Sementara Ki Joko sedang berkelana mencari Uk Bo, sebagai syarat
mengakurkan serta memisahkan si Kembar Dampit, di rumah Ki Joko, Dimas
Buto dan Cik Lani selalu saja terlibat pertempuran sengit. Dimas Buto
yang tinggi kekar luar biasa, tak pernah mau mengalah pada Cik Lani yang
bersuara melengking memekakkan telinga. Ada saja masalah yang membuat
mereka bertengkar. Bukan Cuma adu kata, adu mulut, bahkan adu fisik,
tapi juga adu panci dan dingklik.
Om Han tetangga mereka, sampai geleng-geleng sakaw sambil mengelus
dada. Bertahun – tahun ia mengeluh dalam hati, terganggu suara bising si
Kembar Dampit itu. Tiada hari tanpa keributan di rumah Ki Joko. Hal ini
membuat Om Han tergerak hatinya untuk membantu sahabatnya itu. Maka Om
Han pun bertekad membantu Ki Joko mencari Uk Bo.
Om Han pernah mendengar nama seorang tabib mashur. Kalau tidak salah
namanya adalah Mpek Dul Rambute Modal-Madul Dandanane Model Jadul.
Walau bukan dukun cabul, tapi Mpek Dul tak pernah lupa memanjakan
matanya, untuk sekedar curi-curi pandang atau melirik wanita cantik
macam bom sex Tumpuk Artati yang top dan tercemar di jagad Baltyra.
Kelihaian Mpek Dul meramu obat seperti ramuan sate kalajengking dan
cem-ceman orok kuda binal atau tikus sawah sudah mendunia. Tempat
tinggal Mpek Dul ini di Pulau Manis dan Lutuna (alias Wallis et Futuna).
Maka dengan semangat 45, Om Han berjalan kaki ceria menuju rumah
Mpek Dul.Namun ia tak ingin sendiri saja melewatkan perjalanannya ke
rumah Mpek. Maka diajaknyalah kedua sahabat Om Han yaitu Itsmi Sang
Atheis Sejati dan juga Kang Iwan Satriya Doyan Lumah-Lumah. Lumayan bisa
sambil meneruskan diskusi yang seru dan tak pernah selesai itu pikir Om
Han. Kedua sohib si Om ini setuju menemani Om Han. Dan sudah bisa di
duga sepanjang jalan mereka beradu argumen. Dari masalah pengeboman
gereja sampai makanan/berkat, yang selalu menggelitik Itsmi berpendapat
bahwa masalah itu tak ada kaitannya dengan Tuhan, tapi, Kang Iwan dengan
berapi – api beropini sebaliknya. Om Han pun hanya bisa senyam-senyum
sambil sesekali menengahi dengan bijaksana agar kedua sahabatnya
menghormati pendapat masing-masing.
Diskusi yang menghamburkan ludah itu , membuat kerongkongan
ketiganya kering. Om Han melihat gelagat kedua sahabatnya yang sudah
bermandi peluh dan wajahmereka pun sudah mangar-mangar tersengat
matahari. Belum lagi orchestra perut yang sudah menggelar atraksinya.
Dari suara kricik-kricik, krucuk-krucuk, ecek-ecek sampai suara babi
glegekan sudah diperdengarkan. Akhirnya mereka berhenti disebuah
warung. Warung itu milik Dyah Ayu Soka Memberi Tanpa Pernah Mengurangi.
Ia berkongsi dengan Akang Reca Suka Makan Rica-rica, membuka usaha
WARTAK, alias Warung Batak. Tapi yang dijual bukanlah masakan khas
Batak, melainkan makanan gilo-gilo (bukan gila-gila) yang menjual sego
kucing dan camilan sejenisnya.
Sayangnya, WARTAK kongsi ini ndak bisa bathi alias merugi, karena
kabotan jeneng (=terlalu berat nama yang disandang) pemiliknya.
Maka,Kang Reca yang sudah hampir habis kesabarannya karena rugi terus,
menganjurkan Dyah Ayu Soka meruwat namanya. Omong punya omong, dan
dengar tanya pada para tamunya itu, Kang Reca bermaksud ikut ke rumah
mpek Dul. Dia sudah bosan usahanya tekor melulu. Kang Reca menyampaikan
maksudnya pada Dyah Ayu Soka yang ternyata juga setuju dengan rencana
Kang Reca. WARTAKnya akan ditutup sementara. Mereka berdua akan
bergabung dengan rombongan Om Han dan kawan-kawan ke Pulau Manis dan
Lutuna. Mereka pun bersiap-siap berangkat.
Rabu, 26 Oktober 2011
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar