Ini adalah statusku di sebuah
jejaring sosial, saat aku merasa terbanting oleh idealisme yang tak dapat aku
penuhi. Beruntung aku selalu mempunyai sahabat-sahabat yang baik, yang selalu
menjadi malaikat penolong yang dikirimkan Tuhan untukku.
Celoteh dan komen-komen sederhana,
sungguh mampu membuat bibir ini tersungging, dan hati ini menertawakan
kekerdilan diri serta kecengengan yang seharusnya tak kulakukan. Kata para
bijak,
"Dalam kelemahanku nyatalah
kekuatanNYA”
Dan memang demikianlah adanya.
Dalam ketakberdayaan serta keterbatasanku sebagai manusia yang seringkali
merasa super, mampu melakukan segalanya, dan ingin segala sesuatu sempurna, aku
justru merasa lemah dan kehilangan semangat.
Sudah dua bulan ini, aku tak
mempunyai pembantu. Setelah dia, yang 20 tahun mengabdi pada keluargaku
menemukan belahan hatinya dan memutuskan untuk menikah. Hal ini dibarengi,
asisten pengajarku juga mendapat pekerjaan yang lebih baik. Bukan cuma satu
orang, tapi dua sekaligus. Jadilah aku berusaha tampil sebagai seorang super
woman. Aku menjanjikan pada para muridku bahwa aku akan tetap mendampingi
mereka dengan berbagai persyaratan ini itu, antara lain mereka harus membuat
janji dulu denganku, bla bla bla.
Bukan cuma itu. Aku juga menolak
menggunakan mesin cuci untuk meringankan pekerjaan rumah, karena aku anggap
mesin pintar itu cuma sekedar mesin penggiling, sedangkan jasa laundry aku
anggap jorok, tidak bisa menjamin kesterilan dlsb.
Bisa dibayangkan, aku berangkat
kerja pukul 7 pagi, pulang dan tiba di rumah pukul 5 sore. Di rumah, sudah
menunggu murid-muridku. Mereka belajar hingga pukul 7 malam. Lanjut jika ada
yang meminta les di rumah aku langsung meluncur ke rumah mereka hingga pukul
20an. Tiba di rumah, di hari-hari tertentu rumahku dipakai untuk latihan paduan
suara hingga pukul 22. Sungguh kadang aku merasa tenaga dan pikiranku terkuras.
Sebetulnya hal ini tak terlalu menjadi beban, jika saja asisten ditempat
usahaku yang satu lagi tak bermasalah.
Sudah 2 minggu ini orang tuanya
opname. Tentu saja para orang tua itu mengeluh. Hal inilah yang membuat
semangatku tercecer. Idealismeku, untuk komitmen yang telah kujanjikan serasa
kuabaikan. Aku sungguh kecewa pada diriku sendiri yang tak mampu memberikan
pelayanan yang terbaik.
Dalam
keputus-asaanku, aku menulis status tersebut diatas. Pak Handoko, motivator dan
inspiratorku memberi komen sederhana yang membuatku terperangah.
“Tema bagus untuk jadi tulisan,
besok jadi ya!” tulis Pak Handoko dalam komennya.
“Jiah, hadhoh lha wong ini aja
sendang nglokro kok malah suruh nulis,” begitu balasku.
“Mosok, orang hebat bernama Nur
(Demikian teman-teman Baltyra meledekku) kok mau hanya jadi pengganti si mbak.
Lha sejak si mbak nikah kok gak pernah menulis. Saya pikir cukup puas jadi
sulihnya.”
Komen sederhana penuh motivasi ini
membuatku tersenyum dan menertawakan diriku sendiri. Betapa bodohnya aku yang
begitu cengeng dan mengasihani diriku sendiri. Aku bersyukur mempunyai
teman-teman dan sahabat-sahabat yang selalu menghiburku. Tuhan selalu
mengirimkan malaikat penolongku.
Dalam ketidak berdayaanku, justru
aku menemukan sesuatu yang indah : KekuatanNya yang luar biasa dan maha
dahsyat. Indah sekali rasanya, menyadari betapa aku selalu ditopangNya,
dihiburNya. Senyum kecil yang tersungging dibibirku ternyata mampu mengubah dan
mencerahkan pikiranku.
Aku mulai menyusun rencana-rencana
yang aku harap bisa berjalan dengan baik. Aku menyadari bahwa aku tak sempurna,
tapi aku telah berusaha untuk memegang komitmen ditengah segala keterbatasanku.
Terimakasih untuk sahabat-sahabatku
yang telah memberi semangat, yang meminjamkan bahu untuk sekedar bersandar. Aku
bahagia memiliki kalian. “That’s friends are for”
0 komentar:
Posting Komentar