Home | Looking for something? Sign In | New here? Sign Up | Log out

Halaman

Rabu, 24 Agustus 2011

Ha …Ha … Ha… Setan Saja Jijik dan Tertawa Geli Melihat Kelakuanku

Rabu, 24 Agustus 2011
Kenthoez (= biji salak yang keras,-> Kementhus = kemaki = sok = sombong), demikianlah teman – teman bermainku memanggil aku. Nama itu diberikan oleh teman SDku, yaitu Mayang Antasari. Entah dimanakah dia sekarang. Saat itu kami belajar Bahasa Jawa, membahas seputar buah – buahan. Dia lalu menganalogikan aku seperti biji salak yang sangat keras.

Memang untuk menutupi luka batin masa kecilku, aku tumbuh menjadi anak yang keras hati, sok, sombong, cuek tak peduli dengan apapun. Maunya sendiri (padahal ini untuk menutupi kerapuhanku). Aku sangat tomboy, usil dan iseng. Bahkan aku sempat jengkel mengapa aku terlahir sebagai seorang perempuan.

Saat itu aku sedang masa puber, tumbuh menjadi perempuan dewasa. Aku benci mengapa aku menjadi seorang perempuan. Sempat terpikir aku ingin menjadi laki – laki saja. Maka berpakaianlah aku ala seorang laki –laki. Bercelana pendek, berambut cepak, tak mau pakai mini set. Hobiku berkelahi, segala permainan cowok ala anak jalanan, bermain sepak bola dan bersepeda keliling kota kebut – kebutan sampai tangan patah, bermain detektif ala LIMA SEKAWAN, lompat dari ketinggian hingga daguku harus dijahit, kaki masuk jeruji sepeda dan harus dijahit, trek – trekan naik sepeda motor dan tabrakan berkali – kali, bahkan sempat setelah dijahit di paha ternyata 6 bulan kemudian ada karet yang tertinggal disana. (Memang bapak mencarikan aku SIM, padahal saat itu aku masih kelas 1 SMP) sementara kakakku yang kelas 1 SMA tidak dicarikannnya). Semua itu sudah kualami. Ha ha ha ha….. mungkin setan saja jijik melihat kebandelanku.

Bukan cuma bandel, tapi aku juga iseng. Keisengan yang sangat kuingat adalah ketika tetangga sebelah rumah sedang diapeli. Waktu itu aku masih kelas 2 SMP. Tetanggaku, namanya mbak Ratna, saat itu kelas 3 SMA. Dia tidak suka diapeli cowok itu. Padahal si cowok seorang mahasiswa kedokteran. Mbak Ratna berunding denganku, menyiapkan rencana busuk. Aku bilang padanya, serahkan padaku, pokoknya beres.

Tahukah apa yang kulakukan padanya???? Aku menggembosi ban sepeda motornya, lalu jok sepeda motornya ku penuhi dengan batu dan kerikil. Mbak Ratna sampai tertawa terbahak terpingkal – pingkal sampai keluar airmata, melihat si cowok itu menuntun motornya gontai.

Ternyata si cowok itu tidak jera. Ia masih datang. Mbak Ratna menelponku dan menyuruh ke rumahnya. “Mei, ayo kita kerjai lagi,” katanya.
Aku berpikir keras bagaimana membuat cowok itu kapok. Aku menerapkan cara ibu – ibu jaman dulu mengusir teman cowok gadisnya dengan pengulek sambal yang diacung-acungkan. Ha ha ha tentu saja tidak berhasil. Akhirnya aku punya ide jitu. Tapi kalo ingat ini, aku merasa jahat sekali. Hahhhhh… Tuhan moga – moga karma sudah tidak berlaku lagi…. He he he….

Kebetulan rumahku adalah apotik Jadi mudah saja bagiku untuk mendapatkan obat. Aku meminta obat urus – urus. Si pegawai apotik bertanya, untuk siapa, aku jawab saja untuk teman. Lalu bergegas aku ke dapaur mbak Ratna membuatkan susu yang telah kucampur obat urus – urus itu. Dalam hitungan menit si cowok mulai merasakan efek dari obat tersebut itu, dan segera pamit pulang. Ha Ha ha….Cukup???? Belum! Karena sore harinya kami menelpon dari telepon umum, dan menelpon dia dengan suara ala Mak Lampir, tertawa terkikik – kikik lalu berpesan agar dia tidak datang lagi berkunjung ke rumah mbak Ratna. Aku berhasil. Sejak itu si cowok tidak lagi datang. Seringkali aku bergidik mengingat keisenganku. Untung saja anakku tidak ada yang seiseng ibunya. Mereka semua manis – manis dan baik seperti ayahnya. Ha ha ha…..

Bukan Cuma itu saja cerita keisenganku. Aku bersekolah di SMP dan SMA yang muridnya perempuan semua. Kebetulan dari kelas 1 – 3 SMA aku jadi ketua kelas abadi. Suatu hari kami bosan dengan pelajaran seorang guru. Lalu aku merencanakan membuat guru ini tidak kerasan di kelas. Aku membawa daun simbukan (yaitu daun yang baunya seperti kentut jika digosok – gosokkan). Ha ha ha….alhasil pak guru itu hanya mengajar sebentar karena tidak tahan bau yang sudah kuoles diseluruh kursi dan mejanya. Ia hanya meninggalkan tugas, dan kami semua bersuka cita. Horeeeeeeeeeeeeee!!!!!!.

