Home | Looking for something? Sign In | New here? Sign Up | Log out

Halaman

Kamis, 28 Agustus 2014

Tolong

Kamis, 28 Agustus 2014
0 komentar
Sebenarnya, aku tak ingin percaya bahwa aku mendapat karunia melihat hal-hal yang tak kelihatan, pun pesan-pesan kecil tentang sesuatu yang akan terjadi.

Banyak kejadian aneh yang tak masuk akal yang beritanya disampaikan lewat mimpi, dibisikkan atau kadang lewat di mata seperti barisan kalimat yang muncul di berita-berita televisi.

Aku tak mau terjebak menjadi seorang peramal yang menjadikan aku orang aneh dan sok tahu.

Tapi, kejadian hari ini membuatku tak berdaya

Aku bekerja di sebuah perusahaan asing yang mempekerjakan ratusan buruh. Berada di lingkungan yang multi problem ini seringkali membuatku mati langkah. Maju salah berdiam diri tidak sampai hati.

Adalah seorang yang bernama Ali, dia tipe orang yang tidak bisa diam melihat suatu ketidak beresan. Ali seringkali datang ke ruanganku mengadukan sistem yang tidak berjalan baik diperusahaan.

Sayang sekali, Ali tidak berumur panjang. Ia meninggal karena suatu kecelakaan. Anehnya, kira-kira sebulan sebelum meninggal, aku berpapasan dengan Ali dalam wajah yang bercahaya putih dan keemasan. Tapi saat itu justru aku berpikiran apakah orang ini memakai susuk untuk menarik perhatian orang. Huffffttt jahat sekali pikiranku !

Aku baru tahu bahwa hal demikian sebetulnya adalah pertanda untuk orang-orang yang akan meninggal. Ini kutahu setelah aku bercerita pada teman tentang penglihatanku itu.



Hari ini sekali lagi aku dibuat merinding oleh Ali.



Ruangan kerjaku berada di lantai 2. Kemarin ketika hendak ke kamar mandi yang terletak di lantai 1, aku melihat pocong di dapur. Aku sempat kembali ke ruanganku dan bercerita pada teman-teman. Aku bertanya ada apa gerangan siang bolong aku melihat pocong di dapur.



Read more: http://baltyra.com/2014/07/18/tolong/#ixzz3BfI2O0LR

read more

Merapi – Ada Sesuatu Yang Tertinggal

0 komentar
12 – 13 April 2014, aku mengikuti acara rekoleksi (temu) Pengurus, Donatur, Pendamping dan Relawan Anak-Anak Terang di Kaliurang, Jogjakarta. Berangkat dari Semarang pukul 07.45 bersama sekitar 37 relawan dan 2 pengurus Semarang, karena yang lain sudah berangkat malam sebelumnya. Kami tiba di Kaliurang dan berhenti di tempat wisata Tlogo Putri sekitar pukul 10.00.



Tlogo Putri merupakan salah satu tempat wisata di Jogjakarta yang memadukan wisata air dan pegunungan. Letaknya di desa Harjo Binangun. Tetapi aku yang masih mabuk, tidak tertarik untuk menikmati wisata ini. Aku memilih beristirahat dan minum wedang ronde dan makan jagung bakar serta jadah tempe bacem, makanan khas daerah tersebut.


Setelah meneguk sendok demi sendok wedang ronde dan menikmati jagung bakar dan jadah tempe bacem, rombongan panitia yang telah tiba malam sebelumnya datang. Mereka mengajakku untuk lava tour dan off road. Aku langsung setuju, sekaligus menjajal jiwa petualanganku.

Sayang sekali, walau banyak mengambil foto narsisku, foto-foto tersebut belum sempat dibagikan padaku. Sehingga foto-foto ini sebagian kuambil dari mbah Google.

Menelusuri sepanjang jalan yang ekstrim, Mas Dandung, sang pemilik Jeep banyak bercerita daerah-daerah yang habis tersapu awan panas atau lebih dikenal dengan Wedhus Gembel.

Mengapa disebut Wedhus Gembel, karena bentuknya seperti bulu-bulu Wedhus (domba) yang gembel. Konon, suhu saat Merapi memuntahkan awan panas mencapai 1100 derajat celcius. Dan dengan kecepatan 200 km/jam, saat sampai di pemukiman penduduk suhunya sudah turun, tapi masih saja tinggi yaitu mencapai 500 derajat celcius. Dengan suhu yang sangat tinggi tersebut bahkan gelas kaca pun meleleh.

Tibalah kami di Museum Sisa Hartaku. Museum ini terletak di Dusun Petung, Desa Kepuharjo, Kecamatan Cangkringan, Sleman. Museum ini merupakan salah satu dari beberapa bangunan yang masih cukup
text-align: center;">
dibanding bangunan-bangunan lainnya yang telah luluh lantak terbakar awan panas. Kami tidak perlu membayar tiket masuk. Cukup mengisi kotak donasi sukarela yang ada di depan museum tersebut yang dananya digunakan untuk perawatan. Sungguh terasa benar suasana desa yang jauh dari bau materilistis industri.



Beberapa foto benda-benda yang terdapat di museum.

Tiba-tiba setelah napak tilas sisa bencana tersebut, kepedihan menyergapku. Terbayang ketika pemilik rumah mengumpulkan satu persatu hartanya. Melihat ternak yang mati dan tinggal tulang belulang. Tak terbayang kesedihan itu. Aku memutuskan berdoa sejenak.

Meski di dusun tersebut tidak ada korban karena telah dievakuasi sebelumnya, tetap saja tak bisa menghapus duka dari jejak rekam harta yang tertinggal.

Puas menikmati museum, kami menuju ke bunker, sisa bencana Merapi 2006 yang mengakibatkan 2 orang meninggal. Aku merasa beruntung boleh melihat dan merasakan suasana di bunker. Aku bisikkan doa di dinding gelap bunker agar yang meninggal mendapat ketenangan jiwa di alam abadi.


Waktu sudah menunjukkan pukul 13.30. Saatnya kembali ke Kaliurang untuk mengikuti rekoleksi. Aku senang mendapat kesempatan menikmati perjalanan ini.

Dan seperti kata pepatah, selalu ada berkat di balik bencana. Sepanjang daerah tersebut terlihat berpuluh-puluh truk yang mondar-mandir mengangkut pasir. Sempat aku bertanya, apakah bisnis alam seperti itu tidak rawan penyelewengan. Tetapi, pak Dandung dengan sigap menjawab, “tidak bu, di sini daerah bencana, kami diawasi banyak LSM dan lembaga yang turut mengaudit. Jadi semuanya transparan, untuk kesejahteraan bersama.”

Ada yang tertinggal di Merapi. Kepedihan yang menyayat hati. Tetapi aku bersyukur, karena di sini, diwajah masyarakat sekitar, tak tergambar lagi kepedihan itu. Begitulah orang-orang desa yang sederhana. Mereka selalu bersyukur, menganggap bahwa bencana adalah kehendak yang Kuasa. Tidak ada tuntutan berlebihan dan hujatan khas manusia-manusia serakah.

Seperti tertulis di sebuah dinding museum, bukti kekraban mereka pada alam:


MERAPI TAK PERNAH INGKAR JANJI.

Semarang 17 April 2014



Read more: http://baltyra.com/2014/06/10/merapi-ada-sesuatu-yang-tertinggal-museum-sisa-hartaku/#ixzz3BfGl6WH5

read more

Sejatera

0 komentar
Baru saja kita memperingati hari buruh yang jatuh pada tanggal 1 Mei. Dan pada tahun 2014 untuk yang pertama kalinya di Indonesia, hari Buruh ditetapkan sebagai hari libur.

Saya heran, mengapa tahun ini Hari Buruh ditetapkan sebagai hari libur nasional. Keheranan itu saya tuangkan sebagai status di socmed dan mendapat beberapa tanggapan. Ada yang mengatakan: “Karena gak boleh demo. Kalau libur kan gak boleh demo.”

Terus terang, saya tidak tahu kalau hari libur tidak diijinkan demo. Hingga saya ber-SMS dengan seorang teman yang mengirimkan pesan : SELAMAT LIBUR, selamat hari buruh. Lalu saya membalas SMS tersebut: “Lha aku heran, kenapa hari buruh saja diliburkan. Apa pemerintah merasa belum bisa mensejaterakan rakyatnya, lalu disuruh demo gitu.”

Hahahahaha… pemikiran yg sederhana ya?

Tetapi jawaban teman saya ini yang membuat saya terbengong.

“Tidak akan pernah sejahtera, kalau ukuran sejahtera itu adalah materi.”

Ya teman saya benar. Kita tak akan pernah merasa sejahtera jika ukurannya adalah materi.

Berdasarkan hasil survey KHL (Kebutuhan Hidup Layak), pendapatan merupakan parameter seorang dapat hidup sejahtera. Tentu saja parameter kota satu berbeda dengan kota lainnya.

Memang setiap tahun KHL ini ditinjau untuk meningkatkan pendapatan rakyat. Tetapi bersamaan dengan diumumkannya kenaikan gaji, otomatis semua harga kebutuhan dari yang pokok sampai yang tidak pokok ikut naik.

Kesimpulannya penghasilan rakyat tidak pernah meningkat, karena pengeluaran juga meningkat lebih tinggi dari pendapatannya.

Belum lagi perilaku konsumtif yang terus dihipnotiskan ke alam bawah sadar oleh para konglomerat lewat iklan di berbagai media.

