Home | Looking for something? Sign In | New here? Sign Up | Log out

Halaman

Selasa, 13 Mei 2014

Lagu Penghantar Tidur Anak

Selasa, 13 Mei 2014
0 komentar
Lagu Penghantar Tidur Anak

Mendengar lagu penghantar tidur anak, selalu membuai dan membawa saya berayun pada masa kanak-kanak yang indah dan bahagia. Ada kedamaian terpancar dari lagu penghantar tidur anak, yang membuat orang yang mendengarnya ingin terlelap.

Saat-saat menidurkan anak, merupakan saat-saat yang menyenangkan. Ibu dapat menjalin relasi kasih dengan putra – putrinya dengan sentuhan di dahi atau mengayun mereka dalam gendongan. Saat bersenandung, sang ibu menebarkan kedamaian agar anak yang rewel menjadi tenang. Menurut penelitian, praktek meninabobokan bisa menjadi obat dan terapi bagi anak.

https://www.facebook.com/NutrisiTumbuhKembangAnak/posts/214478665378107

Sangat disayangkan, lagu-lagu penghantar tidur mulai hilang. Saya berharap buaian penghantar tidur itu tidak berganti dengan pelototan ibu yang merasa terganggu anaknya yang tidak segera terlelap. Atau perannya digantikan oleh televisi yang memancarkan lebih banyak radiasi negatif dibandingkan positif.

Mari hantar anak-anak kita dengan senandung penghantar tidur.

Ini lagu-lagu penghantar tidur masa kecil saya.
Apa lagu-lagu penghantar tidur anda dulu? Yuk sharing supaya lagu penghantar tidur anak ini semakin kaya.

Sebelumnya, terimakasih buat yang melengkapi koleksi ini.

Semarang 17 Januari 2014
Dingin – pengin dilelo-lelo Bapakku

http://www.youtube.com/watch?feature=player_embedded&v=yYlWyrcmOF4
http://www.youtube.com/watch?v=iyfGbOKJsvw&feature=player_embedded
http://www.youtube.com/watch?v=wpOpTG4P_Yk&feature=player_embedded

Read more: http://baltyra.com/2014/01/28/lagu-penghantar-tidur-anak/#ixzz3Bf2bY3Ys


Read more: http://baltyra.com/2014/01/28/lagu-penghantar-tidur-anak/#ixzz3Bf2VHG7Y
Read more: http://baltyra.com/2014/01/28/lagu-penghantar-tidur-anak/#ixzz3Bf2Nkcth

read more

Malaikat Kecilku

0 komentar

Minggu sore kali ini sungguh berbeda dari biasanya.

Hari ini, 9 Desember 2013, Vento berulang tahun yang ke-11. Sekaligus adalah hari pertama ia menghadapi Ulangan Umum Semester-1. Juga hari itu adalah pertama kalinya, ia menghadapi UUS tanpa pendampinganku.

Sejak menikmati roller coaster kehidupan yang luar biasa ini, keluarga kecil kami terpisah-pisah. Suamiku bekerja di Jakarta, 1 putraku kuliah di Jogja, 1 putriku kuliah di Malang, 1 orang putriku tinggal bersamaku menempati sebuah rumah keluarga di kota atas – Semarang, dan Vento putra bungsuku tinggal bersama omnya di daerah Semarang, karena ia tidak mau pindah sekolah.

Di awal aku mendapatkan tiket untuk menaiki roller coaster itu, aku hanya bisa menyimpan air mata kepedihan, ketakutan yang kadang aku seka agar tak seorangpun melihatnya. Tapi aku telah bertekat untuk menikmati tantangan ini, berayun, menangis melawan takut dan kadang tertawa geli menikmati derasnya ayunan itu.

Yah, tapi malam ini, perasaan itu menjadi suatu ramuan rasa yang entah apa namanya tak dapat kutemukan definisinya.

Biasanya Sabtu sore, Vento melewati akhir pekan bersamaku di rumah atas. Ia kembali ke rumah omnya hari Minggu Sore. Tapi sore ini, ia terlihat malas sekali. Ayahnya telpon berkali-kali mengingatkan bahwa ia harus pulang pukul 4 sore, agar bisa mempersiapkan UUS dengan baik. Aku pun juga sudah memberi pengertian padanya,

“Dek kan besok UUS, pulang jam 4 ya.” Vento hanya terdiam mengangguk.

Hari ini aku cukup lelah. Sepulang dari gereja, dilanjutkan pertemuan Lektor hingga pukul 12 lebih. Setelah itu aku mendampinginya belajar.

Tak lama setelah itu kami makan siang bersama di sebuah Resto, sekedar melepas penat. Tak terasa waktu sudah menunjukkan pukul 3 sore. Aku mengatakan pada Vento agar belajarnya dilanjutkan, sebentar ibu istirahat.

