Home | Looking for something? Sign In | New here? Sign Up | Log out

Halaman

Jumat, 03 Juli 2015

BEDHES SENTHIR

Jumat, 03 Juli 2015
Gerombolan Bedhes Senthir hari ini sangat berbahagia. Didot untung ratusan juta dari hasil ternak tekek menjeb. Mereka akan mengadakan piknik bersama.

Semalam Didot sudah woro-woro pakai pengeras suara dari balai RT di gang Kampret, tempat para Bedhes Senthir ngumpul tiap malam Jumat Kliwon.

Dewi, Murni, Gogon, Andhara, GRAy Agustina, Anung, Rindu, Mput, termasuk Mamak Fitri pakaiE, juga tak ketinggalan Mamah Nyuci diajak, berjaga-jaga jika para Bedhes berulah. Sebenarnya Taudziyah mama sih ga terlalu ngefek. Kebrutalan para Bedhes ini sungguh tak bisa ditanggulangi dengan taudziyah maupun obat apapun.

Mengetahui rencana para bedhes ini akan jeng-jeng, Dokter Mey Mey langsung pening. Dia sudah hapal apa yang akan terjadi jika para Bedhes ini ngumpul. Yang ada cuma kesialan, kehebohan dan kericuhan layaknya demo dan peperangan di medan laga saja .

Hari ini, para Bedhes itu berencana ke Jogja. Mereka sudah ngumpul dari jam 5 pagi. Si Dewi dan Murni selalu saja udrek, mereka sok-sok an paling ngerti. Dewi mengusulkan naik pesawat. Sedangkan Murni yang punya phobia ketinggian jelas menolak.

“Opo?, aku mbok kon numpak pesawat ???? Iso copot jantungku,” teriak Murni.
“Wooo dasar katrok ! Ndesit !, Yo wis,kono kowe numpak becak tekan Yogya, njaluk tulung Anung pujaan hatimu sing nggenjot, piye ??? Setuju ra ? “ Seru Dewi jengkel.

Murni yang naksirAnung berat langsung berteriak setuju.
„Mau, mau !“Secara dia juga gak tau Jogja itu dimana. Pikirnya dekat, bisa ditempuh cepat dengan becak.

Murni menghampiri Anung yang sedang asyik masyuk dengan GRAy Agustina.
„Beib, kita naik becak aja ya. Kamu gak keberatan kan nggenjot Becak. Kita bisa bercerita sepanjang jalan. Sepertinya romantis banget deh.”

Anung dan GRAyAgustina langsung mendelik. Sementara Dewi cekikikan. Didot masih bingung menentukan transportasi, Mput malah asik mendengarkan taudziyah mamah Nyuci. Mamak Fitri pakai E sliwar sliwer tak sabar. Rindu malah cuwek bernasis Ria.
Didot akhirnya memutuskan naik bis. Dia menyewa bis mini yang kebetulan kosong dan lewat depan gang Kampret.

Bergegas para Bedhes ini berebutan untuk naik. Seperti biasa Dewi dan Murni udrek bagaikanTom and Jerry. Bawaannya yang komplit sungguh merepotkan. Sampai-sampai si Gogon dan Andhara terjungkal kesampluk tas-tas si Dewi dan Murni.

Gogon tentu saja ngah-ngoh. Dia bingung. Termos kesayangannya sampai terlempar jatuh .Krompyanggggg !!! Glodagggg ! Pyarrrrr !!!. Setengah berlari dia memungut termos kesayangannya sambil berlari menuju Mamak Fitri pakai E.

„Nyuwun duka mamak, Gogon tidak bisa menjaga dengan baik termos ini.“

Mamak Fitri pakai E sedih. Termos itu adalah peninggalan nenek moyangnya yang sangat berharga.Tetapi ia menepuk bahu Gogon. Sudahlah, nanti kita beli lagi ya. Tapi jaga gembornya baik-baik.

Anung dan GRAy Agustina mulai mencium ketidakberesan yang bakal terjadi. Ia berbisik pada Anung,

„Ay, kita nggak usah ikut aja yuk. Kayaknya kita gak selevel deh ama mereka. Mending kita jalan-jalan sendiri. Pusing aku ngeliat mereka.”

Anung yang merasakan hal yang sama langsung menyetujui usul kekasihnya. Ia segera menemui Didot dan berkata,

“Dot,maap, kayaknya my beib agak kurang enak badan. Maap, kami ga jadi ikut ya. Mungkin lain kali kita bisa jeng-jeng bareng.

Sementara itu Andhara yang pusing mendengar keluhan Gogon yang termosnya pecah juga mulai merasa mual. Dia pun sudah membayangkan kesialan perjalanan jika terus bersama para Bedhes ini. Melihat Anung dan GRAy Agustina pamit, dia pun juga inginmelarikan diri dari kebaikan si Didot kali ini. Pikirnya, senang-senangnya sebentar tapi sepanjang perjalanan bisa jadi musibah tak terlupakan seumur hidupnya. Akhirnya Andhara pun juga mengajukan permohonan pamit pada Didot.