Sepertinya kita harus mengubah mind set kita tentang pengertian “SEJAHTERA”. Sejahtera harus dimaknai a.l :

Ketersediaan 9 dasar bahan pokok, secara mudah, murah dan berkelanjutan. Mengubah perilaku konsumtif, menjadi perilaku terampil mengolah barang-barang bekas, atau tanaman, atau apapun yang tersedia di sekeliling kita untuk digunakan kembali. Hal ini bukan saja berguna menekan konsumerisme, tapi juga kelestarian lingkungan. Istilah kerennya adalah mengelola kearifan lokal.
Hidup dan berperilaku sehat. Mulai menyiapkan diri dengan asuransi kesehatan terpercaya sedini mungkin.

Bukan hanya mengubah mindset, tetapi kita juga harus mempersiapkan beberapa hal menghadapi masa tua agar tetap hidup sejahtera.

Mempersiapkan diri menjadi MANULA mandiri, dengan bekal usaha pribadi : toko kelontong, ternak, berkebun, konveksi dan apa saja sesuai kemampuan dan ketertarikan. Bergabung atau membuat komunitas dengan interest yang sama agar bisa bertukar pengetahuan, relasi, yang akhirnya akan membentuk jaringan ekonomi mandiri.

Dan masih banyak lagi hal yang bisa dikembangkan untuk memiliki konsep SEJAHTERA yang tidak berorientasi pada materi semata.

Tentu saja hal tersebut diatas tidak mudah dilakukan. Tapi saya akan berusaha memulai dari diri saya sendiri. Walaupun ada beberapa poin diatas, yang sudah terlambat untuk saya. Tapi tak apa, saya mau SEJAHTERA.


#Special thanks to : Ary Hana
Salam sejahtera!


Semarang, 02 Mei 2014



Read more: http://baltyra.com/2014/05/19/sejahtera/#ixzz3BfCUKNIY


read more

[Perjuangan Anak Bangsa Mengenyam Pendidikan] Impian yang Tertunda

0 komentar
Seorang laki-laki muda duduk di hadapanku. Tatapan matanya yang sipit namun tajam memancarkan kecerdasannya. Wajahnya yang tirus dan bibirnya yang tersenyum tipis menandakan sosok ini seorang yang lebih banyak berpikir dan bekerja daripada bicara. Lengannya kurus tapi kuat. Ya, aku tahu dia adalah seorang pekerja keras.

Kutatap wajahnya dalam-dalam, sambil sesekali menelusuri coretan tentang diri dan keluarganya. Mulai dari ayah yang pergi meninggalkannya, lalu ibu yang menikah lagi dengan seorang laki-laki yang tak bertanggung jawab. Dari pernikahan itu ia memiliki 2 adik tiri yang cerdas. Bahkan salah satunya pemenang suatu olimpiade mata pelajaran eksak.

Sayang sekali, kepahitan demi kepahitan belum beranjak dari hidupnya. Ayah tiri yang hanya pulang dan meninggalkan hutang dan kadang sumpah serapah, hingga akhirnya ia dan keluarganya harus keluar dari rumah yang dipinjami kerabat.

Dengan pendapatan yang tak menentu, sebagai seorang buruh sebuah pabrik es krim, sang ibu mendapat upah +/-Rp.600.000/bulan, itupun jika tak berhalangan, mereka harus mencukupkan untuk makan 4 orang anggota keluarga, pendidikannya, juga ke-2 adiknya, transport dan kebutuhan sehari-hari lainnya. Mustahil! Ya pasti, maka sebagai anak laki-laki tertua, ia tak berpangku tangan. Ia membantu sang ibu dengan berjualan hasil tanaman yang ditanam di lahan kosong seorang kerabat. Hasil kebun tersebut ia jual ke pasar.

Sesekali aku menghela nafas, mendengar cerita dan ketegarannya. Yah, seharusnya memang demikian. Laki-lakiharus kuat. Sepahit apa pun hidup, ia diharamkan menangis. Walau sesungguhnya aku tak setuju dengan hal ini.

Sudah beberapa hari belakangan, aku mewawancarai calon penerima beasiswa Perguruan Tinggi – Anak-Anak Terang. Banyak kisah nyata yang tak kupercayai benar terjadi tapi dikisahkan secara langsung oleh pelakunya di hadapanku. Ya! DI HADAPANKU!

Hal ini membuatku cukup pusing karena, begitu banyak yang harus dibantu, sedangkan kemampuan dari komunitas kami yang baru saja menjadi sebuah yayasan ini, belum sanggup membiayai begitu banyak mahasiswa yang ingin melanjutkan pendidikannya. Memperbaiki nasibnya. Kami harus benar-benar selektif.

Wawancara hampir usai, sampai aku berhenti pada kalimat akhir dari esai yang dibuatnya.

“Sebenarnya, aku bercita-cita menjadi seorang dokter. Aku ingin membangun sebuah rumah sakit gratis bagi mereka yang tidak mampu. Tetapi apa daya. Mungkin belum rejekiku. Aku jalani saja takdirku, walau saat ini bersekolah di Sekolah Tinggi Ilmu Komputer di Purwokerto dengan IP ku saat ini 3,83. Tapi Keinginanku untuk menjadi seorang dokter tak akan pernah mati. Entah dengan bekerja terlebih dahulu lalu kuliah lagi, atau berharap, suatu hari ada donatur yang bersedia membiayaiku, dan aku akan mengembalikan biaya itu kelak ketika aku sudah berhasil mewujudkan impian itu. Semoga Tuhan mendengar doaku.”

Aku tertarik mengetahui lebih jauh tentang hal ini. Lalu aku bertanya padanya :

“Jadi,cita-citamu dokter ?”

Sebentar ia menatapku, matanya mulai berkaca-kaca. Hal ini kontras sekali dengan ketegarannya ketika bercerita tentang kepahitan hidup dan keluarganya. Dengan suara yang bergetar dan sesekali serak kacau ia berkata :

“Iya ibu. Saya ingin sekali menjadi dokter. Bahkan saya tetap mencoba ikut tes di PTN, dan kemarin diterima. Tapi …”

Suaranya tercekat. Aku terpana melihat perubahan sikapnya dari seorang yang tegar menjadi begitu rapuh.

“Apa yang membuatmu ingin menjadi dokter,” selidikku.

“Saya ingat, ketika ibu sakit dan kami tidak punya uang untuk berobat,” tuturnya dengan suara parau sambil tertunduk.

“Dan saya, melihat, begitu banyak orang miskin yang ingin berobat, tapi sering ditolak rumah sakit karena biaya,” lanjutnya lirih.

“Apakah kamu masih ingin menjadi seorang dokter,” tanyaku.

“Sangat, bu” jawabnya. “Mungkin saya harus jalani di bidang ini dulu, tapi saya tak kan berhenti mewujudkan impian saya.”

Kutarik nafas dalam-dalam dan membuang muka, sambil menahan airmata yang nyaris jatuh.

“Baiklah, tetaplah bermimpi dan wujudkan impianmu. Terus berharap dan berusaha, dan alam akan membantumu mewujudkan impian itu. Ibu berdoa untukmu.” Aku mengakhiri wawancara siang itu.

Ah….

Ternyata bagi seorang anak, gagalnya sebuah impian lebih buruk dari kepahitan hidup



Semarang,7 Agustus 2014





Read more: http://baltyra.com/2014/08/08/perjuangan-anak-bangsa-mengenyam-pendidikan-impian-yang-tertunda/#ixzz3Bf1Db4Kh

Read more: http://baltyra.com/2014/08/08/perjuangan-anak-bangsa-mengenyam-pendidikan-impian-yang-tertunda/#ixzz3Bf0Z2uLs

read more

Selasa, 13 Mei 2014

Lagu Penghantar Tidur Anak

Selasa, 13 Mei 2014
0 komentar
Lagu Penghantar Tidur Anak

Mendengar lagu penghantar tidur anak, selalu membuai dan membawa saya berayun pada masa kanak-kanak yang indah dan bahagia. Ada kedamaian terpancar dari lagu penghantar tidur anak, yang membuat orang yang mendengarnya ingin terlelap.

Saat-saat menidurkan anak, merupakan saat-saat yang menyenangkan. Ibu dapat menjalin relasi kasih dengan putra – putrinya dengan sentuhan di dahi atau mengayun mereka dalam gendongan. Saat bersenandung, sang ibu menebarkan kedamaian agar anak yang rewel menjadi tenang. Menurut penelitian, praktek meninabobokan bisa menjadi obat dan terapi bagi anak.

https://www.facebook.com/NutrisiTumbuhKembangAnak/posts/214478665378107

Sangat disayangkan, lagu-lagu penghantar tidur mulai hilang. Saya berharap buaian penghantar tidur itu tidak berganti dengan pelototan ibu yang merasa terganggu anaknya yang tidak segera terlelap. Atau perannya digantikan oleh televisi yang memancarkan lebih banyak radiasi negatif dibandingkan positif.

Mari hantar anak-anak kita dengan senandung penghantar tidur.

Ini lagu-lagu penghantar tidur masa kecil saya.
Apa lagu-lagu penghantar tidur anda dulu? Yuk sharing supaya lagu penghantar tidur anak ini semakin kaya.

Sebelumnya, terimakasih buat yang melengkapi koleksi ini.

Semarang 17 Januari 2014
Dingin – pengin dilelo-lelo Bapakku

http://www.youtube.com/watch?feature=player_embedded&v=yYlWyrcmOF4
http://www.youtube.com/watch?v=iyfGbOKJsvw&feature=player_embedded
http://www.youtube.com/watch?v=wpOpTG4P_Yk&feature=player_embedded

Read more: http://baltyra.com/2014/01/28/lagu-penghantar-tidur-anak/#ixzz3Bf2bY3Ys


Read more: http://baltyra.com/2014/01/28/lagu-penghantar-tidur-anak/#ixzz3Bf2VHG7Y
Read more: http://baltyra.com/2014/01/28/lagu-penghantar-tidur-anak/#ixzz3Bf2Nkcth

read more

Malaikat Kecilku

0 komentar

Minggu sore kali ini sungguh berbeda dari biasanya.

