepalang. Dia terbangun dari mimpinya. Om Han menemui sahabatnya itu dan menanyakan keadaannya. Ia khawatir Ki Joko babak belur kejatuhan durian. Ternyata Ki Joko baik – baik saja. Hanya sedikit kaget. Ki Joko malah bercerita ngalor ngidul tentang wangsit yang diterimanya. Om Han mengangguk – angguk sambil menikmati durian kesukaannya yang jatuh dari pohon di pekarangannya itu. Om Han berkata,
"Wah maaf Ki, aku tak tahu apa itu UK BO."

Ki Joko akhirnya pulang ke rumahnya, setelah menikmati durian bersama sahabatnya tadi. Ia berpikir keras dan bertekad untuk mendapatkan UK BO untuk kembar dampitnya itu.  Mulailah ia berjalan mencari UK Bo ke seluruh bukit dan sekitarnya. Dia tak peduli panas matahari menyengat dirinya. Sampai ia tiba di sebuah sawah yang hijau. Dilihatnya disana, seorang wanita tengah berfoto – ria bersama suaminya. Narsis benar wanita ini, batinnya. Lalu didekatinya wanita itu dan suaminya. Sayang si suami kelihatan terburu – buru pergi. Tak apalah, biar kutemui wanita itu saja.

“Selamat siang Diajeng,” sapa Ki Joko ramah. Wanita itu berpaling mencari suara yang menyapanya.
“Selamat siang, Aki, ada yang bisa saya bantu” tanya wanita itu.
“Kenalkan nama saya Ayla Suka Berfotoria di Mayapada. Kalau Bapak, siapa?” lanjut wanita itu.
Ki Joko memperkenalkan dirinya.

Entah mengapa Diajeng Ayla dan Ki Joko cepat menjadi akrab. Lalu Ki Joko menceritakan maksud dan tujuannya, dan hingga kakinya sampai mempertemukan mereka di sawah itu. Lalu lanjut Ki Joko,
“Diajeng, tahu apa itu UK BO?” Diajeng Ayla tertawa terbahak – bahak sampai keluar airmata.
“Oh ya, saya tahu Ki. Ibu saya pernah bercerita, kalau saudara suka bertengkar diberi UK BO akan rukun kembali,” sahutnya.

Ki Joko menjawab,”Tapi UK BO itu apa to, Jeng?”

“UK BO itu adalah bagian rahasia milik kerbau, Ki,” jawab Diajeng Ayla masih tertawa geli. “Baiklah nanti Ki Joko saya antar ke pasar, ke tempat teman saya yang jual daging ya,” lanjut Diajeng Ayla sambil menyeka airmata. “Mari Ki, saya antar,” ajak Ayla.

Berdua mereka menuju ke  pasar yang jaraknya cukup lumayan. Di jalan mereka bercerita ngalor ngidul, sampai tiba – tiba ada jip berhenti. Ternyata itu teman Diajeng Ayla, Kang Anoewnya Panjang Bukan Kepalang Bisa Untuk Dibuat Talang. Diajeng Ayla menyetop Jip itu, lalu katanya, ”He Kang Anoew, antar saya ke pasar ya. Tapi sebelumnya saya mbok di poto didepan jip ini buat kenang-kenangan.” Seperti mendapat durian runtuh ternyata kang Anoew bukan cuma setuju menjepret Diajeng Ayla yang narsis abis ini, tapi dia juga ngajak Jeng Ayla off road sebentar, sebelum ke pasar. Ki Joko Cuma bisa plonga plongo.

Akhirnya sampailah mereka di pasar. Di pasar, Jeng Ayla langsung menuju ke tukang daging langganannnya. Namanya Yu Dewi Cilik Methikil Penjual Kikil. Diajeng Ayla menyampaikan maksud kedatangannya bersama ki Joko. Yu Dewi malah ngowoh (=ternganga)  mendengar maksud dan tujuan Diajeng Ayla dan Ki Joko. Pikiran ngeresnya berkelana. Lalu kata Yu Dewi,
“Jeng Ayla, saya memang punya kebo, tapi saya tidak jual daging kebo, je. Kebo saya Cuma buat mbajak sawah. Lha nanti kalau diambil itunya doang, apa ngga kasihan, terus motongnya pake apa? Melas men, keboku. Mengko njur pipis e piye? “ tanya Yu Dewi dengan logat Jawanya yang medhok.

Ki Joko dan Diajeng Ayla saling berpandangan. Terlihat wajah Ki Joko sedih dan putus asa. Terbayang di matanya, Dimas Buto dan Cik Lani sedang saling lempar dingklik dan bertabuh panci. Diajeng Ayla tak tega melihat wajah Ki Joko yang memel. Lalu ia menghibur Ki Joko,
“Nanti kita cari lagi ke tempat lain ya Ki, jangan sedih.”

Bersambung
Cerita ini adalah cerita nyata. Semua tokoh ada di rumah Baltyra yang penduduknya hampir kenthir semua. Yang waras bisa dihitung dengan jari….

21 Oktober 2011

0 komentar:

Posting Komentar