Home | Looking for something? Sign In | New here? Sign Up | Log out

Halaman

Jumat, 03 Juli 2015

Retret Agung 2015 – Kasih Yang Memberi Solusi

Jumat, 03 Juli 2015
Seperti halnya umat muslim yang berpuasa sebelum hari raya Idul Fitri, demikian juga halnya umat Katolik. Masa puasa umat Katolik berlangsung 40 hari sebelum Paskah. Masa ini disebut sebagai masa Prapaskah atau Retret Agung yang mengajak umat untuk melakukan jeda,merefleksi dan menimba kesegaran baru. Hal ini mengacu pada apa yang telah dilakukan oleh Nabi Musa dan Elia, yang berpuasa 40 hari lamanya sebelum mendapatkan tugas perutusan dari Allah.

Dalam masa istimewa selama 40 hari ini, umat diharapkan membangun kehidupan doa, bermati raga dan melakukan tindakan atau karya kasih. Tidak cukup hanya berdoa,menghindari kebiasaan buruk, tetapi juga memperbaiki relasi dengan sesama.

Puasa, pantang dan matiraga, sejatinya adalah sebuah proses membersihkan diri untuk membentuk sebuah pibadi yang layak mendapat buah penebusan Kristus. Penyangkalan diri menjadi kunci utama dalam proses pembersihan ini.

Penyangkalan diri bisa dilakukan dengan cara sederhana. Karena inti dari penyangkalan diri adalah melepaskan diri dari kemelekatan. Misalnya : berjam-jam nonton TV,bermain gadget, merokok, makan manis/asin, menggosip, dlsb.

Tahun ini Keuskupan Agung Jakarta dan Keuskupan Agung Semarang mengambil tema masa Prapaskah yang hampir sama :

“Tiada Syukur Tanpa Peduli” – Keuskupan Agung Jakarta
“ Iman Disertai Kasih Semakin Hidup” - Keuskupan Agung Semarang

Kedua tema tersebut dilandasi pada sebuah bacaan kitab suci (Mrk 1:40-45), yang bercerita tentang Yesus mentahirkan orang kusta.

“Pada masa Perjanjian Lama, orang yang menderita kusta, dianggap najis. Mereka disingkirkan dan harus berpakaian cabik-cabik, rambutnya terurai. Ia harus menutupi mukanya sambil berseru-seru : “Najis! Najis!”, supaya orang lain yang berjumpa atau berada dekat dengan dia menyingkir agar tidak ketularan najis. Namun tidak cukup bahwa ia sembuh.
Untuk diterima kembali dalam masyarakat dan ikut dalam perayaan suci, kesembuhannya harus dinyatakan secara resmi oleh imam (Im 14:2-32). Itulah sebabnya Yesus mengatakan kepada orang yang disembuhkan-Nya untuk memperlihatkan diri kepada imam. Tetapi proses itu tidakmudah : para imam sulit dijumpai – apalagi ketika ibadah dipusatkan di satu tempat – dan syarat-syaratnya pun sulit dipenuhi oleh orang-orang sederhana. Dengan demikian lengkaplah penderitaan yang ditanggung oleh orang kusta itu.
Melihat orang yang menderita seperti itulah hati Yesus tergerak oleh belas kasihan (Mrk1:41). Inilah sebentuk kepedulian yang amat nyata. (Surat Gembala Masa Prapaskah 2015 Uskup Agung KAJ) “

Kenyataan tersebut diatas sering kita jumpai dalam kehidupan sehari-hari. Birokrasi yang rumit untuk mendapatkan perawatan di RS bagi orang miskin contohnya, menjadi keluhan yang biasa kita dengar.

Yesus memberikan teladan dan mengajak kita mengambil bagian memulihkan martabat kemanusiaan saudara-saudara di sekeliling kita.

Pemerintah saat ini sudah bergerak dengan program-program pemulihan martabat kemanusiaan : kemudahan mendapatkan hak hidup sehat dengan adanya kartu BPJS, kemudahan memperoleh pendidikan dasar dengan adanya Kartu Pintar dan masih banyak lagi.

Tetapi kita perlu menyadari, masih banyak hal yang menjadi ladang kita untuk berperan dalam pemulihan martabat manusia.

Semoga dalam masa Retret Agung ini, dalam keluarga, kelompok maupun komunitas, kita bisa merencanakan satu gerakan pemulihan martabat kemanusiaan dengan cara-cara sederhana yang terjangkau dan mampu kita hayati bersama. Kita wujudkan kasih yang memberi solusi sebagai wujud syukur dan kepedulian kita.

Bukan hal mudah memang, tapi kita bisa, harus bisa dan pasti bisa !

Selamat memasuki masa Retret Agung.


Semarang 17 Februari 2015


http://www.kaj.or.id/2015/02/09/8419/surat-gembala-prapaskah-2015-tiada-syukur-tanpa-peduli-1415-februari-2015.php


http://www.stpetrussambiroto.or.id/berita-81/surat-gembala-prapaskah-2015-keuskupan-agung-semarang.html

0 komentar:

Posting Komentar