Mput dan Rindu mlongo melihat 3 orang sudah mengundurkan diri. Mput yang sudah pusing mendengarkan taudsiyah mamah sepanjang pagi mulai nggregesi. Rindu yang belum-belum kecapekan narsisjuga mulai gamang. Dia berbisik pada Mput.

„Piye ki, Mput. Bisa-bisa kita jadi saksi tragedi berdarah antara Dewi dan Murni. Belum lagi si Gogon yang nyebelin tuh. Juga mamah yang taudsiyah mlulu ga ada capeknya. Kabur aja yuk....“

Mput serasa mendapatkan angin segar kabur dari taudsiyah mamah, tentang pergaulan bebas dan pernikahan. Tanpa ragu ia menganggukkan kepala dan ijin untuk pipis bersama Rindu tanpa pernah kembali ke bis.


Tinggallah Dewi, Murni, Didot, Gogon, Mamak Fitri pakai E yang setia menjaga Gogon, dan Mamah Nyuci.

Gogon yang tak bisa hilang rasa bersalahnya pada termos peninggalan nenek moyangnya, tidak lagi punya selera untuk meneruskan perjalanan. Walaupun sang Mamak sudah menghibur, tapi Gogon tetap tidak bisa menghilangkan kesedihannya.

„Mak, Gogon ngga sanggup meneruskan perjalanan ini. Kita pulang mak. Gogon mau nyekar saja, minta maap ama leluhur karena sudah memecahkan Termos kesayangan Mamak.”

Satu per satu gerombolan Bedhes undur diri. Didot mulai kebingungan. Tinggallah Dewi dan Murni yang masih bersemangat dan Mamah Nyuci, yang merasa bertanggung jawab terhadap kedua gadis Bedhes ini.

Didot sepertinya juga tidak sanggup meneruskan perjalanan piknik yang dia impikan.Tapi apa daya dia sudah melakukan transaksi dengan sopir bis itu. Lalu ia berkata :

“Wik ,Mur, Mah, sori aku kok dapat telpon dari customer tekek yang mau ketemu aku nih. Kalian terus berangkat aja ya. Aku bawain uang,.

Si Murni langsung teriak :

“Whattttt???? Aku tiwas dandan dan bawa bekel tiga hari tiga malam mau gak jadi, ? Yang bener aja !!”

Sementara si Dewi langsung mendelik. Dia sebenarnya berencana menengok RS tempat dia dirawat di daerah Pakem itu. Kalau sampai ini gagal, dia akan sangat menyesal.

Akhirnya,mereka bertiga menyetujui terus berangkat. Didot pun undur diri.

Sepanjang jalan, Dewi dan Murni terus udrek sok-sok an. Dan mamah pun dengan sabar terus memberikan taudziyahnya.

Sopir bis mulai jengkel. Muncul ide nakalnya. Ia akan membuat 3 orang cewek ini nangis-nangis dan kapok naik bis. Sehingga mereka minta turun dan ia tak perlu jauh-jauh mengantar mereka sampai Jogja.

Bis dia jalankan dengan ugal-ugalan. Zig-zag sana sini, sampai ketiga bedhes cewek ini muntah-muntah.

Murni berteriak-teriak, Dewi sudah lemas karena terus mutah-mutah, sementara mamah terus berdzikir memohon keselamatan

“Whueyyy pak brenti !!!! Brenti !!!! Sampeyan ediaaaannnnnn., “ jerit Murni.
“Aku belum nikah. Mandekkkkkkkkkkkkkk, pak. Tak laporke PSSI sampeyan.”

Pak Sopir tak peduli, dia ngakak-ngakak dalam hati. Daripada gue yang pusing ndengerin kalian ribet, mending lu yang pusing dah. Paling Cuma dilaporin PSSI ini, ga masalah lhah... hahahahaha.

Akhirnya 3 Bedhes Senthir ini nyerah. Mereka minta brenti daripada mereka tidak selamat.

Turun dari bis, Dewi semaput, mamah Nyuci pingsan, tinggal murni yang jingklak-jingklak minta pertolongan mobil yang lewat. Tapi tak seorang pun menggubris mereka.

Owalah... nasib-nasib. Mau mejeng dan narsis di museum De Mata Trik Eye, malah jadi nggak karu-karuan. Murni menangisi perjuangannya yang sia-sia. Pagi itu ia bangun jam 3 untuk berdandan supaya bisa dapat gacoan.

Nasib Dewi pun tak kalah ngenes, ia yang sudah woro-woro dengan sesama mantan pasien di RS PAKEM untuk bertemu di suatu tempat GATOT alias gagal total. Kasihan teman-temanku.

Dilain hal, Mamah Nyuci tetap semangat walau tepar. Tak apalah aku berkorban untuk mereka berdua. Daripada mereka tersesat.

Memang,mamah Nyuci mulia hatinya.... Semangat Mah ! Terus bertaudziyah.

0 komentar:

Posting Komentar

 

Komentar Anda