
12 – 13 April 2014, aku mengikuti acara rekoleksi (temu) Pengurus, Donatur, Pendamping dan Relawan Anak-Anak Terang di Kaliurang, Jogjakarta. Berangkat dari Semarang pukul 07.45 bersama sekitar 37 relawan dan 2 pengurus Semarang, karena yang lain sudah berangkat malam sebelumnya. Kami tiba di Kaliurang dan berhenti di tempat wisata Tlogo Putri sekitar pukul 10.00.
Tlogo Putri merupakan salah satu...
dibanding bangunan-bangunan lainnya yang telah luluh lantak terbakar awan panas. Kami tidak perlu membayar tiket masuk. Cukup mengisi kotak donasi sukarela yang ada di depan museum tersebut yang dananya digunakan untuk perawatan. Sungguh terasa benar suasana desa yang jauh dari bau materilistis industri.
Beberapa foto benda-benda yang terdapat di museum.
Tiba-tiba setelah napak tilas sisa bencana tersebut, kepedihan menyergapku. Terbayang ketika pemilik rumah mengumpulkan satu persatu hartanya. Melihat ternak yang mati dan tinggal tulang belulang. Tak terbayang kesedihan itu. Aku memutuskan berdoa sejenak.
Meski di dusun tersebut tidak ada korban karena telah dievakuasi sebelumnya, tetap saja tak bisa menghapus duka dari jejak rekam harta yang tertinggal.
Puas menikmati museum, kami menuju ke bunker, sisa bencana Merapi 2006 yang mengakibatkan 2 orang meninggal. Aku merasa beruntung boleh melihat dan merasakan suasana di bunker. Aku bisikkan doa di dinding gelap bunker agar yang meninggal mendapat ketenangan jiwa di alam abadi.
Waktu sudah menunjukkan pukul 13.30. Saatnya kembali ke Kaliurang untuk mengikuti rekoleksi. Aku senang mendapat kesempatan menikmati perjalanan ini.
Dan seperti kata pepatah, selalu ada berkat di balik bencana. Sepanjang daerah tersebut terlihat berpuluh-puluh truk yang mondar-mandir mengangkut pasir. Sempat aku bertanya, apakah bisnis alam seperti itu tidak rawan penyelewengan. Tetapi, pak Dandung dengan sigap menjawab, “tidak bu, di sini daerah bencana, kami diawasi banyak LSM dan lembaga yang turut mengaudit. Jadi semuanya transparan, untuk kesejahteraan bersama.”
Ada yang tertinggal di Merapi. Kepedihan yang menyayat hati. Tetapi aku bersyukur, karena di sini, diwajah masyarakat sekitar, tak tergambar lagi kepedihan itu. Begitulah orang-orang desa yang sederhana. Mereka selalu bersyukur, menganggap bahwa bencana adalah kehendak yang Kuasa. Tidak ada tuntutan berlebihan dan hujatan khas manusia-manusia serakah.
Seperti tertulis di sebuah dinding museum, bukti kekraban mereka pada alam:
MERAPI TAK PERNAH INGKAR JANJI.
Semarang 17 April 2014
Read more: http://baltyra.com/2014/06/10/merapi-ada-sesuatu-yang-tertinggal-museum-sisa-hartaku/#ixzz3BfGl6WH5