Teman – temanku pun juga pernah menjadi korban akal bulusku. Saat itu Hari Kartini. Ada berbagai macam lomba. Ada juga lomba kekompakan. Kami menyiapkan yel – yel sedemikian rupa. Aku meminta semua teman – teman memakai baju adat Nusantara, kecuali mereka yang ikut lomba pasangan paling luwes. Semuanya patuh. Tapi karena aku malas terlihat cantik ( he he he ngeles aje…) aku hanya berpakain seragam putih lengan panjang, celana panjang putih milik adikku, sarung dan peci milik bapak.
This is it. Inilah aku yang berpakaian ala pemuda Betawi. Teman – teman yang melihatku berpakaian seadanya mengumpat dan marah – marah padaku. He he he… kena deh!

Ternyata Tuhan tidak membiarkan aku terus-terusan menjadi bandel. Ia mengubahku pelan – pelan dalam berbagai peristiwa hidupku. Aku akan diubahnya dari seekor ulat menjadi kupu – kupu. Semoga!

Walau tomboy dan sempat jengkel terlahir sebagai seoran perempuan, ternyata aku akhirnya jatuh cinta juga. Itu terjadi waktu aku kelas 3 SMP. Aku jatuh cinta pada teman kakakku, yang saat itu kelas 3 SMA. Namanya Budi Santosa. Begitulah cinta pertama, cinta monyet. Curi – curi pandang, saling berkirim surat dan menelpon sudah membuat hati ini bahagia berbunga – bunga, membumbung ke angkasa.

Sayang, mas Budi tidak berumur panjang. Ia meninggal karena kecelakaan. Tak ada yang member tahu aku kalau dia mengalami kecelakaan dan perdarahan otak yang cukup parah. Barulah pada hari terakhir sebelum ia menghembuskan nafas terakhir, ibunya menyuruh temannya untuk mencari aku, itu pun karena Mas Budi mencariku. Mereka tak tega memberitahu aku akan keadaan Mas Budi yang sebenarnya. Aku bergegas ke rumah sakit. Sedih sekali aku melihat keadaannya saat itu. Aku tahu tak ada lagi harapan tersisa. Aku genggam tangannya, sambil kubisikkan, “Mas, kalau sudah tidak kuat pulanglah.” Sore hari setelah aku jenguk mas Budi pulang dalam damai.

Tana kuburannya baru kering setelah 3 bulan, karena setiap sore aku selalu mengunjungi makamnya untuk sekedar berdoa dan menangis. Setelah berhasil melupakan Mas Budi, kalau tak salah aku sudah di bangku SMA, aku berganti – ganti pacar. Ha ha ha…. Ternyata aku ini pembosan. Sampai akhirnya Tuhan mengirim cinta sejatiku. Dia adalah laki – laki yang menjadi suamiku sekarang. Dialah anugerah yang terindah yang diberikan Tuhan untukku.

Usia kami terpaut 10 tahun. Dalam diri dia aku menemukan Bapak. Dia sabar dan sangat dewasa. Perlahan dia mengubah aku menjadi seorang WANITA, anak yang manis, ibu dan anggota masyarakat yang baik. Banyak kepahitan yang aku lalui selama berpacaran dengan dia. Tapi biarlah itu menjadi rahasiaku saja saat ini.

Bersama dia, Tuhan mengubah aku dari seorang yang sangat keras kepala dan keras hati menjadi seorang yang peka dan mau berempati. Itu terbukti aku mulai bisa mengalah terhadap mama. Juga, salah seorang sahabatku saat mahasiswa mengatakan begini,
“Thoez, dulu aku sebal lihat kamu. Orang kok kalo jalan mendongak, gak liat kanan kiri. Huh sombong sekali. Tapi, ternyata saat upacara, dan aku sakit justru kamu lah yang menolong aku. Dan masih banyak lagi hal yang menunjukkan aku sudah berubah.

Tuhan juga mengubah aku menjadi seorang pelayan dan menjadi lebih sabar. Dulu aku bekerja sebagai seorang Executive secretary untuk beberapa perusahaan asing internasional. Aku pernah bekerja dengan orang India, Itali, Inggris, Amerika dan terakhir Jepang. Tetapi yang paling akhir Tuhan memintaku menjadi seorang guru. Dilatihnya aku untuk menjadi sabar dan mau melayani. Jauh sekali dari sifatku yang sebenarnya.

Aku tahu, Tuhan mau aku menjadi seekor kupu – kupu. Walu masih jauh untuk menjadi kupu – kupu yang indah. Terbukti sifat keras hatiku masih ada. Beberapa hari yang lalu, suamiku protes, karena aku tidak bertegur sapa dengan seorang teman. Memang ada salah paham. Tapi aku memang lagi malas bicara dan berurusan dengan hal – hal yang tak penting. Kata suamiku, aku ini seperti orang munafik. Di luar banyak orang memujiku, tapi di rumah, suamiku melihat aku seorang yang munafik untuk beberapa hal yah lagi – lagi karena kekerasan hatiku. Ini koreksi buat diriku, yang terus ingin keluar dari kepompongku, sebelum aku menjadi kupu – kupu.

Aku ingin menjadi seekor kupu – kupu cantik, yang kelak akan terbang keangkasa dan boleh memandang WajahNya yang KUDUS…….

Semarang 16 Agustus 2011
Sehari sebelum hari kemerdekaan Indonesia dan usahaku yang terus menerus untuk merdeka dari belenggu dosa (Ada hubungannya gak ya???? Xixixixi)

0 komentar:

Posting Komentar