Pukul 4 sore aku bangun. Aku berseru menyuruh Vento bersiap mandi. Keluar dari kamar kulihat ia tertidur di bangku depan kamar. Kudekati dan kupijat kakinya. Kulihat matanya terkatup tetapi berkedip-kedip, menunjukkan ia pura-pura tidur.

Kuhela nafas, aku tahu bahwa ia tak mau pulang. Akhirnya kubiarkan ia tertidur sungguhan.

Pukul 5 sore, aku membangunkannya sekali lagi. Kali ini dia bangun. Aku tak tega, akhirnya aku menawarkan :

“Adek mau pulang besok aja?”

Matanya berkejap bahagia, dan ia mengatakan:

“Kalau ibu boleh aku mau aja. Tapi apa ibu gak repot harus ngantar aku dulu sebelum ke kantor?”.

“Ya, gak masalah kalau sekali-sekali.”

“Ya udah to, sebentar aku SMS om, kasih tau aku gak pulang ya bu.”

Sepertinya ia tak menyia-nyiakan kesempatan.

Aku menelpon suamiku mengabarkan hal ini. Suamiku sepertinya keberatan karena aku harus bangun pagi-pagi dan naik sepeda motor sendiri. Padahal jarak rumah, sekolah vento dan kantorku jauh. Plus macet dan banjir di musim hujan seperti sekarang.

Biasanya aku numpang mobil kantor tanpa perlu susah payah. Tapi aku memberikan pengertian, bahwa Vento ingin belajar didampingi ibunya. Akhirnya suamiku mengerti.

Jam belajar sudah usai. Kami akan pergi tidur. Aku menelpon suamiku, mengajaknya berdoa bersama. Sungguh suasana menjadi haru, ketika giliran Vento berdoa:

“Tuhan aku bahagia mempunyai keluarga yang membanggakan. Meski kami berjauhan kami bisa berdoa bersama saat ini. Besok usiaku bertambah 1 tahun. Berilah aku kesehatan. Besok aku menempuh UUS. Berkatilah aku supaya aku dapat mengerjakan dengan baik. Aku juga mau berdoa untuk ayah yang berada di Jakarta , semoga ayah selalu sehat, Kau berikan rejeki agar dapat menafkahi kami sekeluarga. Berkati juga ibu yang sementara ini harus menjadi kepala keluarga. Berilah ibu kesehatan dan ketabahan. Berkati juga kakak yang mempersiapkan skripsinya. Semoga semuanya berjalan lancar dan kakak segera mendapatkan pekerjaan sehingga dapat membantu ekonomi keluarga. Juga berkati mbak Dita, supaya kuliahnya lancar. Berkati juga mbak Antya yang masih UAS.”

Aku tercekat mendengar untaian doa sederhana Vento. Ah anak ini….. begitu halus hatinya. Ia mengerti kepedihan hati kami. Ia mampu menerjemahkannya serta mengubah jeritan ini menjadi lambungan doa yang begitu indah.

Selamat ulang tahun anakku….malaikat kecilku. Terimakasih selalu menjadi kebanggaan, tawa dan penghiburan bagi kami. Teruslah menjadi berkat dan terberkati anakku sayang….

Doa ayah, ibu dan kakak-kakakmu yang selalu membanggakanmu



Semarang 09 Des 2013

HUT ke 11 Malaikat kecilku
Zena Pio Meidi Advento (Penghiburan Meita dan Trisadhi yang lahir di masa Adven)


om/2014/03/03/malaikat-kecilku/">Malaikat Kecilku

read more

Berikanlah Hatimu Untuk Mencintai dan Tanganmu Untuk Melayani

0 komentar

Menjelang awal-awal bulan Maret, umat Katolik di seluruh dunia memasuki masa yang disebut masa Pra-Paskah. Seperti layaknya umat Muslim mempersiapkan Lebaran, demikian juga umat Katolik mempersiapkan Paskah dengan berpantang, puasa dan mati raga. Masa Pra-Paskah dimulai dari Rabu Abu, dimana hari Rabu ini, dahi kita akan ditandai dengan abu. (baca artikel tentang Rabu Abu).

Dalam masa Pra-Paskah atau sering disebut juga sebagai Retret Agung, umat Katolik diharapkan dapat merenungkan serta menghidupi panggilannya. Merenungkan kasih Allah yang luar biasa dan membangun pertobatan terus-menerus melalui karya kepada sesama yang lemah, miskin tersingkir dan difabel (cacat).

Tema yang diambil oleh masing-masing Keuskupan berbeda, tergantung dinamika daerah setempat.