Hari ini, 9 Desember 2013, Vento berulang tahun yang ke-11. Sekaligus adalah hari pertama ia menghadapi Ulangan Umum Semester-1. Juga hari itu adalah pertama kalinya, ia menghadapi UUS tanpa pendampinganku.

Sejak menikmati roller coaster kehidupan yang luar biasa ini, keluarga kecil kami terpisah-pisah. Suamiku bekerja di Jakarta, 1 putraku kuliah di Jogja, 1 putriku kuliah di Malang, 1 orang putriku tinggal bersamaku menempati sebuah rumah keluarga di kota atas – Semarang, dan Vento putra bungsuku tinggal bersama omnya di daerah Semarang, karena ia tidak mau pindah sekolah.

Di awal aku mendapatkan tiket untuk menaiki roller coaster itu, aku hanya bisa menyimpan air mata kepedihan, ketakutan yang kadang aku seka agar tak seorangpun melihatnya. Tapi aku telah bertekat untuk menikmati tantangan ini, berayun, menangis melawan takut dan kadang tertawa geli menikmati derasnya ayunan itu.

Yah, tapi malam ini, perasaan itu menjadi suatu ramuan rasa yang entah apa namanya tak dapat kutemukan definisinya.

Biasanya Sabtu sore, Vento melewati akhir pekan bersamaku di rumah atas. Ia kembali ke rumah omnya hari Minggu Sore. Tapi sore ini, ia terlihat malas sekali. Ayahnya telpon berkali-kali mengingatkan bahwa ia harus pulang pukul 4 sore, agar bisa mempersiapkan UUS dengan baik. Aku pun juga sudah memberi pengertian padanya,

“Dek kan besok UUS, pulang jam 4 ya.” Vento hanya terdiam mengangguk.

Hari ini aku cukup lelah. Sepulang dari gereja, dilanjutkan pertemuan Lektor hingga pukul 12 lebih. Setelah itu aku mendampinginya belajar.

Tak lama setelah itu kami makan siang bersama di sebuah Resto, sekedar melepas penat. Tak terasa waktu sudah menunjukkan pukul 3 sore. Aku mengatakan pada Vento agar belajarnya dilanjutkan, sebentar ibu istirahat.

Pukul 4 sore aku bangun. Aku berseru menyuruh Vento bersiap mandi. Keluar dari kamar kulihat ia tertidur di bangku depan kamar. Kudekati dan kupijat kakinya. Kulihat matanya terkatup tetapi berkedip-kedip, menunjukkan ia pura-pura tidur.

Kuhela nafas, aku tahu bahwa ia tak mau pulang. Akhirnya kubiarkan ia tertidur sungguhan.

Pukul 5 sore, aku membangunkannya sekali lagi. Kali ini dia bangun. Aku tak tega, akhirnya aku menawarkan :

“Adek mau pulang besok aja?”

Matanya berkejap bahagia, dan ia mengatakan:

“Kalau ibu boleh aku mau aja. Tapi apa ibu gak repot harus ngantar aku dulu sebelum ke kantor?”.

“Ya, gak masalah kalau sekali-sekali.”

“Ya udah to, sebentar aku SMS om, kasih tau aku gak pulang ya bu.”

Sepertinya ia tak menyia-nyiakan kesempatan.

Aku menelpon suamiku mengabarkan hal ini. Suamiku sepertinya keberatan karena aku harus bangun pagi-pagi dan naik sepeda motor sendiri. Padahal jarak rumah, sekolah vento dan kantorku jauh. Plus macet dan banjir di musim hujan seperti sekarang.

Biasanya aku numpang mobil kantor tanpa perlu susah payah. Tapi aku memberikan pengertian, bahwa Vento ingin belajar didampingi ibunya. Akhirnya suamiku mengerti.

Jam belajar sudah usai. Kami akan pergi tidur. Aku menelpon suamiku, mengajaknya berdoa bersama. Sungguh suasana menjadi haru, ketika giliran Vento berdoa:

“Tuhan aku bahagia mempunyai keluarga yang membanggakan. Meski kami berjauhan kami bisa berdoa bersama saat ini. Besok usiaku bertambah 1 tahun. Berilah aku kesehatan. Besok aku menempuh UUS. Berkatilah aku supaya aku dapat mengerjakan dengan baik. Aku juga mau berdoa untuk ayah yang berada di Jakarta , semoga ayah selalu sehat, Kau berikan rejeki agar dapat menafkahi kami sekeluarga. Berkati juga ibu yang sementara ini harus menjadi kepala keluarga. Berilah ibu kesehatan dan ketabahan. Berkati juga kakak yang mempersiapkan skripsinya. Semoga semuanya berjalan lancar dan kakak segera mendapatkan pekerjaan sehingga dapat membantu ekonomi keluarga. Juga berkati mbak Dita, supaya kuliahnya lancar. Berkati juga mbak Antya yang masih UAS.”

Aku tercekat mendengar untaian doa sederhana Vento. Ah anak ini….. begitu halus hatinya. Ia mengerti kepedihan hati kami. Ia mampu menerjemahkannya serta mengubah jeritan ini menjadi lambungan doa yang begitu indah.

Selamat ulang tahun anakku….malaikat kecilku. Terimakasih selalu menjadi kebanggaan, tawa dan penghiburan bagi kami. Teruslah menjadi berkat dan terberkati anakku sayang….

Doa ayah, ibu dan kakak-kakakmu yang selalu membanggakanmu



Semarang 09 Des 2013

HUT ke 11 Malaikat kecilku
Zena Pio Meidi Advento (Penghiburan Meita dan Trisadhi yang lahir di masa Adven)


om/2014/03/03/malaikat-kecilku/">Malaikat Kecilku

read more

Berikanlah Hatimu Untuk Mencintai dan Tanganmu Untuk Melayani

0 komentar

Menjelang awal-awal bulan Maret, umat Katolik di seluruh dunia memasuki masa yang disebut masa Pra-Paskah. Seperti layaknya umat Muslim mempersiapkan Lebaran, demikian juga umat Katolik mempersiapkan Paskah dengan berpantang, puasa dan mati raga. Masa Pra-Paskah dimulai dari Rabu Abu, dimana hari Rabu ini, dahi kita akan ditandai dengan abu. (baca artikel tentang Rabu Abu).

Dalam masa Pra-Paskah atau sering disebut juga sebagai Retret Agung, umat Katolik diharapkan dapat merenungkan serta menghidupi panggilannya. Merenungkan kasih Allah yang luar biasa dan membangun pertobatan terus-menerus melalui karya kepada sesama yang lemah, miskin tersingkir dan difabel (cacat).

Tema yang diambil oleh masing-masing Keuskupan berbeda, tergantung dinamika daerah setempat.

Untuk tahun ini, Keuskupan Agung Semarang mengambil tema seperti judul yang tercantum di atas. http://www.sesawi.net/2014/02/25/surat-gembala-prapaska-2014-keuskupan-agung-semarang/

Di dalam surat gembalanya, Uskup Agung Semarang mengajak umat untuk meneladan Bapa Paus Fransiskus yang mewartakan kasih Allah dengan mengunjungi tahanan membasuh kaki dan memeluknya. Melawat orang sakit dan memberi penghiburan secara langsung di tengah kesibukan beliau dan masih banyak lagi tindak nyata beliau.

Ada banyak kisah-kisah solidaritas di tengah bencana yang terjadi akhir-akhir ini, namun begitu bertubi kita dengar berita-berita tentang keserakahan, egoisme, mengejar kesenangan duniawi dan kepentingan pribadi.

Manusia cenderung menjadi sosok yang hidup untuk dirinya sendiri, menjadi mudah cemas dan sibuk memenuhi kebutuhan jasmani. Hal ini membuat manusia menjadi orang yang sulit bersyukur, enggan berbela rasa ambil bagian bertanggung jawab terhadap penderitaan orang lain.

Untuk itulah, Uskup Agung Semarang, Mgr. Johanes Pudjosumarto, mengajak umatnya mencanangkan tahun ini sebagai tahun Formation Iman.

Formatio Iman adalah pembinaan atau pendampingan iman yang terus menerus kepada semua orang beriman dalam setiap jenjang usia, mulai dari usia dini sampai usia lanjut. Pembinaan itu melibatkan keluarga, sekolah maupun paroki. Harapannya, melalui pendampingan iman yang terus menerus, kita semua bisa menjadi orang-orang yang beriman cerdas, tangguh dan misioner.

Dalam masa Pra-Paskah ini, umat diajak untuk:

- mengolah iman agar menjadi rahmat yang membawa hidup kita menjadi penuh berkat,

- meyakini bahwa Allah terus berkarya dalam hidup kita, dan menyerahkan hidup kita hanya kepada kehendakNya. Dengan demikian kita tidak kuatir dalam segala hal.

- beriman yang akan membawa kita pada kesadaran bahwa hidup kita akan semakin berarti saat hati bisa mencintai dan tangan bisa melayani.

Akhirnya, Bapa Uskup mengajak kita untuk membangun iman dengan puasa, pengakuan dosa dan amal kasih.

Ada hal yang ingin saya bagikan dalam hal puasa, pantang dan mati raga.

