Home | Looking for something? Sign In | New here? Sign Up | Log out

Halaman

Jumat, 03 Juli 2015

Memahami Kesalahan Sebagai Suatu Proses Belajar Hidup Lebih Baik

Jumat, 03 Juli 2015
Kemarin sore, usai menjaga mertuaku yang sakit di RS,suamiku bercerita :

“ Bu, Vento harus diawasi lebih ketat ya. Yoyok (adik suamiku - yang menjadi orang tua asuh sementara, karena Vento tidak mau pindah sekolah), tadi kasih tahu, kalau orang tua teman kelas B, datang. Dia mencari anaknya yang enggak pulang.“

„Terus ?“, tanyaku.

„Iya, katanya anaknya pergi dari rumah. Setelah dimarahi karena nonton film yang belum pantas ditonton untuk anak seumurannya. Yoyok dan Cicik (istrinya) langsung marah-marah dan pesan pada Vento, kalau temannya itu datang ia akan diusir. Pokoknya Vento ndak boleh main sama dia.“

Aku terdiam. Sejenak pikiranku melayang ke anak tersebut. Menempatkan diriku sebagai dirinya. Tak terasa hatiku terasa sakit. Ahhhh... Anak sekecil itu pasti sedang tersesat. Tidak selayaknya dia dijauhi, apalagi dicap sebagai anak nakal.

Bergegas, aku mengambil telpon genggamku dan menelpon Vento untuk mengetahui kejadian yang sebenarnya.

Kringgg ...

“Halo,” Suara Vento terdengar diseberang.

“Selamat sore dek Vento, apa kabar nak? Katanya besok ulangan ya ?” tanyaku.

„Iya, bu,“ sahutnya.

„Dek, tadi ayah cerita ke ibu, katanya habis dilaporin om tentang temanmu yang pergi dari rumah. Bagaimana itu ceritanya ?“

„Oh itu. Jadi,aku memang pernah diajak main sama temanku itu. Tapi aku enggak mau. Aku takut nonton begituan,“ jawab Vento tenang. „Tapi, aku memang pernah lihat video porno itu di FB soalnya aku di tag temanku, dan aku enggak tahu. Lalu langsung aku hapus. Ya udah cuma sekali itu, bu,“ lanjutnya.

„Hmmm, syukurlah. Ibu percaya sama dek Vento. Adek ingat kan dulu ibu pernah bilang sebelum membelikan HP, ibu mau kasih HP tapi harus dipakai untuk tujuan yang baik. Kalau adek lihat hal-hal yang belum pantas untuk anak seumuran adek, Dek Vento harus jaga diri sendiri. Karena akibatnya akan fatal.Tuh lihat, kasihan temanmu. Sekarang dia ketakutan. Pergi dari rumah. Padahal sebentar lagi ujian. Masa depannya bisa hancur,“panjang lebar aku menasehatinya.

„Iya bu, aku tahu. Aku akan ingat terus pesan ibu,“ jawab Vento meyakinkanku.

Hatiku sangat lega. Aku berterimakasih pada Tuhan karena Dia selalu menjaga keluargaku. Aku percaya Vento. Dia anak yang bertanggung jawab.

Pagi tadi setelah semalam kembali menjaga mertuaku bersama suamiku, aku bertemu dengan Yoyok. Dia kembali mengulang ceritanya. Dan bercerita bahwa Kepala Sekolah juga menyesalkan menerima anak tersebut, karena ia pindahan dari sekolah lain juga diakibatkan karena kenakalannya. Kemudian aku menjawab,

„Kasihan anak itu. Tidak seharusnya ia dimusuhi. Ia harus mendapat pendampingan yang tepat. Atau dia akan semakin tersesat. Dia juga tidak boleh dikucilkan.Semua anak bisa jatuh dalam kesesatan karena pergaulan. Tinggal bagaimana kita membekali anak-anak dengan pengetahuan sebab dan akibat. Bukan larangan semata,” Aku menutup pembicaraan karena harus segera berangkat kerja.

Saat jam istirahat, aku punya waktu kembali untuk merenungkan kejadian Vento. Kuhela nafas dalam-dalam. Yah, di jaman sekarang ini, orang sulit sekali menerima sebuah kesalahan sebagai suatu proses belajar untuk hidup lebih baik. Kita cenderung menghakimi. Tak heran begitu banyak kejahatan berulang tanpa solusi. Pendekatan manusiawi cenderung diabaikan dan sudah tidak lagi dikedepankan. Kita cuma sibuk menghakimi tanpa berusaha mencari sebab „mengapa“ untuk kemudian membantu mencari jalan keluar agar para pelaku kesalahan atau kejahatan dapat terlahir kembali menjadi manusia baru yang lebih baik.

Seandainya ...


Semarang, 10Maret 2015

*Semoga teman Vento kembali ke rumah dan mendapatkan pendampingan yang tepat.

0 komentar:

Posting Komentar