Untuk tahun ini, Keuskupan Agung Semarang mengambil tema seperti judul yang tercantum di atas. http://www.sesawi.net/2014/02/25/surat-gembala-prapaska-2014-keuskupan-agung-semarang/

Di dalam surat gembalanya, Uskup Agung Semarang mengajak umat untuk meneladan Bapa Paus Fransiskus yang mewartakan kasih Allah dengan mengunjungi tahanan membasuh kaki dan memeluknya. Melawat orang sakit dan memberi penghiburan secara langsung di tengah kesibukan beliau dan masih banyak lagi tindak nyata beliau.

Ada banyak kisah-kisah solidaritas di tengah bencana yang terjadi akhir-akhir ini, namun begitu bertubi kita dengar berita-berita tentang keserakahan, egoisme, mengejar kesenangan duniawi dan kepentingan pribadi.

Manusia cenderung menjadi sosok yang hidup untuk dirinya sendiri, menjadi mudah cemas dan sibuk memenuhi kebutuhan jasmani. Hal ini membuat manusia menjadi orang yang sulit bersyukur, enggan berbela rasa ambil bagian bertanggung jawab terhadap penderitaan orang lain.

Untuk itulah, Uskup Agung Semarang, Mgr. Johanes Pudjosumarto, mengajak umatnya mencanangkan tahun ini sebagai tahun Formation Iman.

Formatio Iman adalah pembinaan atau pendampingan iman yang terus menerus kepada semua orang beriman dalam setiap jenjang usia, mulai dari usia dini sampai usia lanjut. Pembinaan itu melibatkan keluarga, sekolah maupun paroki. Harapannya, melalui pendampingan iman yang terus menerus, kita semua bisa menjadi orang-orang yang beriman cerdas, tangguh dan misioner.

Dalam masa Pra-Paskah ini, umat diajak untuk:

- mengolah iman agar menjadi rahmat yang membawa hidup kita menjadi penuh berkat,

- meyakini bahwa Allah terus berkarya dalam hidup kita, dan menyerahkan hidup kita hanya kepada kehendakNya. Dengan demikian kita tidak kuatir dalam segala hal.

- beriman yang akan membawa kita pada kesadaran bahwa hidup kita akan semakin berarti saat hati bisa mencintai dan tangan bisa melayani.

Akhirnya, Bapa Uskup mengajak kita untuk membangun iman dengan puasa, pengakuan dosa dan amal kasih.

Ada hal yang ingin saya bagikan dalam hal puasa, pantang dan mati raga.

Semasa kecil, saya diajari orang tua dan sekolah tempat saya belajar, untuk membuat kaleng selama masa puasa itu. Di setiap hari pantang yang jatuh pada hari Jumat, kami diajari untuk berpantang jajan. Dalam pantang tersebut mengandung nilai, pengendalian diri dan berbagi. Karena, uang jajan, kami sisihkan di kaleng tersebut. Pada akhir masa puasa, uang tersebut diserahkan pada sekolah yg diteruskan ke Gereja untuk disalurkan pada orang yang membutuhkan.

Sungguh suatu pengalaman yang mengesankan, dan hingga saat ini saya teruskan. Saya menyisihkan uang belanja yang biasanya untuk makan 3x, sekarang cukup untuk makan kenyang 1x dan sisanya saya masukkan ke kaleng.

Puasa dalam pengertian kami, bukan menahan lapar, tetapi mengendalikan nafsu diri, dan mereformasinya menjadi solidaritas berbagi.

Selamat memasuki masa Retret Agung-selamat berpuasa, pantang dan bermati raga. Mari berikan hati kita untuk mencintai, dan tangan kita untuk melayani.


Read more: http://baltyra.com/2014/03/05/berikanlah-hatimu-untuk-mencintai-dan-tanganmu-untuk-melayani/#ixzz3Bf5E9kAB

Read more: http://baltyra.com/2014/03/05/berikanlah-hatimu-untuk-mencintai-dan-tanganmu-untuk-melayani/#ixzz3Bf59ygP6





Berikanlah Hatimu Untuk Mencintai dan Tanganmu Untuk Melayani

read more

Batik Semarang dan Sejarahnya

0 komentar
Cukup memalukan sebenarnya ketika saya tidak tahu menahu tentang kota Semarang yang sudah saya tinggali hampir separo abad. Terlebih ketika seorang sepupu minta dibelikan Batik Semarang dengan motif Tugu Muda. Lawang Sewu, Wewe Gombel (nama jalan rumah masa kecil sepupu saya dan orang tua saya yang saya tempati saat ini), tapi dengan gagah berani saya mengatakan, tidak ada Batik Semarang dan segala motif yang disebutkan itu.