Semasa kecil, saya diajari orang tua dan sekolah tempat saya belajar, untuk membuat kaleng selama masa puasa itu. Di setiap hari pantang yang jatuh pada hari Jumat, kami diajari untuk berpantang jajan. Dalam pantang tersebut mengandung nilai, pengendalian diri dan berbagi. Karena, uang jajan, kami sisihkan di kaleng tersebut. Pada akhir masa puasa, uang tersebut diserahkan pada sekolah yg diteruskan ke Gereja untuk disalurkan pada orang yang membutuhkan.

Sungguh suatu pengalaman yang mengesankan, dan hingga saat ini saya teruskan. Saya menyisihkan uang belanja yang biasanya untuk makan 3x, sekarang cukup untuk makan kenyang 1x dan sisanya saya masukkan ke kaleng.

Puasa dalam pengertian kami, bukan menahan lapar, tetapi mengendalikan nafsu diri, dan mereformasinya menjadi solidaritas berbagi.

Selamat memasuki masa Retret Agung-selamat berpuasa, pantang dan bermati raga. Mari berikan hati kita untuk mencintai, dan tangan kita untuk melayani.


Read more: http://baltyra.com/2014/03/05/berikanlah-hatimu-untuk-mencintai-dan-tanganmu-untuk-melayani/#ixzz3Bf5E9kAB

Read more: http://baltyra.com/2014/03/05/berikanlah-hatimu-untuk-mencintai-dan-tanganmu-untuk-melayani/#ixzz3Bf59ygP6





Berikanlah Hatimu Untuk Mencintai dan Tanganmu Untuk Melayani

read more

Batik Semarang dan Sejarahnya

0 komentar
Cukup memalukan sebenarnya ketika saya tidak tahu menahu tentang kota Semarang yang sudah saya tinggali hampir separo abad. Terlebih ketika seorang sepupu minta dibelikan Batik Semarang dengan motif Tugu Muda. Lawang Sewu, Wewe Gombel (nama jalan rumah masa kecil sepupu saya dan orang tua saya yang saya tempati saat ini), tapi dengan gagah berani saya mengatakan, tidak ada Batik Semarang dan segala motif yang disebutkan itu.

Batik Semarang baru dihidupkan kembali tahun 2005 oleh pemerintah Kota Semarang setelah sentra-sentra Batik Semarang tersebut diporak-porandakan 2 kali yaitu oleh Pemerintah Belanda saat pendudukan tentara Jepang (1942-1945) dan oleh tentara Jepang saat Pertempuran Lima Hari di Semarang.

Kampung Batik Semarang, terletak di Bundaran pasar Bubakan, di belakang Hotel Jelita di Jl. Patimura, Semarang



Read more: http://baltyra.com/2014/03/27/batik-semarang-dan-sejarahnya/#ixzz3Bf5yWhP7

Ada cerita tersendiri tentang sejarah kota Semarang yang bisa dibaca di link di bawah ini.

http://saeitubaik.blogspot.com/2013/10/wawancara-rasika-dengan-pakar-batik.html



Read more: http://baltyra.com/2014/03/27/batik-semarang-dan-sejarahnya/#ixzz3Bf6OtEgv
Batik Semarang dan Sejarahnya
Foto 2. Kampung Batik Semarang di masa lalu (Sumber : link tsb di atas)

Walau telah diluluh lantakkan oleh tentara Jepang, kejayaan Batik Semarang masih bertahan hingga tahun 1970.

Adalah Tan Kong Tien, seorang putera tuan tanah (Tan Siauw Liem) yang juga menantu Sri Sultan Hamengkubuwono III. Setelah menikah dengan RA. Dinartiningsih, Tan Kiong Tien mewarisi keahlian membatik dari istrinya yang kemudian ia kembangkan. Perusahaannya bernama Batikkerij Tan Kong Tin, mendapatkan hak monopoli batik untuk wilayah Jawa Tengah. Perusahaannya ini diteruskan oleh putrinya : R. Ng, Sri Murdijanti hingga tahun 1970.

Dari dokumen pemerintah Kolonial Belanda, tahun 1919-1925 sentra batik di kota Semarang sangat berkembang. Hal ini dikarenakan terjadi krisis yang menyebabkan sulitnya mendapatkan bahan sandang. Akibatnya masyarakat memenuhi kebutuhan sandangnya sendiri dengan membuat pakaian sendiri.

Perajin Batik Semarang tidak pernah membakukan motif, seperti halnya perajin-perajin batik di kota Solo, Jogja atau Pekalongan. Sebagai masyarakat pesisir Utara Jawa, mereka umumnya membatik dengan motif naturalis : seperti binatang, alam, rumah dlsb. Hal ini berbeda dengan batik Solo dan Jogja yang mempunyai pakem dari Kraton.

Produk yang dihasilkan adalah kain kebaya (jarit), selendang dasi dan topi. Dan saat itu belum dikenal adanya teknik cap dan printing.

Pengembangan sentra batik Semarang menjadi produk batik masih mengalami kendala. Menurut Mas Ferry, salah satu pengusaha Batik, hal ini dikarenakan biaya tenaga produksi di Semarang jauh lebih mahal di banding kota lain. Sebagai perbandingan saja, tenaga jahit di kota Pekalongan atau Solo bisa Rp. 2.000 sedangkan di Semarang jauh dari angka itu. Untuk itulah penjahitan produk masal masih di lempar di kota-kota tersebut.

Upaya membangkitkan kejayaan batik Semarang telah dimulai tahun 2005, dipelopori oleh Pemerintah Kota Semarang saat itu. Walaupun tidak ditemukan generasi perajin batik asli dari kampung Batik, namun Pelatihan – pelatihan telah banyak diadakan. Tapi gregetnya hingga sekarang belum sehebat gaung batik-batik di kota lainnya.

Beberapa motif batik Semarang:



Foto 3. Motif batik yang ditemukan oleh Pepin Van Roojen dalam bukunya Batik Design (2001:84).




Contoh-contoh kreasi batik dengan motif khas kota Semarang


Foto 9 Sam Poo Kong



Dan masih banyak lagi motif-motif yang dikembangkan dengan ciri khas Semarang, seperti misalnya: Mesjid Agung, nama-nama jalan dengan kekhasannya: Jl. Srondol (yang dilambangkan dengan Blekok karena di sepanjang jalan tersebut banyak Blekok putih nangkring di pohon), Bandeng – Lumpia (makanan khas), Vihara (Jl, Watugong), Merak (nama jalan) dan masih banyak lagi.

Harga untuk batik-batik tersebut berkisar antara Rp. 50.000 – Rp. 250.000 untuk jenis printing (harganya hampir sama dengan batik cap). Sedangkan untuk batik tulis mulai Rp. 250.000 – > Rp. 600.000.

Jika anda ingin memesan, dengan motif kenangan tempat atau makanan khas masa kecil anda, hal ini sangat dimungkinkan. Dan ongkosnya pun sangat reasonable.



Sumber :

http://batiksemarangindah.blogspot.com/2009/04/sejarah-batik-semarang.html

http://history-of-culture.blogspot.com/2011/11/history-of-batik-semarang.html

http://jalan2.com/city/semarang/kampung-batik-semarang/



Read more: http://baltyra.com/2014/03/27/batik-semarang-dan-sejarahnya/#ixzz3Bf7B24oN

Read more: http://baltyra.com/2014/03/27/batik-semarang-dan-sejarahnya/#ixzz3Bf6XFQhr

read more

Suatu Hari Bersama Anak-anak Terang

0 komentar


Kira-kira September tahun 2013, Agustinus Samsari, atau yang lebih dikenal dengan Br.Konrad meng-add aku di FB. Belakangan aku tahu beliau mengenalku dari seorang teman di sebuah komunitas.

Suatu hari beliau menyapaku. Dan obrolan berlanjut dengan kopdar di rumahku. Beliau menganggap bahwa aku peduli pendidikan, dan memperkenalkanku pada Anak-Anak Terang (AAT), yang notabene sudah aku tahu lama dari dik Christ Widya tapi belum mengerti apa itu, karena Dik Christ Widya dan keluarga besarnya adalah sahabat keluarga kami, tapi dia hanya meng-invite tanpa ada pembicaraan lebih lanjut hehehehehe.

Aku menduga bahwa bruder, saat itu melihat aku tinggal di rumah yang besar, pasti aku ini adalah orang berduit. Hahahahaha….. sampai akhirnya aku bercerita keadaanku yang sebenarnya, bahwa usaha suamiku baru saja rugi sampai 9 digit, dan akhirnya mengundurkan diri dari kerja sama bersama temannya dan memutuskan bekerja di Jakarta.



Setelah perbincangan malam itu, Bruder meminta putriku yang ketiga untuk magang menjadi relawan, karena saat ini dia masih duduk di SMA kelas XII. Tujuannya, agar tahun depan dia bisa membantu dan dibantu.

Tapi, dalam permenunganku selanjutnya, aku terinspirasi cerita bahwa kaya itu bukan soal seberapa banyak kita mendapat, tetapi seberapa banyak kita memberi. Lalu, aku memutuskan untuk bergabung dan mengambil anak asuh semampuku. Plus aku ingin berbagi apa yang bisa kubagi, yaitu ilmu dan relasiku.

Perkenalan itu berlanjut menjadi suatu keterlibatan yang membahagiakan. Dengan relasi yang kupunya, aku berkesempatan memperkenalkan Anak-Anak Terang dengan komunitas penulis yang tergabung dalam RUMAH MEDIA dan LESPI, yang dalam perjalanan waktu berkenan membantu mengembangkan kemampuan relawan AAT di bidang menulis juga berbagi dari royalty mereka untuk AAT. Aku juga memperkenalkan AAT di komunitas Global Community Nusantara (BALTYRA) yaitu orang-orang yang mencintai Indonesia yang bermukim di seluruh penjuru dunia. Dalam komunitas itu kami berbagi pengalaman dan cerita.

