Home | Looking for something? Sign In | New here? Sign Up | Log out

Halaman

Sabtu, 02 Juni 2012

Rejeki (Walau Salah Alamat) Nomplok

Sabtu, 02 Juni 2012
Each new day is miracle in progress. Demikianlah sebuah pepatah yang selalu kuingat saat Bapak harus bertarung melawan kanker. Diajarnya aku untuk selalu bersyukur dengan cara mencari 1 saja kebaikan Allah di sepanjang hari itu, dan di penghujung hari sebelum mata ini mengajak tubuh beristirahat, untuk akhirnya mengucapkan terimakasih atas segala kebaikanNya.

Kiranya pepatah tersebut pas sekali untuk renungan kali ini.

Sebuah kisah sederhana dari seorang office girl di tempatku bekerja, sungguh membuatku tak mampu berkata-kata dan hanya mampu bersyukur serta berucap : Sungguh besar Allahku, melebihi segala perkara dan persoalan yang tak dapat aku tanggung.

Mbak Yati, adalah nama office girl di tempatku bekerja. Orangnya ramah, ceria dan lucu. Suaminya bekerja di kantor yang sama sebagai buruh. Ia dikarunia 3 orang anak laki – laki yang semuanya masih bersekolah. Hari – hari belakangan ini kisah hidupnya dipenuhi dengan cerita pilu. Dari ibunya yang sakit keras, dan harus dirawat di rumah sakit, hingga akhirnya meninggal dan menyisakan setumpuk hutang sampai ia harus menjual rumahnya dan mengontrak. Sehari – hari untuk menambah penghasilannya Mbak Yati juga berjualan jajanan untuk orang – orang kantor.

Suatu hari, ia pingsan. Mungkin karena kelelahan dan beban pikiran hutang, kebutuhan hidup sehari – hari dan sekolah anak – anaknya. Sampai yang seharusnya ia rawat inap, tetapi karena bingung dengan biaya, ia menolak untuk dirawat. Kegigihannya berdamai dengan segala kesusahan serta mengabaikan rasa sakit sungguh membuatku kagum.

Selang satu minggu setelah sakit, ternyata kesusahan belum juga mau berbaik hati dengannya. Sore itu seorang anaknya ingin jajan bakso, entah apa sebabnya ia justru membuat kesalahan yang membuat gerobak tukang bakso tersebut rusak, dan akhirnya Mbak Yati harus mengganti rugi. Ada – ada saja kejadian yang menimpanya. Namun tetap saja Mbak Yati mampu menceritakan kesedihannya dengan tawa yang juga disertai air mata.

2 hari yang lalu, seperti biasa sebelum masuk ke ruang kerja ,aku mampir ke dapurnya untuk membeli makanan kecil jualannya. Kulihat tangan Mbak Yati bengkak. Saat kutanya, ia bercerita bahwa semalam, setelah sholat, ia merasa pusing dan terjatuh. Jarinya terplintir. Duhhhh Mbak Yati…

Siang tadi saat makan siang, Mbak Yati bercerita,

“Bu Meita, wah bener lho bu. Alloh itu baik. Kemarin, pulang kantor, jualan nasiku kan masih tiga bungkus. Bayangkan bu. Lha kok aku di jalan ketemu orang bawa gerobak sampah. Dibelakangnya anaknya merengek,
“Pak ngelih (Lapar). Maem Pak.”
“Aku kan gak tega ya bu, aku kasih saja nasi bungkus tadi ke Bapak itu. Padahal aku juga gak punya lauk di rumah. Dan keuntunganku hari itu cuma lima belas ribu. Pikirku nanti nasi itu mau aku makan. Tapi lihat anak tadi aku kasihan. Lihat mereka seneng aku jadi seneng banget bu.“

“Di jalan, aku berhenti sebentar bu, rasanya tanganku masih sakit. Mau naik becak mahal padahal badan ini rasanya sudah enggak kuat. Eh lah kok malah ketemu tetangga, nawarin tumpangan. Adhuh maturnuwun Gusti.”

“ Terus to Bu Meita, sampai di rumah anakku minta bakso. Tadi uangku yang lima belas ribu aku kasih empat ribu buat beli bakso. Tinggal sebelas ribu. Aku mau masak lha kok gas ku habis. Wah aku bingung bu, makan apa malam ini.”

“Tiba-tiba saja kok ada orang ketuk rumah, mengantar makanan. Lalu aku tanya dari siapa. Kata orang yang mengantar itu, dari Pak Mursid. Aku bingung bu, wong aku ndak kenal. Tapi orang yang mengirim makanan itu memaksa menerima bancakan itu. Ya sudah dalam hati aku bersyukur, dan bilang : Ini rejeki. Waktu aku buka bu, isinya woalah kayak memberi Lurah, saja. Lengkap dan banyak banget bu. Ada pisang sesisir, ada jajanan, ada ayam utuh. Wah luar biasa.”

“Setelah orangnya pulang, aku kejar anakku yang sedang menunggu bakso. Nang … Nang, ora usah tumbas bakso. (Nang= panggilan untuk anak laki-laki., gak usah beli bakso). Itu ada kiriman makanan banyak. Uangnya buat beli gas saja ya. Dengan terpaksa anakku pulang sambil cemberut. Tapi setelah lihat isi dus, dia semangat. Terus bilang, wah ibu dapat darimana kok makanannya enak-enak.”

“Terus, tadi pagi, aku belanja di tetangga rt sebelah. Ternyata namanya Mbak Yati. Dia seorang mandor pabrik. Selama ini aku panggilnya nama suaminya. Dia bercerita, bahwa kemarin nunggu – nunggu bancakan dari temannya. Lha aku kan jadi deg-degan. Aku nunggu sepi, terus aku bilang, bu kemarin saya terima bancakan. Lha saya tidak tahu ibu namanya sama dengan saya. Sebetulnya saya juga sudah tidak mau terima, tapi yang mengirim memaksa bu. Ya sudah saya terima. Maaf ya bu.”

“Bu Meita, untung, orangnya enggak marah. Malah bilang, nggak apa – apa Mbak Yati, itu rejekinya Mbak Yati. “

“Wah legaaaaaaaaaaaaaa sekali, Bu Meita. Tuhan sudah mengatur rejeki buat saya walau rejeki salah alamat.”

…………………………………………………………………………………………

Sedikit pun aku tak mampu berkata- kata mendengar cerita Mbak Yati. Bulu kudukku sampai meremang, mataku pun berkaca-kaca. Aku hanya mampu berucap dalam hati, Ya Tuhan, Engkau mampu membelokkan rejeki buat orang yang sudah mau berbagi dalam kekurangannya. Sungguh ajaib Tuhanku……..







Semarang, akhir Mei 2012...
Bulan penuh rahmat untuk belajar

0 komentar:

Posting Komentar

 

Komentar Anda