Batik Semarang baru dihidupkan kembali tahun 2005 oleh pemerintah Kota Semarang setelah sentra-sentra Batik Semarang tersebut diporak-porandakan 2 kali yaitu oleh Pemerintah Belanda saat pendudukan tentara Jepang (1942-1945) dan oleh tentara Jepang saat Pertempuran Lima Hari di Semarang.

Kampung Batik Semarang, terletak di Bundaran pasar Bubakan, di belakang Hotel Jelita di Jl. Patimura, Semarang



Read more: http://baltyra.com/2014/03/27/batik-semarang-dan-sejarahnya/#ixzz3Bf5yWhP7

Ada cerita tersendiri tentang sejarah kota Semarang yang bisa dibaca di link di bawah ini.

http://saeitubaik.blogspot.com/2013/10/wawancara-rasika-dengan-pakar-batik.html



Read more: http://baltyra.com/2014/03/27/batik-semarang-dan-sejarahnya/#ixzz3Bf6OtEgv
Batik Semarang dan Sejarahnya
Foto 2. Kampung Batik Semarang di masa lalu (Sumber : link tsb di atas)

Walau telah diluluh lantakkan oleh tentara Jepang, kejayaan Batik Semarang masih bertahan hingga tahun 1970.

Adalah Tan Kong Tien, seorang putera tuan tanah (Tan Siauw Liem) yang juga menantu Sri Sultan Hamengkubuwono III. Setelah menikah dengan RA. Dinartiningsih, Tan Kiong Tien mewarisi keahlian membatik dari istrinya yang kemudian ia kembangkan. Perusahaannya bernama Batikkerij Tan Kong Tin, mendapatkan hak monopoli batik untuk wilayah Jawa Tengah. Perusahaannya ini diteruskan oleh putrinya : R. Ng, Sri Murdijanti hingga tahun 1970.

Dari dokumen pemerintah Kolonial Belanda, tahun 1919-1925 sentra batik di kota Semarang sangat berkembang. Hal ini dikarenakan terjadi krisis yang menyebabkan sulitnya mendapatkan bahan sandang. Akibatnya masyarakat memenuhi kebutuhan sandangnya sendiri dengan membuat pakaian sendiri.

Perajin Batik Semarang tidak pernah membakukan motif, seperti halnya perajin-perajin batik di kota Solo, Jogja atau Pekalongan. Sebagai masyarakat pesisir Utara Jawa, mereka umumnya membatik dengan motif naturalis : seperti binatang, alam, rumah dlsb. Hal ini berbeda dengan batik Solo dan Jogja yang mempunyai pakem dari Kraton.

Produk yang dihasilkan adalah kain kebaya (jarit), selendang dasi dan topi. Dan saat itu belum dikenal adanya teknik cap dan printing.

Pengembangan sentra batik Semarang menjadi produk batik masih mengalami kendala. Menurut Mas Ferry, salah satu pengusaha Batik, hal ini dikarenakan biaya tenaga produksi di Semarang jauh lebih mahal di banding kota lain. Sebagai perbandingan saja, tenaga jahit di kota Pekalongan atau Solo bisa Rp. 2.000 sedangkan di Semarang jauh dari angka itu. Untuk itulah penjahitan produk masal masih di lempar di kota-kota tersebut.

Upaya membangkitkan kejayaan batik Semarang telah dimulai tahun 2005, dipelopori oleh Pemerintah Kota Semarang saat itu. Walaupun tidak ditemukan generasi perajin batik asli dari kampung Batik, namun Pelatihan – pelatihan telah banyak diadakan. Tapi gregetnya hingga sekarang belum sehebat gaung batik-batik di kota lainnya.

Beberapa motif batik Semarang:



Foto 3. Motif batik yang ditemukan oleh Pepin Van Roojen dalam bukunya Batik Design (2001:84).




Contoh-contoh kreasi batik dengan motif khas kota Semarang


Foto 9 Sam Poo Kong



Dan masih banyak lagi motif-motif yang dikembangkan dengan ciri khas Semarang, seperti misalnya: Mesjid Agung, nama-nama jalan dengan kekhasannya: Jl. Srondol (yang dilambangkan dengan Blekok karena di sepanjang jalan tersebut banyak Blekok putih nangkring di pohon), Bandeng – Lumpia (makanan khas), Vihara (Jl, Watugong), Merak (nama jalan) dan masih banyak lagi.

Harga untuk batik-batik tersebut berkisar antara Rp. 50.000 – Rp. 250.000 untuk jenis printing (harganya hampir sama dengan batik cap). Sedangkan untuk batik tulis mulai Rp. 250.000 – > Rp. 600.000.

Jika anda ingin memesan, dengan motif kenangan tempat atau makanan khas masa kecil anda, hal ini sangat dimungkinkan. Dan ongkosnya pun sangat reasonable.