Dari keterlibatan kecil menjadi semakin dalam. Suatu hari, pak Hadi Santono menelpon dan memintaku untuk menjadi pendamping rohani anak-anak. Aku sempat bergurau pada beliau, siapakah aku ini sampai ketua yayasan AAT menelpon aku dan memberikan kepercayaan padaku.


Sungguh, ini suatu kebanggaan untukku. Aku yang tak punya apa-apa jadi sungguh menjadi kaya!

Terlebih dari pengamatanku, Anak-Anak Terang ini berisi orang-orang hebat. Dari pengusaha, Praktisi yang ahli dibidangnya, hingga anak-anak kurang mampu, yang mampu menggerakkan kami semua untuk bersatu. Hebatnya lagi, pendampingan kepada penerima beasiswa, bukan cuma pemberian beasiswa, tapi juga pembekalan karakter dan ketrampilan. Adakah pemberi beasiswa yang seperti ini? Bahkan Bapa Suci Paus Fransiskus secara khusus mengirimkan berkatnya untuk Anak-Anak Terang.


Rasa syukur dan kekagumanku, semakin besar ketika aku ikut temu donatur, pengurus, pendamping dan relawan se-Indonesia di Wisma Duta Wacana 12-13 April 2014 di Kaliurang. Sungguh pertemuan yang luar biasa. Aku kagum bagaimana Tuhan bisa menggerakkan orang-orang dari seluruh penjuru dunia mendanai sekitar 2650an siswa dan 40 mahasiswa dari berbagai pelosok Indonesia.
Read more: http://baltyra.com/2014/04/17/suatu-hari-bersama-anak-anak-terang/#ixzz3Bf8Irrsx


Yayasan AAT, baru saja membuka sekretariat baru di Padang dan Pontianak. Sementara ini sekretariat yang ada : Semarang, Jogjakarta, Madiun, Malang dan Purwokerto. Semoga di kota-kota lain ada teman-teman yang tergerak untuk membuka sekretariat sehingga, semakin banyak anak kurang mampu yang dapat terlayani.

Banyak cerita-cerita sedih dan bahagia terungkap dalam pertemuan itu. Salah satu yang sempat membuatku merasa sangat beruntung adalah tentang seorang relawan, yang sebelum menerima beasiswa, adalah mahasiswa dengan IP sangat kurang. Ia harus bekerja di 3 tempat. Meski sudah bekerja di 3 tempat, untuk makanpun ia masih susah. Hingga ia makan dari nasi aking dicampur garam setiap harinya. Sampai suatu hari ia ditantang oleh pengurus AAT, untuk meninggalkan pekerjaannya dan konsentrasi dalam kuliah dan harus bisa meraih IP 3. Tantangan diterima. Dan ia mampu membuktikan. Hahahaha…. Aku menulis ini sambil menitikkan air mata.

Betapa hebatnya relawan AAT ini. Sedang cerita bahagianya adalah, seorang relawan yang berbeda dari kita kebanyakan, dan memiliki prestasi luar biasa dengan IP 3,9. Ia mendapatkan perhatian khusus dari seorang donatur yang berharap relawan/penerima beasiswa ini dapat bermetamorfosis menjadi seekor kupu-kupu yang makin cantik.


Betapa banyak hal-hal ajaib yang aku timba di Anak-Anak Terang. Aku bahagia bisa menjadi bagian dari komunitas ini. Aku menyebutnya sebagai komunitas peduli pendidikan Indonesia makin cerdas.

Aku berharap, Anak-Anak Terang makin bersinar, komit pada tujuan dan terus menularkan virus berbagi. Sebarkan “The Power of URUNAN.”
Mari terus bercinta…
Semarang, 16 April 2014



Read more: http://baltyra.com/2014/04/17/suatu-hari-bersama-anak-anak-terang/#ixzz3Bf9EP82M

read more

[Perjuangan Anak Bangsa Mengenyam Pendidikan] Kekurangan Tidak Menjadi Penghalang

0 komentar

Namanya Emy Prihatin. Emy. Ia mempunyai kekurangan: bibir sumbing. Tetapi ia berkeras untuk tidak operasi. Namun sepertinya, setelah Rekoleksi di Kaliurang, seorang donatur berhasil merayunya untuk bermetamorfosa menjadi kupu-kupu cantik. Emy setuju, dan dalam waktu dekat ia akan operasi. Emy memiliki prestasi yang membanggakan. Saat ini IPKnya 3,97. Selamat menikmati kisahnya

*****



“Kekurangan tidak menjadi penghalang bagiku untuk mewujudkan impian..”




Saya Berbeda
Nama saya Emy Prihatin, lahir di Pacitan, 31 Agustus 1994. Tempat tinggal saya di RT 01, RW 01, Dusun Krajan, Desa Wonokarto, Kecamatan Ngadirojo, Kabupaten Pacitan. Saya adalah anak tunggal yang terlahir dari keluarga yang sederhana. Saya sangat bersyukur karena keluarga sangat menyayangi saya meskipun kondisi saya yang seperti ini. Ya, saya berbeda dengan anak lainnya.

Ayah saya adalah seorang petani dan ibu saya bekerja sebagai pembantu rumah tangga untuk membantu membiayai biaya hidup kami sehari-hari.

Saya sangat minder dengan kondisi saya yang tidak seperti anak lainnya. Ketika SD sampai SMP saya sering sakit-sakitan. Sampai akhirnya waktu SMA sakit-sakitan itupun hilang.



Operasi?
Ketika saya masih kecil, saya sempat mau dioperasi bibir sumbing. Namun gagal karena saya demam dan menangis. Itu kata kedua orang tua saya.

Saya teringat, ketika kelas VI SD, wali kelas memanggil saya. Saya duduk di ruangan itu bersama dengan wali kelas. Saya sempat berpikir mengapa saya dipanggil? Apa mau dihukum? Saya salah apa? Pertanyaan-pertanyaan itu mengganggu pikiran saya.

Kemudian Guru pun memulai pembicaraan.

“Kamu kan sudah mau ke SMP, apa kamu nggak mau operasi?”

Saya terdiam tidak menjawab.

“Apa kamu nggak malu waktu SMP nanti kalau kamu nggak operasi?”

Saya masih terdiam. Seketika saya langsung pucat dan tubuh saya mendadak dingin. Saya hanya bisa menjawab “iya” dengan semua pertanyaan-pertanyaan yang dilontarkan guru saya waktu itu. Tetapi, meskipun saya menjawab iya, saya tetap tidak operasi karena perasaan takut yang menyelimuti. Setelah kejadian itu, di tahun 2006 saya pun alhamdulillah lulus dengan hasil yang cukup memuaskan.



Saya Berbeda tetapi Saya Bisa
Dengan hasil nilai yang saya dapatkan, saya memutuskan untuk mendaftarkan diri ke SMP Negeri 2 Ngadirojo. Saya banyak mengikuti kegiatan: ekstra kurikuler seperti PMR dan KIR (Karya Ilmiah Remaja). Selain itu, saya juga mengikuti kursus komputer di luar sekolah.

Tahun 2009, saya lulus dengan hasil yang memuaskan. Meski tidak mendapat juara 1, namun masih bersyukur mendapatkan juara 3. Setelah lulus dari SMP saya melanjutkan sekolah di SMA Negeri 2 Ngadirojo.

Saya sangat menyukai tantangan, hingga berbagai ekstra kurikuler saya ikuti. Dan saya juga terlibat dalam berbagai macam organisasi



Lagi-lagi Pertanyaan yang Sama
Pertanyaan yang sama kembali dilontarkan oleh kepala sekolah SMA saya.

Tanpa basa basi beliau bertanya,

“Sebelumnya maaf ya, Em. Kenapa kamu tidak mencoba untuk operasi?”

Suaranya sangat pelan, mungkin takut saya tersinggung.

Dan “deg..” Lagi-lagi pertanyaan itu. Jantungku serasa berhenti sejenak. Saya pun langsung menjawab dengan singkat

“Tidak, Pak”.

Kepala sekolah menyambung,

“Kenapa? Apa kamu takut?”

“Bukan masalah takut nggaknya, Pak. Memang saya nggak mau operasi. Saya sudah sangat bersyukur dengan apa yang diberikan Allah untuk saya. Masih banyak orang yang lebih menderita dari saya. Saya tidak mau mengubah nikmat yang sudah Tuhan berikan kepada saya. Ini memang sudah takdirnya, Pak.”

Lalu Kepala sekolah saya menyambung dengan sangat lembut dan penuh pengertian,

“Ya kalau kamu operasi, itu bukan mengubah nikmat Tuhan, tetapi hanya memperbaiki saja supaya menjadi lebih baik. Ibarat baju yang kotor dicuci biar bersih. Bukan mengubah nikmat Tuhan”

Saya hanya diam. Memang saya tahu itu bukan mengubah nikmat Tuhan, tetapi tidak tahu mengapa hati kecil saya mengatakan “TIDAK!!” Ketika itu saya tetap bersikeras untuk tidak operasi meskipun kepala sekolah tetap meyakinkan saya.



Dan pada akhirnya beliau menjabat tangan saya seraya berkata,

“Iya nggak apa-apa. Saya salut sama kamu. Tetap semangat ya.”

Saya mencoba untuk tersenyum, menahan air mata yang ingin tumpah. Saya segera permisi untuk kembali ke kelas. Bahkan, entah mengapa sampai sekarang hati kecil saya tetap berkata tidak untuk operasi, meski selalu ada tawaran untuk operasi dari berbagai pihak. Pernah saya menangis semalaman meratapi hidup saya. Sampai menyalahkan Tuhan kerena putus asa. Saya tahu itu salah. Tak seharusnya menyalahkan Tuhan. Itu adalah hal yang terbodoh yang pernah saya lakukan. Saya yakin, Tuhan akan memberikan yang terbaik. Dan di setiap cobaan pasti akan ada hikmahnya. Dan saya sangat beruntung mempunyai orang tua yang sangat menyayangi saya. Mereka selalu menyemangati. Apalagi ibu saya, seperti malaikat yang dikirimkan Tuhan untuk saya.



Tidak Ada Kata Menyerah
Dengan berbekal nilai yang saya peroleh, saya mendaftar di Universitas Negeri Yogyakarta dan di Universitas Negeri Surabaya dengan mengambil jurusan Manajemen sebagai peserta bidik misi. Saya sangat berharap untuk bisa diterima lewat jalur ini, sebab memungkinkan untuk kuliah secara gratis selama empat tahun. Namun saya sempat kecewa ketika diumumkan bahwa saya tidak diterima. Keinginan saya melanjutkan ke perguruan tinggi terkendala kondisi ekonomi keluarga kurang memungkinkan.

Kesulitan ekonomi disebabkan karena sumber penghasilan yang sangat minim. Kebanyakan sumber penghasilannya adalah dari hasil menjual rempah-rempah seperti kunyit, jahe, dan laos. Harga jual kunyit 1 kg nya Rp 1.400, jahe Rp 3.000, dan laos Rp 700. Kalau sedang musim kemarau bisa mengambil daun-daun cengkih yang sudah kering untuk dijual per kilogramnya Rp 2.000. Tetapi kalau lagi musim hujan, harga jual daun cengkeh dan rempah-rempah menurun. Terkadang juga tidak laku.

Setiap mengumpulkan rempah-rempah, dapatnya tidak sampai berpuluh-puluh kg. Kadang 16 kg, kadang 20 kg. Panen cengkeh 3 tahun sekali. Namun, karena semangat saya yang tinggi untuk melanjutkan kuliah, orang tua saya bekerja keras untuk bisa membiayai kuliah saya. Akhirnya saya mendaftarkan diri di Universitas Katolik Widya Mandala Madiun dengan mengambil jurusan Akuntansi. Saya pun diterima dan saya menimba ilmu di Universitas Katolik Widya Mandala Madiun. Dan di sinilah saya mulai mengenal AAT (Anak-Anak Terang).



Beasiswa AAT
Berawal dari Semester II, saya didaftarkan untuk mengajukan beasiswa AAT oleh Pak Bernardus Widodo, Wakil Rektor III Universitas Katolik Widya Mandala Madiun. Saya pun mulai melengkapi berkas-berkas yang dibutuhkan. Hingga akhirnya waktu wawancara tiba. Ketika itu wawancara mengambil tempat di Panti Asuhan St. Aloysius Madiun.

Jantung saya berdetak kencang, entah apa sebabnya. Mungkin takut campur cemas. Detik demi detik bergulir, dan akhirnya giliran saya untuk diwawancarai. Waktu itu yang mewawancarai adalah Bruder Yakobus, CSA. Pertanyaan demi pertanyaan saya jawab dengan polosnya. Mulai dari pendidikan, pekerjaan orang tua, kondisi ekonomi dan lain sebagainya.

Sepulang dari wawancara, saya mulai menduga-duga. Terima.. Tidak.. Terima.. Tidak.. terus begitu. Dan akhirnya waktu pengumuman tiba. Nama demi nama disebutkan oleh Pak Hadi Santono selaku ketua Yayasan Anak-Anak Terang (AAT) Indonesia. Saya mulai cemas. Dan akhirnya nama saya disebut sebagai penerima beasiswa AAT. Saya seperti tidak percaya. Dalam hati saya langsung bersyukur kepada Tuhan dengan nikmat yang diberikan untuk saya. Saya senang sekali bisa mendapatkan beasiswa AAT ini. Apalagi saat melihat kedua orang tua saya tersenyum bahagia ketika tahu saya mendapatkan beasiswa AAT. Tak henti-henti saya bersyukur kepada Tuhan dengan Rahmat dan Nikmat yang diberikan-Nya.

Di samping dapat meringankan beban kedua orang tua, di AAT saya juga mendapatkan pengalaman-pengalaman yang sangat berharga. Dari wawancara dengan calon anak asuh yang bermacam-macam ceritanya. Sangat banyak pengalaman ketika kunjungan dan wawancara yang kesemuanya tidak mungkin saya ceritakan satu per satu. Pengalaman pertama adalah kunjungan ke SDK dan SMPK Santo Yusuf Madiun untuk menemui PJ sekolah, karena ketika itu saya langsung menangani 2 sekolah tersebut. Awalnya saya bingung, tetapi setelah lama-lama akhirnya terbiasa.



Terima Kasih AAT
Dengan bantuan dari Beasiswa AAT ini saya sangat berterimakasih, karena telah membiayai kuliah saya terutama untuk bapak/ibu donatur, Pak Hadi Santono, dan Pak Christ Widya. Saat ini saya akan berusaha semaksimal mungkin untuk lebih meningkatkan prestasi supaya tidak mengecewakan pihak yang telah bersedia untuk membiayai kuliah saya. Tuhan yang akan membalas kebaikan bapak/ibu donatur. Semoga bapak/ibu donatur selalu diberikan rahmat dari Tuhan dan selalu dalam lindungan-Nya. Dan tentunya dengan semangat, usaha dan doa, saya berharap suatu saat nanti bisa menjadi orang sukses dan bisa berbagi dengan orang lain seperti bapak/ibu donatur. Amin.





Seperti yang dikisahkan oleh Emy Prihatin*

Staff Admin AAT Madiun

Emy Prihatin adalah salah satu Anak Asuh AAT tingkat Perguruan Tinggi yang juga bertugas sebagai Staff Admin AAT Madiun. Merupakan mahasiswi Program Studi Akuntansi, UNIKA Widya Mandala Madiun, angkatan 2012.