Sumber :

http://batiksemarangindah.blogspot.com/2009/04/sejarah-batik-semarang.html

http://history-of-culture.blogspot.com/2011/11/history-of-batik-semarang.html

http://jalan2.com/city/semarang/kampung-batik-semarang/



Read more: http://baltyra.com/2014/03/27/batik-semarang-dan-sejarahnya/#ixzz3Bf7B24oN

Read more: http://baltyra.com/2014/03/27/batik-semarang-dan-sejarahnya/#ixzz3Bf6XFQhr

read more

Suatu Hari Bersama Anak-anak Terang

0 komentar


Kira-kira September tahun 2013, Agustinus Samsari, atau yang lebih dikenal dengan Br.Konrad meng-add aku di FB. Belakangan aku tahu beliau mengenalku dari seorang teman di sebuah komunitas.

Suatu hari beliau menyapaku. Dan obrolan berlanjut dengan kopdar di rumahku. Beliau menganggap bahwa aku peduli pendidikan, dan memperkenalkanku pada Anak-Anak Terang (AAT), yang notabene sudah aku tahu lama dari dik Christ Widya tapi belum mengerti apa itu, karena Dik Christ Widya dan keluarga besarnya adalah sahabat keluarga kami, tapi dia hanya meng-invite tanpa ada pembicaraan lebih lanjut hehehehehe.

Aku menduga bahwa bruder, saat itu melihat aku tinggal di rumah yang besar, pasti aku ini adalah orang berduit. Hahahahaha….. sampai akhirnya aku bercerita keadaanku yang sebenarnya, bahwa usaha suamiku baru saja rugi sampai 9 digit, dan akhirnya mengundurkan diri dari kerja sama bersama temannya dan memutuskan bekerja di Jakarta.



Setelah perbincangan malam itu, Bruder meminta putriku yang ketiga untuk magang menjadi relawan, karena saat ini dia masih duduk di SMA kelas XII. Tujuannya, agar tahun depan dia bisa membantu dan dibantu.

Tapi, dalam permenunganku selanjutnya, aku terinspirasi cerita bahwa kaya itu bukan soal seberapa banyak kita mendapat, tetapi seberapa banyak kita memberi. Lalu, aku memutuskan untuk bergabung dan mengambil anak asuh semampuku. Plus aku ingin berbagi apa yang bisa kubagi, yaitu ilmu dan relasiku.

Perkenalan itu berlanjut menjadi suatu keterlibatan yang membahagiakan. Dengan relasi yang kupunya, aku berkesempatan memperkenalkan Anak-Anak Terang dengan komunitas penulis yang tergabung dalam RUMAH MEDIA dan LESPI, yang dalam perjalanan waktu berkenan membantu mengembangkan kemampuan relawan AAT di bidang menulis juga berbagi dari royalty mereka untuk AAT. Aku juga memperkenalkan AAT di komunitas Global Community Nusantara (BALTYRA) yaitu orang-orang yang mencintai Indonesia yang bermukim di seluruh penjuru dunia. Dalam komunitas itu kami berbagi pengalaman dan cerita.

Dari keterlibatan kecil menjadi semakin dalam. Suatu hari, pak Hadi Santono menelpon dan memintaku untuk menjadi pendamping rohani anak-anak. Aku sempat bergurau pada beliau, siapakah aku ini sampai ketua yayasan AAT menelpon aku dan memberikan kepercayaan padaku.


Sungguh, ini suatu kebanggaan untukku. Aku yang tak punya apa-apa jadi sungguh menjadi kaya!

Terlebih dari pengamatanku, Anak-Anak Terang ini berisi orang-orang hebat. Dari pengusaha, Praktisi yang ahli dibidangnya, hingga anak-anak kurang mampu, yang mampu menggerakkan kami semua untuk bersatu. Hebatnya lagi, pendampingan kepada penerima beasiswa, bukan cuma pemberian beasiswa, tapi juga pembekalan karakter dan ketrampilan. Adakah pemberi beasiswa yang seperti ini? Bahkan Bapa Suci Paus Fransiskus secara khusus mengirimkan berkatnya untuk Anak-Anak Terang.


Rasa syukur dan kekagumanku, semakin besar ketika aku ikut temu donatur, pengurus, pendamping dan relawan se-Indonesia di Wisma Duta Wacana 12-13 April 2014 di Kaliurang. Sungguh pertemuan yang luar biasa. Aku kagum bagaimana Tuhan bisa menggerakkan orang-orang dari seluruh penjuru dunia mendanai sekitar 2650an siswa dan 40 mahasiswa dari berbagai pelosok Indonesia.
Read more: http://baltyra.com/2014/04/17/suatu-hari-bersama-anak-anak-terang/#ixzz3Bf8Irrsx


Yayasan AAT, baru saja membuka sekretariat baru di Padang dan Pontianak. Sementara ini sekretariat yang ada : Semarang, Jogjakarta, Madiun, Malang dan Purwokerto. Semoga di kota-kota lain ada teman-teman yang tergerak untuk membuka sekretariat sehingga, semakin banyak anak kurang mampu yang dapat terlayani.