read more

Kamis, 16 Januari 2014

Perjuangan Anak Bangsa Mengenyam Pendidikan - Gadis Bunga Kamboja

Kamis, 16 Januari 2014
0 komentar
Sahabat Baltyra, satu kisah tentang Perjuangan Anak Bangsa Mengenyam Pendidikan telah saya sajikan. Saya mengundang anda semua menyisihkan Rp.50.000 – Rp.100.000/bulan bagi 1 orang anak asuh, jika anda memiliki rejeki lebih. Seperti cerita salah satu kontributor kita, pak Tjipta Effendi dalam sebuah kisahnya yang dimuat di Kompasiana tentang Roti yang tak pernah busuk, saya pun yakin secuil roti yang anda bagikan ini tak akan pernah busuk bagi penerimanya. Selamat menikmati kisahnya, jangan lupa siapkan tisu, dan mampirlah di www.anakanakterang.web.id *** 8 Desember 2013, adalah hari terakhir survey sekolah dan wawancara calon anak asuh Yayasan Anak-anak Terang (AAT) Indonesia untuk sekolah-sekolah wilayah karesidenan Madiun. Sekolah yang mendapatkan giliran terakhir untuk disurvey adalah SMPK Garuda Parang, Magetan. Banyak sekali cerita yang membuat saya senang, sedih, terharu, kagum bahkan terheran-heran. Kebetulan hari itu, saya mendapatkan giliran untuk mewawancarai seorang siswi kelas VIII. Gadis ini begitu hebat dan mampu membuat saya makin bersyukur atas hidup ini. Namanya Ayu (nama asli disamarkan). Garis-garis kecantikan terukir di wajahnya. Rambutnya panjang diikat rapi. Bulu matanya lentik dan bibirnya tipis. Warna kulitnya eksotis. Dalam wawancara awal, saya meminta Ayu untuk bercerita tentang keluarganya, dan dengan tersendat-sendat Ayu mengawali kisahnya. “Saya 5 bersaudara. Kakak saya nomer satu dan dua sudah kerja mbak, dan…” Ayu menghentikan ceritanya dengan suara serak dan mata berkaca-kaca. Aku terdiam memberinya kesempatan untuk melanjutkan cerita. “Kakak saya nomor tiga meninggal satu tahun lalu, padahal dia adalah kakak yang paling saya sayangi. Dia yang paling mengerti saya.” Air mata Ayu tak terbendung. Aku hanya bisa menatapnya iba dan mengulurkan tissue untuk menghapus airmatanya. Setelah agak tenang, ia menerawang ke langit-langit dan melanjutkan ceritanya dengan suara yang tercekat. “Kakak saya meninggal terlindas truk Mbak” Deg! Jantung saya serasa berhenti berdetak, sesak! “Semenjak ditinggal kakak saya, kehidupan saya berubah. Selama ini yang membiayai sekolah saya adalah kakak saya yang nomor tiga. Kakak-kakak saya yang lain kurang peduli pada saya.” Ayu menangis kembali. Saya sendiri sibuk menahan air mata tak ingin menunjukkan kesedihan. “Sabar ya Dek. Jangan merasa hancur. Kehidupanmu masih panjang. Masih banyak hal yang bisa kamu lakukan, masih banyak yang harus kamu perjuangkan. Kepergian kakakmu pasti ada hikmahnya untuk kamu. Dan Tuhan tahu kamu adalah perempuan yang kuat. Kamu pasti bisa menghadapi semua ini.” “Iya Mbak, saya akan terus berjuang demi cita-cita saya dan demi cita-cita kakak saya.” “Memangnya apa cita-cita kakak kamu.?” “Kakak saya ingin saya sekolah sampai SMA, Mbak. Karena itu dulu kakak saya berjuang mati-matian demi membiayai sekolah saya. Dan setelah kakak saya meninggal, saya ingin sekali mewujudkan cita-citanya. Tetapi saya tidak tahu bagaimana caranya agar saya bisa melanjutkan sekolah saya.” “Bagaimana dengan Bapakmu? Beliau masih bisa membiayai kamu, kan?” “Bapak saya hanya petani kecil, Mbak. Sawahnya cuma satu petak dan hasilnya hanya cukup untuk makan sehari-hari saja.” “Bagaimana dengan ibu kamu?” “Ibu tidak bekerja, ia di rumah mengurus adik saya.” “Berarti hanya bapakmu yang mencari nafkah, Dek?” “Tidak Mbak. Saya juga ikut membantu bapak mencari nafkah.” “Lho, kamu kerja? Kerja apa?” tanyaku penasaran. “Setiap pulang sekolah, saya mengumpulkan bunga Kamboja yang ada di kuburan.” “Buat apa dek bunga Kambojanya?” “Buat dijual Mbak. Biasanya saya sampai maghrib mengumpulkan bunga Kamboja. Sepulang dari mencari bunga Kamboja, saya mencari rumput untuk makan kambing nenek saya. Biasanya saya bawa senter.” Saya tercekat dan langsung terdiam. Saya tidak bisa lagi berkata apa-apa. Sungguh, Ayu membuat saya kagum. Di usia yang masih terbilang remaja, ia harus mencari nafkah untuk membantu orang tuanya. Saya kira kisah seperti ini hanya ada dalam sinetron atau dalam acara televisi saja. Namun ternyata saya mendengar sendiri kisah itu. “Kamu tidak takut,dek di kuburan malam-malam? Nanti kalau kamu bertemu setan gimana? Kalau ada yang loncat-loncat gimana? Tanyaku sambil bergurau. “Tidak Mbak. Demi cita-cita kakak saya, saya akan terus berjuang dan tidak akan menyerah.” Sampai di situ, saya pikir bisa sedikit menghiburnya dengan guyonan saya. Ternyata dia tetap berbicara dengan serius sambil sesekali mengusap air matanya. “Biasanya sehari dapat seberapa bunga Kambojanya, Dek? harganya berapa?” Saya mulai melanjutkan pertanyaan saya. “Sehari dapat satu kresek kecil Mbak. Kalau sedang musim berbunga seperti ini biasanya saya dapat lebih banyak. Sampai rumah bunga-bunga itu saya jemur dan saya kumpulkan sampai satu kilogram. Setelah itu saya jual dengan harga lima puluh ribu.” “Wah, banyak dong lima puluh ribu. Berapa hari sekali bisa dapat lima puluh ribu Dek?” “Sebulan sekali Mbak. Itu pun kalau sudah terkumpul satu kilogram.” “Haaaaaa.. Sebulan?” seruku keheranan. “Iya Mbak, dan uangnya saya berikan pada ibu untuk belanja sehari-hari.” “Mengapa tidak kamu pakai untuk uang jajan kamu saja Dek?” “Tidak Mbak. Kasihan ibu. Ibu tidak bekerja dan bapak juga hanya bisa memberi uang sedikit.” “Terus bagaimana dengan uang jajanmu Dek?” “Saya jarang beli jajan Mbak. Kalaupun ingin jajan, saya akan mengambil sedikit uang dari hasil menjual bunga Kamboja. Kadang lima ratus kadang seribu.” “Uang lima ratus memang cukup untuk beli jajan Dek?” “Cukup Mbak. Untuk beli permen yang akan saya bagi dengan adik saya.” “Baik sekali hatimu Dek. Mbak bangga sama kamu. Jangan pernah putus asa ya. Tuhan tidak akan membuat apa yang kamu perjuangkan menjadi sia-sia.” “Iya Mbak.” Cerita demi cerita saya dengarkan sendiri darinya. Bagaimana perjuangannya berjalan kaki kiloan meter setiap hari karena tidak punya kendaraan yang bisa dipakai. Juga perjuangannya mengumpulkan bunga Kamboja setiap hari yang hasilnya tidak seberapa. Kepedihan dan perjuangannya menghadapi kerasnya hidup, menahan kesedihan atas kepergian kakak yang sangat ia sayangi dan kekasaran bapaknya karena himpitan ekonomi. Saya sangat kagum padanya. Dia yang begitu polos, ikhlas membantu sang Ayah mencari nafkah. Padahal dia sering mendapat perlakuan kasar. Tetapi menurutnya, semua perlakuan kasar yang diterimanya adalah untuk kebaikan dirinya juga. Sejahat apapun bapaknya, ia tetap menyayangi kedua orang tuanya. Kebaikan hatinya yang begitu tulus itu telah membuka hati saya untuk lebih peduli lagi dan bersyukur atas kehidupan ini. Dalam hati saya berkata : Kamu pasti bahagia kelak, Ayu. Kamu layak mendapatkan kebahagiaan itu. Mungkin saat ini hidupmu tak seindah kilauan permata. Namun kebaikan hatimu, melebihi harumnya bunga Kamboja. Tetap semangat. Tuhan tidak akan membiarkanmu terus merana. Karena kuncup bunga akan mekar dan mewangi pada waktunya.. Diceritakan oleh Farhana Rike Kotikhah (Relawan AAT Madiun) Read more: http://baltyra.com/2014/01/09/perjuangan-anak-bangsa-mengenyam-pendidikan-gadis-bunga-kamboja/#ixzz2qYD2W0n9

read more

Komposisi Lama di Lagu Baru

0 komentar
Senja baru saja merekah merah, sebentar lagi akan berubah warna menjadi gelap. Aku termangu di meja makan, usai merangkai peluh menjadi bulir-bulir nasi Di sudut meja, aku membuang pandang, sambil merenda airmata. Mengeja peristiwa menjadi sebuah makna bahagia “Apa yg salah?”, tanyaku gelisah. Kembali aku termangu, kuurai helai demi helai desah dan keluhku. Memisahkan nadanya satu persatu. Kemudian, mengamati, merangkainya kembali menjadi harmoni nada yg baru. Ahhh,sebentar aku terhenyak. “Ini bukan laguku," teriakku! Kekecewaan kembali melumatku. Menghancurkan semua urat bahagia di otakku. "Duhhhhhh, dimana aku yg dulu?" keluhku penuh gerutu. Kuambil kembali nada desah dan keluh itu. Kucoba lagi merangkainya menjadi barisan not dengan komposisi baru. Hufffffft,tetap saja aku tak mampu. Dan lagi-lagi kuteriakkan, "itu bukan laguku!" Sejenak dingin menghampiri. Sekelebat angin berhembus membelaiku. Dielusnya rambut, kemudian diusapnya pipiku. Kupejamkan mata. Menikmati buaian kedamaian itu. Dalam keheningan, ia mulai membisikkan sebuah pesan, "Aya,kau tak perlu mencipta lagu baru dari nada-nada itu. Cukup dendangkanlah dengan rasa syukurmu, sambil hitunglah berkat yang telah kau terima sepanjang hari. Janganlah kesedihan datang karena kauciptakan sendiri.” Aku kembali termangu. Sesekali mengharap semilir itu menghampiriku. Kuhela nafasku dalam-dalam, dan kupungut kembali nada desah dan keluh itu. Kuputar begitu saja, tanpa ku ubah komposisinya... Kali ini aku tak memberontak. Hmmm….Ini memang bukan laguku. Tapi nikmati saja.... Semarang,17 Oktober 2013 Apatis akut…..

read more

Beautiful and Hopeful Indonesia

0 komentar
http://www.youtube.com/watch?v=B47KQ6RNJtg Di tengah carut – marutnya situasi politik dan ekonomi Indonesia, yang banyak menimbulkan gerutu dan sumpah serapah, saya cukup bahagia melihat sajian PENEBAR INSPIRASI yang menghadirkan Jusuf Kalla, Jokowi, Anies Baswedan, Ganjar Pranowo dan Abraham Samad sebagai bintang tamu pada acara Mata Najwa di sebuah stasiun televisi. Acara yang dikemas begitu santai, penuh gelak dan tawa namun tetap inspiratif dan membawa kesegaran, membuat saya melupakan kesuntukan dan kekecewaan pada bangsa ini. Optimisme saya kembali bangkit, ketika begitu banyak harapan dan semangat yang dilontarkan dari kelima sosok yang digadang-gadang ini. Saya tergugah dengan pernyataan Jokowi di akhir acara yang mengajak kita semua untuk terus mengekspose kebaikan, agar kebaikan itu menular kepada semua manusia. Sudah saatnya, kita menyetop energi buruk yang terus dipancarkan dan didengungkan media massa dan media sosial. Masih banyak harapan bisa kita wujudkan yaitu dengan 1. Ketulusan yang telah diteladankan Jokowi. 2. Kesederhanaan dan kejujuran, menghindari sikap tamak, gaya hidup hedonis dan pragmatis yang diharapkan oleh Abraham Samad. 3. Keberanian yang dicontohkan oleh Ganjar Pranowo yang mengajak kita terlibat, jangan cuma jadi penonton, yang sibuk menggerutu. Karena, jika kita sudah terlibat, kita akan berani mengambil resiko. 4. Kecintaan yang disertai keteladan terhadap produk dan budaya bangsa yang sudah menjadi nafas bagi seorang Jusuf Kalla. 5. Rendah hati dan tangguh seperti yang diungkapkan Anies Bawesdan yang mengajak kita agar tidak mudah terbang karena pujian,tidak tumbang karena cacian Kiranya kelima hal yang saya rangkum dari pernyataan lima tokoh tersebut bisa kita sebarkan sebagai virus kebaikan. Mari kita wujudkan beautiful and hopeful Indonesia. Semarang, 9 Januari 2014

read more

Wawancara Imajiner Saya Dengan Sopyan Hadi – Teknisi KRL Serpong – Bintaro 11 Desember 2013