Banyak cerita-cerita sedih dan bahagia terungkap dalam pertemuan itu. Salah satu yang sempat membuatku merasa sangat beruntung adalah tentang seorang relawan, yang sebelum menerima beasiswa, adalah mahasiswa dengan IP sangat kurang. Ia harus bekerja di 3 tempat. Meski sudah bekerja di 3 tempat, untuk makanpun ia masih susah. Hingga ia makan dari nasi aking dicampur garam setiap harinya. Sampai suatu hari ia ditantang oleh pengurus AAT, untuk meninggalkan pekerjaannya dan konsentrasi dalam kuliah dan harus bisa meraih IP 3. Tantangan diterima. Dan ia mampu membuktikan. Hahahaha…. Aku menulis ini sambil menitikkan air mata.

Betapa hebatnya relawan AAT ini. Sedang cerita bahagianya adalah, seorang relawan yang berbeda dari kita kebanyakan, dan memiliki prestasi luar biasa dengan IP 3,9. Ia mendapatkan perhatian khusus dari seorang donatur yang berharap relawan/penerima beasiswa ini dapat bermetamorfosis menjadi seekor kupu-kupu yang makin cantik.


Betapa banyak hal-hal ajaib yang aku timba di Anak-Anak Terang. Aku bahagia bisa menjadi bagian dari komunitas ini. Aku menyebutnya sebagai komunitas peduli pendidikan Indonesia makin cerdas.

Aku berharap, Anak-Anak Terang makin bersinar, komit pada tujuan dan terus menularkan virus berbagi. Sebarkan “The Power of URUNAN.”
Mari terus bercinta…
Semarang, 16 April 2014



Read more: http://baltyra.com/2014/04/17/suatu-hari-bersama-anak-anak-terang/#ixzz3Bf9EP82M

read more

[Perjuangan Anak Bangsa Mengenyam Pendidikan] Kekurangan Tidak Menjadi Penghalang

0 komentar

Namanya Emy Prihatin. Emy. Ia mempunyai kekurangan: bibir sumbing. Tetapi ia berkeras untuk tidak operasi. Namun sepertinya, setelah Rekoleksi di Kaliurang, seorang donatur berhasil merayunya untuk bermetamorfosa menjadi kupu-kupu cantik. Emy setuju, dan dalam waktu dekat ia akan operasi. Emy memiliki prestasi yang membanggakan. Saat ini IPKnya 3,97. Selamat menikmati kisahnya

*****



“Kekurangan tidak menjadi penghalang bagiku untuk mewujudkan impian..”




Saya Berbeda
Nama saya Emy Prihatin, lahir di Pacitan, 31 Agustus 1994. Tempat tinggal saya di RT 01, RW 01, Dusun Krajan, Desa Wonokarto, Kecamatan Ngadirojo, Kabupaten Pacitan. Saya adalah anak tunggal yang terlahir dari keluarga yang sederhana. Saya sangat bersyukur karena keluarga sangat menyayangi saya meskipun kondisi saya yang seperti ini. Ya, saya berbeda dengan anak lainnya.

Ayah saya adalah seorang petani dan ibu saya bekerja sebagai pembantu rumah tangga untuk membantu membiayai biaya hidup kami sehari-hari.

Saya sangat minder dengan kondisi saya yang tidak seperti anak lainnya. Ketika SD sampai SMP saya sering sakit-sakitan. Sampai akhirnya waktu SMA sakit-sakitan itupun hilang.



Operasi?
Ketika saya masih kecil, saya sempat mau dioperasi bibir sumbing. Namun gagal karena saya demam dan menangis. Itu kata kedua orang tua saya.

Saya teringat, ketika kelas VI SD, wali kelas memanggil saya. Saya duduk di ruangan itu bersama dengan wali kelas. Saya sempat berpikir mengapa saya dipanggil? Apa mau dihukum? Saya salah apa? Pertanyaan-pertanyaan itu mengganggu pikiran saya.

Kemudian Guru pun memulai pembicaraan.

“Kamu kan sudah mau ke SMP, apa kamu nggak mau operasi?”

Saya terdiam tidak menjawab.

“Apa kamu nggak malu waktu SMP nanti kalau kamu nggak operasi?”