0 komentar
Saya : Selamat siang mas. SH : Selamat siang mbak. Saya : Bagaimana kabarnya ? SH : Baik-baik saja. Saya : Mas Sopyan, saya tidak ingin menanyakan kronologi peristiwa tersebutkarena media sudah banyak menceritakannya. Saya hanya punya satu pertanyaan : Mengapa Mas Sopyan tidak segera menyelamatkan diri, padahal anda punya banyak kesempatan untuk itu? SH : Begini mbak. Dari kecil saya bercita-cita menjadi masinis.Saya Sangat kagum dengan profesi masinis. Tapi kebetulan saya tidak punya kesempatan menjadi seorang masinis. Rupanya Tuhan menakdirkan saya menjadi teknisi di KRL supaya saya bisa menyelamatkan banyak orang. Sebetulnya saya juga kecewa ketika pertama kali saya mendaftar di PT. KAI dan tidak diterima. Bahkan saya sempat 3 x tes. Saya marah, jengkel dan putus asa. Akhirnya saya mendaftar bekerja di perusahaan lain. Tapi, ternyata Tuhan memberi kesempatan saya untuk bekerja di PT. KAI bukan sebagai masinis tapi sebagai teknisi. Saya menyadari panggilan saya setelah jiwa saya terpisah dari raga saya. Saya senangpada detik-detik terakhir sebelum tabrakan saya bisa memberitahu para penumpang untuk bersiap menyelamatkan diri. Saya tidak tahu apa jadinya kalau saya mengambil keputusan menyelamatkan diri saya sendiri. Saya : Boleh tahu apa yang ada di pikiran mas Sopyan di saat-satterakhir ? SH : Saat itu dari jauh saya sudah melihat truk yang nyelonong walaupun sirine sudah berbunyi. Memang palang pintubelum turun. Saat itu sepertibiasa di daerah itu macet. Saya lihat truk tanki bensin yang nyelonong itu sepertinya mogok. Saya langsung berpikir, saya harus segera memberitahu penumpang akan kemungkinan terjadinya tabrakan dahsyat. Yang terbayang di benak saja, sekian kilo liter bensin terbakar akan menimbulkan banyak korban bukan cuma penumpang tapi jugamasyarakat disekitar kejadian. Akhirnya saya memutuskan membuka kabin penumpangdan memberitahu mereka bahwa sebentar lagi kereta akan bertabrakan. Saya tutup kembali pintu kabin dan Blaaaarrrrr ! Setelah itu saya tidak ingat apa-apa dan ternyata saya sudah beralih dunia. Saya : Mungkin mas Sopyan ada pesan untuk keluarga, korban atau pembaca ? SH : Ya, saya mau berterimakasih pada keluarga, sahabat dan kerabat yang selalu mendukung saya. Saya sudah berada di tempat yang bahagia. Saya juga turut berbela sungkawa pada keluarga korban yang kehilangan orang-orang yang dicintainya. Juga mereka yang masih dirawat di RS. Semoga segera pulih. Dan saya juga berpesan pada semua pengendara yang hendak melintas di jalur kereta api, berhati-hatilah, jangan tergesa-gesa. Tindakan anda menimbulkan kerugian yang amat dasyat. Bukan cuma kerugianmaterial, kesedihan, tapi juga ada banyak mimpi dan masa depan yang terpaksa anda hancurkan dengan kecerobohan dan ketergesa-gesaan. Semoga Tuhan mengampuni kita semua. Saya : Terimakasih Mas Sopyan atas waktunya. Selamat beristirahat dalam damai. “Sejatinya kita semua adalah pahlawan. Sekecil apa pun peran seorang manusia, ia terlahir untuk menjadi pahlawan. Dan Sopyan Hadi telah memilih menjadi seorang pahlawan yang mengorbankan dirinya untuk keselamatan orang banyak." Rest in peace Sopyan Hadi, akan kami simpan air mata ini dan menggantinya dengan senyum kebanggaan. Semarang 11 Desember 2013 (Data dirangkum dari berbagai sumber)

read more

Malaikat Kecilku

0 komentar
Minggu sore kali ini sungguh berbeda dari biasanya. Hari ini, 9 Desember 2013 Vento berulang tahun yang ke-11. Sekaligus adalah hari pertama ia menghadapi Ulangan Umum Semester-1. Juga pertamakalinya, ia menghadapi UUS tanpa pendampinganku. Sejak menikmati roller coaster kehidupan yang luar biasa ini, keluarga kecil kami terpisah-pisah. Suamiku bekerja di Jakarta, 1 putraku kuliah di Jogja, 1 putriku kuliah di Malang, 1 orang putriku tinggal bersamaku menempati sebuah rumah keluarga di kota atas-Semarang, dan Vento putra bungsuku tinggal bersama omnya di daerah Semarang Timur, karena ia tidak mau pindah sekolah. Di awal aku mendapatkan tiket untuk menaiki roller coaster itu, aku hanya bisa menyimpan air mata kepedihan, ketakutan yang kadang aku seka agar tak seorangpun melihatnya. Aku telah bertekad untuk menikmati tantangan ini, berayun, menangis melawan takut dan kadang tertawa geli menikmati derasnya ayunan itu. Yah, tapi kemarin malam, perasaan itu menjadi suatu ramuan rasa yang entah apa namanya tak dapat kutemukan definisinya. Biasanya Sabtu sore, Vento melewati akhir pekan bersamaku di rumah atas. Ia kembali ke rumah omnya hari Minggu Sore. Tapi sore ini, ia terlihat malas sekali. Ayahnya telpon berkali-kali mengingatkan bahwa ia harus pulang pukul 4 sore, agar bisa mempersiapkan UUS dengan baik. Aku pun juga sudah memberi pengertian padanya, “Dek kan besok UUS, pulang jam 4 ya.” Vento hanya terdiam dan mengangguk. *** Hari itu aku cukup lelah, pulang gereja, dilanjutkan pertemuan Lektor hingga pukul 12 lebih, selanjutnya aku mendampinginya belajar. Setelah itu kami makan siang bersama di sebuah Resto. Tak terasa waktu sudah menunjukkan pukul 3 sore. Aku mengatakan pada Vento agar belajarnya dilanjutkan, sebentar ibu istirahat. Pukul 4 sore aku bangun. Aku berseru menyuruh Vento bersiap mandi. Keluar dari kamar kulihat ia tertidur dibangku depan kamar. Kudekati dan kupijat kakinya. Kulihat matanya terkatup tetapi berkerijap, menunjukkan bahwa ia pura-pura tidur. Kuhela nafas, aku tahu bahwa ia tak mau pulang. Akhirnya kubiarkan ia tertidur sungguhan. Pukul 5 sore, aku membangunkannya sekali lagi. Kali ini dia bangun. Aku tak tega, akhirnya aku menawarkan : “Adek mau pulang besok aja?” Matanya berkejap bahagia, dan ia mengatakan “Kalau ibu boleh aku mau aja. Tapi apa ibu gak repot harus ngantar aku dulu sebelum ke kantor." “Ya,gak masalah kalau sekali-sekali.” “Ya udah to, sebentar aku SMS om, kasih tau aku gak pulang ya bu.” Sepertinya ia tak menyia-nyiakan kesempatan. Aku menelpon suamiku mengabarkan hal ini. Suamiku sepertinya keberatan karena aku harus bangun pagi-pagi dan naik sepeda motor sendiri. Padahal jarak rumah, sekolah Vento dan kantorku jauh. Plus macet dan banjir di musim hujan seperti sekarang. Biasanya aku numpang mobil kantor tanpa perlu susah payah. Tapi aku memberikan pengertian, bahwa Vento ingin belajar didampingi ibunya. Akhirnya suamiku mengerti. *** Jam belajar sudah usai. Kami akan pergi tidur. Aku menelpon suamiku, mengajaknya berdoa bersama. Sungguh suasana menjadi haru, ketika giliran Vento berdoa : “Tuhan aku bahagia mempunyai keluarga yang membanggakan. Meski kami berjauhan kami bisa berdoa bersama saat ini. Besok usiaku bertambah 1 tahun. Berilah aku kesehatan. Besok aku menempuh UUS. Berkatilah aku supaya aku dapat mengerjakan dengan baik. Aku juga mau berdoa untuk ayah yang berada di Jakarta, semoga ayah selalu sehat, Kauberikan rejeki agar dapat menafkahi kami sekeluarga. Berkati juga ibu yang sementara ini harus menjadi kepala keluarga. Berilah ibu kesehatan dan ketabahan. Berkati juga kakak yang mempersiapkan skripsinya. Semoga semuanya berjalan lancar dan kakak segera mendapatkan pekerjaan sehingga dapat membantu ekonomi keluarga. Juga berkati mbak Dita, supaya kuliahnya lancar. Berkati juga mbak Antya yang masih UAS.” Aku tercekat mendengar untaian doa Vento. Ah anak ini….. begitu halus hatinya. Ia mengerti kepedihan hati kami. Ia mampu menerjemahkannya serta mengubah jeritan ini menjadi lambungan doa yang begitu indah. Selamat ulang tahun anakku….malaikat kecilku. Terimakasih selalu menjadi kebanggaan, tawa dan penghiburan bagi kami.Teruslah menjadi berkat dan terbekati anakku sayang…. Doa ayah, ibu dan kakak-kakakmu yang selalu membanggakanmu Semarang 09 Des 2013 HUT ke 11 Malaikat kecilku Zena Pio Meidi Advento (Penghiburan Meita dan Trisadhi yang lahir di masa Adven)

read more