Saya masih terdiam. Seketika saya langsung pucat dan tubuh saya mendadak dingin. Saya hanya bisa menjawab “iya” dengan semua pertanyaan-pertanyaan yang dilontarkan guru saya waktu itu. Tetapi, meskipun saya menjawab iya, saya tetap tidak operasi karena perasaan takut yang menyelimuti. Setelah kejadian itu, di tahun 2006 saya pun alhamdulillah lulus dengan hasil yang cukup memuaskan.



Saya Berbeda tetapi Saya Bisa
Dengan hasil nilai yang saya dapatkan, saya memutuskan untuk mendaftarkan diri ke SMP Negeri 2 Ngadirojo. Saya banyak mengikuti kegiatan: ekstra kurikuler seperti PMR dan KIR (Karya Ilmiah Remaja). Selain itu, saya juga mengikuti kursus komputer di luar sekolah.

Tahun 2009, saya lulus dengan hasil yang memuaskan. Meski tidak mendapat juara 1, namun masih bersyukur mendapatkan juara 3. Setelah lulus dari SMP saya melanjutkan sekolah di SMA Negeri 2 Ngadirojo.

Saya sangat menyukai tantangan, hingga berbagai ekstra kurikuler saya ikuti. Dan saya juga terlibat dalam berbagai macam organisasi



Lagi-lagi Pertanyaan yang Sama
Pertanyaan yang sama kembali dilontarkan oleh kepala sekolah SMA saya.

Tanpa basa basi beliau bertanya,

“Sebelumnya maaf ya, Em. Kenapa kamu tidak mencoba untuk operasi?”

Suaranya sangat pelan, mungkin takut saya tersinggung.

Dan “deg..” Lagi-lagi pertanyaan itu. Jantungku serasa berhenti sejenak. Saya pun langsung menjawab dengan singkat

“Tidak, Pak”.

Kepala sekolah menyambung,

“Kenapa? Apa kamu takut?”

“Bukan masalah takut nggaknya, Pak. Memang saya nggak mau operasi. Saya sudah sangat bersyukur dengan apa yang diberikan Allah untuk saya. Masih banyak orang yang lebih menderita dari saya. Saya tidak mau mengubah nikmat yang sudah Tuhan berikan kepada saya. Ini memang sudah takdirnya, Pak.”

Lalu Kepala sekolah saya menyambung dengan sangat lembut dan penuh pengertian,

“Ya kalau kamu operasi, itu bukan mengubah nikmat Tuhan, tetapi hanya memperbaiki saja supaya menjadi lebih baik. Ibarat baju yang kotor dicuci biar bersih. Bukan mengubah nikmat Tuhan”

Saya hanya diam. Memang saya tahu itu bukan mengubah nikmat Tuhan, tetapi tidak tahu mengapa hati kecil saya mengatakan “TIDAK!!” Ketika itu saya tetap bersikeras untuk tidak operasi meskipun kepala sekolah tetap meyakinkan saya.



Dan pada akhirnya beliau menjabat tangan saya seraya berkata,

“Iya nggak apa-apa. Saya salut sama kamu. Tetap semangat ya.”

Saya mencoba untuk tersenyum, menahan air mata yang ingin tumpah. Saya segera permisi untuk kembali ke kelas. Bahkan, entah mengapa sampai sekarang hati kecil saya tetap berkata tidak untuk operasi, meski selalu ada tawaran untuk operasi dari berbagai pihak. Pernah saya menangis semalaman meratapi hidup saya. Sampai menyalahkan Tuhan kerena putus asa. Saya tahu itu salah. Tak seharusnya menyalahkan Tuhan. Itu adalah hal yang terbodoh yang pernah saya lakukan. Saya yakin, Tuhan akan memberikan yang terbaik. Dan di setiap cobaan pasti akan ada hikmahnya. Dan saya sangat beruntung mempunyai orang tua yang sangat menyayangi saya. Mereka selalu menyemangati. Apalagi ibu saya, seperti malaikat yang dikirimkan Tuhan untuk saya.



Tidak Ada Kata Menyerah
Dengan berbekal nilai yang saya peroleh, saya mendaftar di Universitas Negeri Yogyakarta dan di Universitas Negeri Surabaya dengan mengambil jurusan Manajemen sebagai peserta bidik misi. Saya sangat berharap untuk bisa diterima lewat jalur ini, sebab memungkinkan untuk kuliah secara gratis selama empat tahun. Namun saya sempat kecewa ketika diumumkan bahwa saya tidak diterima. Keinginan saya melanjutkan ke perguruan tinggi terkendala kondisi ekonomi keluarga kurang memungkinkan.

Kesulitan ekonomi disebabkan karena sumber penghasilan yang sangat minim. Kebanyakan sumber penghasilannya adalah dari hasil menjual rempah-rempah seperti kunyit, jahe, dan laos. Harga jual kunyit 1 kg nya Rp 1.400, jahe Rp 3.000, dan laos Rp 700. Kalau sedang musim kemarau bisa mengambil daun-daun cengkih yang sudah kering untuk dijual per kilogramnya Rp 2.000. Tetapi kalau lagi musim hujan, harga jual daun cengkeh dan rempah-rempah menurun. Terkadang juga tidak laku.

Setiap mengumpulkan rempah-rempah, dapatnya tidak sampai berpuluh-puluh kg. Kadang 16 kg, kadang 20 kg. Panen cengkeh 3 tahun sekali. Namun, karena semangat saya yang tinggi untuk melanjutkan kuliah, orang tua saya bekerja keras untuk bisa membiayai kuliah saya. Akhirnya saya mendaftarkan diri di Universitas Katolik Widya Mandala Madiun dengan mengambil jurusan Akuntansi. Saya pun diterima dan saya menimba ilmu di Universitas Katolik Widya Mandala Madiun. Dan di sinilah saya mulai mengenal AAT (Anak-Anak Terang).



Beasiswa AAT
Berawal dari Semester II, saya didaftarkan untuk mengajukan beasiswa AAT oleh Pak Bernardus Widodo, Wakil Rektor III Universitas Katolik Widya Mandala Madiun. Saya pun mulai melengkapi berkas-berkas yang dibutuhkan. Hingga akhirnya waktu wawancara tiba. Ketika itu wawancara mengambil tempat di Panti Asuhan St. Aloysius Madiun.

Jantung saya berdetak kencang, entah apa sebabnya. Mungkin takut campur cemas. Detik demi detik bergulir, dan akhirnya giliran saya untuk diwawancarai. Waktu itu yang mewawancarai adalah Bruder Yakobus, CSA. Pertanyaan demi pertanyaan saya jawab dengan polosnya. Mulai dari pendidikan, pekerjaan orang tua, kondisi ekonomi dan lain sebagainya.

Sepulang dari wawancara, saya mulai menduga-duga. Terima.. Tidak.. Terima.. Tidak.. terus begitu. Dan akhirnya waktu pengumuman tiba. Nama demi nama disebutkan oleh Pak Hadi Santono selaku ketua Yayasan Anak-Anak Terang (AAT) Indonesia. Saya mulai cemas. Dan akhirnya nama saya disebut sebagai penerima beasiswa AAT. Saya seperti tidak percaya. Dalam hati saya langsung bersyukur kepada Tuhan dengan nikmat yang diberikan untuk saya. Saya senang sekali bisa mendapatkan beasiswa AAT ini. Apalagi saat melihat kedua orang tua saya tersenyum bahagia ketika tahu saya mendapatkan beasiswa AAT. Tak henti-henti saya bersyukur kepada Tuhan dengan Rahmat dan Nikmat yang diberikan-Nya.

Di samping dapat meringankan beban kedua orang tua, di AAT saya juga mendapatkan pengalaman-pengalaman yang sangat berharga. Dari wawancara dengan calon anak asuh yang bermacam-macam ceritanya. Sangat banyak pengalaman ketika kunjungan dan wawancara yang kesemuanya tidak mungkin saya ceritakan satu per satu. Pengalaman pertama adalah kunjungan ke SDK dan SMPK Santo Yusuf Madiun untuk menemui PJ sekolah, karena ketika itu saya langsung menangani 2 sekolah tersebut. Awalnya saya bingung, tetapi setelah lama-lama akhirnya terbiasa.



Terima Kasih AAT
Dengan bantuan dari Beasiswa AAT ini saya sangat berterimakasih, karena telah membiayai kuliah saya terutama untuk bapak/ibu donatur, Pak Hadi Santono, dan Pak Christ Widya. Saat ini saya akan berusaha semaksimal mungkin untuk lebih meningkatkan prestasi supaya tidak mengecewakan pihak yang telah bersedia untuk membiayai kuliah saya. Tuhan yang akan membalas kebaikan bapak/ibu donatur. Semoga bapak/ibu donatur selalu diberikan rahmat dari Tuhan dan selalu dalam lindungan-Nya. Dan tentunya dengan semangat, usaha dan doa, saya berharap suatu saat nanti bisa menjadi orang sukses dan bisa berbagi dengan orang lain seperti bapak/ibu donatur. Amin.





Seperti yang dikisahkan oleh Emy Prihatin*

Staff Admin AAT Madiun

Emy Prihatin adalah salah satu Anak Asuh AAT tingkat Perguruan Tinggi yang juga bertugas sebagai Staff Admin AAT Madiun. Merupakan mahasiswi Program Studi Akuntansi, UNIKA Widya Mandala Madiun, angkatan 2012.


read more